Sebelum internet diperkampungan ini ada, saya dan tim biasanya melakukan kunjungan kesehatan dari rumah ke rumah. Ketika itu, peningkatan kasus Tuberkulosis atau yang disebut TB sedang tinggi dan menjangkiti tidak hanya orang dewasa tetapi juga dari kelompok usia dini. Tentu ini sangat berbahaya jika tidak segera ditangani mengingat TB bisa menyebar dan menimbulkan kematian.
Tuberkulosis merupakan salah satu dari 10 penyakit menular yang menyebabkan kematian terbanyak di dunia. Lebih besar dibandingkan HIV/AIDS setiap tahunnya. Indonesia, menurut Presiden, berdasarkan data tahun 2017 sebanyak 116.000 meninggal karena TBC dan 2018 sejumlah 98.000 orang. Presiden menambahkan bahwa perlu diketahui dan diwaspadai 75% pasien TBC adalah kelompok produktif, artinya di usia-usia produktif 15 sampai 55 (tbindonesia.or.id)
Saya dan tim beserta seluruh staf Puskesmas yang ada langsung merencankan program kerja untuk menyelesaikan permasalahan ini. Kami putuskan untuk melakukan kunjungan rumah kepada warga yang terindikasi dan terdiagnosis terkena TB. Jarak antar kampung yang terbilang cukup jauh dan medan jalan yang sangat begitu rumit untuk dijelaskan nyaris membuat kami menyerah.
Alhasil, pada satu tahun pertama penugasan, saya dan tim harus bersabar melaluinya dengan fasilitas yang seadanya. Setahun tanpa internet rasanya ngap-ngapan. Mending hidup tanpa ayang ketimbang hidup tanpa internet. Hiyahiyahiya...
Oke lanjut. Setelah satu tahun kemudian, berita segar datang dari bibir Sekretaris Kecamatan. Katanya sebentar lagi desa kita akan dialiri internet. Fasilitas publik seperti sekolah, puskesmas, kantor kecamatan, kantor desa semuanya akan dipasangi wifi. Saya yang waktu itu sedang sakit perut, seketika lompat kegirangan bersyukur kepada Ilahi akhirnya internet masuk juga kesini, jalan yang kususur begitu terjal, ditengah jauhnya jarak dengan perkotaan, internet datang untuk menyapa masyarakat perkampungan. Terimakasih Telkom Indonesia.
Kami sangat-sangat bersyukur dengan adanya program internet masuk desa. Kualitas layanan internet yang stabil dan hampir menjangkau seluruh wilayah kecamatan membuat semua orang terpana dan ingin segera mencobanya termasuk saya sendiri. Tak tinggal diam, kami pun berinovasi untuk menjadikan internet sebagai sarana dalam mendukung pengobatan jarak jauh berbasis teknologi.
Saat itu, ketika kami berkunjung ke Dinas Kesehatan setempat saya mengusulkan rencana ini agar kekosongan posisi dokter bisa teratasi dengan bantuan teknologi. Kami mempertemukan para pasien kami dengan dokter melalui jaringan internet. Dengan didukung oleh jaringan Telkom Indonesia yang menjangkau daerah terpencil saya yakin manfaat internet bisa menyapa siapa saja tanpa melihat latar belakang, status sosial apalagi jarak.
Bersyukur ide ini diterima dan disetujui oleh pimpinan. Saya pun mengundang para pasien kami untuk bisa berobat langsung dengan dokter spesialis yang berkaitan dengan TBC berbasis teknologi jarak jauh (Telemedicine). Tanpa harus meninggalkan kantor atau rumahnya, para dokter bisa ikut berkontribusi aktif bagi masyarakat yang hidup di pedalaman Pinogu.
Sejak pertama kali diluncurkan kami melihat antusiasme pasien masih suam-suam kuku alias sedikit yang mau dan banyak yang enggan untuk diperiksa. Sekali lagi kami tidak lantas untuk menyerah dan terus membujuk pasien agar bisa ikut serta. Beberapa pasien yang sudah berkonsultasi dengan dokter merasa sangat senang dan teharu bisa langsung mendengar saran dan hasil diagnosa dokter.