Din Syamsuddin beberapa hari yang lalu dilaporkan oleh Gerakan Anti Radikalisme Institut Teknologi Bandung (GAR ITB) ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) atas pelanggaran etik ASN.
Kasus pelaporan ini pun menjadi viral di media massa dan sekaligus memuncaki timeline media sosial. Para tokoh bangsa yang menggunakan media sosial misalnya twitter, kemarin juga menyatakan simpati mereka atas persoalan ini.
Sebelumnya, banyak kalangan dan media nasional menyebut bahwa pelaporan GAR ITB tersebut didasari atas isu radikalisme yang dilakukan oleh Din. Alhasil, keluarlah segala macam jurus dan testimoni untuk membela pak Din. Banyak pihak merasa keberatan atas bola liar ini dan menuding pelaporan tersebut bertolak belakang dengan apa yang Pak Din sudah lakukan untuk negeri ini.
Pembelaan yang datang berduyun-duyun tersebut bak bidadari yang turun kebumi untuk mengambil selendang mereka karena kelupaan seusai mandi di sungai bengawan solo. Ada satu hal yang mereka lupakan sebelum membela pak din atas tuduhan radikalisme. Sebagai seorang pemerhati politik, saya sangat menyanyangkan aktivitas membela sembari mengecam tanpa pernah membaca fakta.
Sebelum lanjut pada baris kata selanjutnya, mari sama-sama kita meninggalkan isu radaikalime yang dilekatkan kepada Pak Din. Mari fokus pada substansi masalah dan latar belakang pelaporan GAR ITB ini. Sehingga kemudian tercapai titik terang dan kita menjadi tahu cara untuk membela pak Din. Apakah kita tidak malu bila ingin membela sesorang tanpa pernah tahu masalahnya apa?
Orang-orang yang terkumpul dalam GAR ITB ini saya yakin bukan orang bodoh dan baru kemarin sore bermain politik. Mbok mahasiswa-mahasiwa ITB itu loh, sedari dulu sudah dikenal pintar dan jenius. Seleksi masuk ITB aja susahnya setengah mati, apalagi para lulusan dan alumninya. Saya terlalu yakin bahwa laporan oleh GAR ITB ini memiliki dasar hukum serta bukti yang memadai.
Melansir laman kumparan.com, Nelson Mandela yang diketahui adalah pengurus GAR ITB mengatakan :
"ASN yang berpolitik sebenarnya, karena itu kan secara UU dilarang. Ada aturan tidak boleh ASN untuk berpolitik, ada undang-undangnya, jadi isu yang kemarin kemudian melebar. Saya nonton di TV, dari PT Muhammadiyah, ya, dia benar benar salah, dia tidak membaca surat yang dikirim GAR ke KASN, jadi dia bilang GAR menuduh Din Syamsuddin radikal, tidak ada,"
Nelson sebagai bagian organisasi yang melaporkan Din ke KASN tentu akan menertawakan hiruk pikuk ini. Bagaimana tidak, mbok yang dilaporkan soal pelanggaran Din Syamsudin terhadap kode etik sebagai ASN, lah kenapa isu yang beredar malah tentang radikalisme. Apa kita yang sudah kecolongan atau kita yang sudah tak rasional lagi ketika melihat figur yang kita dambakan dituduh ini itu.
Tuduhan radikalisme kepada Din Syamsudin memang kejam boss. Meskipun demikian kejam, tetapi kita harus mengedepankan fakta sebelum berbicara apalagi sampai menulis pembelaan di lini masa kompasiana. Kemarin saya melihat ada itu, salah satu kelompok yang mengancam GAR ITB bila tak menarik laporannya. Seakan-akan mereka tak terima bila panutannya dianggap radikal, padahal mereka sudah dibohongi. Sungguh malang.