Lika-liku kehidupan politik antara cikeas dan istana rupanya masih terus berlanjut. Skenario politik yang semakin lebar serta telah melibatkan banyak orang tentu pantas untuk kita pantengi. Saya anggap pertikaian politik ini sebagai bonus kepada mereka yang suka nongkrong diwarung kopi. Yah setidaknya kita ada bahan diskusi lah, gak bahas covid muluh, namun pure tentang politik.
Jadi gini, bermula dari isu kudeta yang dihembuskan oleh AHY dan jajaran pengurus di Partai Demokrat, suasana gaduh antara istana dan Cikeas pun dimulai. Sebenarnya kasus ini bila dicermati hanya melibatkan dua tokoh, yakin AHY dan Moeldoko. Namun, semakin kesini isu kudeta AHY malah semakin mencibir banyak pihak, termasuk Pak Jokowi itu sendiri.
AHY menunding bahwa istana mengampuh gerak Moeldoko untuk mengkudeta AHY melalui Kongres Luar Biasa (KLB). Dalam rangka mencari kebenaran dan pembelaan, bersuratlah AHY kepada sang empunya kuasa. Namun sungguh apes nasib AHY, suratnya tak dibalas dan istana mengoper balik bola panas dengan umpang lambung ke internal partai demokrat. Sontak, seisi  tongkrongan warung kopi tertawa terbahak-bahak. Wah parah lu ini Pak, masa surat AHY ga dibalas sih? Bapaknya marah bisa nambah urusan...
Tak terima sang ketum diperlakukan demikian, para petinggi dan pengurus partai demokrat malah terus menyerang istana dan orang-orang disekitar presiden Joko Widodo.Â
Umpan lambung yang diberikan istana kembali  diolah oleh internal Demokrat untuk mengatur sebuah skema serangan balik. Setidaknya ada dua  upaya yang dilakukan cikeas untuk memberangus istana, yang pertama dengan dengan menyerang Gibran dengan isu bahwa sang anak akan dipersiapkan maju di Pilgub DKI dan yang kedua menggunakan SBY sebagai instrumen serang. Â
Salah seorang anggota DPR RI yang berasal dari Partai Demokrat menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal, Irwan mengatakan bahwa istana memiliki tujuan serius terhadap penundaan pembahasan UU Pemilu. Mengutip laman republika.co.id, Irwan mengatakan:
"Mengapa sejak Presiden Jokowi statement menolak kemudian dibarengi partai koalisi pemerintah semuanya balik badan?"
Yah memang benar, sikap istana tegas untuk menolak serta membahas revisi undang-undang pemilu. Sikap yang ditunjukkan oleh presiden pun memiliki imbas yang luar biasa. Partai-partai koalisi yang tadinya ingin membahas UU pemilu malah mengurungkan niatnya.
Alhasil, kesempatan ini dijadikan PD untuk menebar spekulasi kepada Gibran. Memberangkatkan Gibran dari Solo ke Jakarta pada tahun 2022 tentu masih terlalu dini. Setidaknya biarkan Gibran bekerja, dan bila pemilu diundur ke 2024, maka Gibran tentu telah dalam masa-masa ranumnya untuk unjuk diri sebagai calon pemimpin di Jakarta.
Setelah mendengar opini tersebut, banyak politikus yang separtai maupun dari luar partai yang ramai-ramai angkat suara. Yah intinya tokoh-tokoh ini membela Gibran dan Jokowi atas tuduhan yang tak berdasar tersebut. Presiden Jokowi pun sampai detik ini belum memberikan respon terkait opini tersebut.