Presiden Joko Widodo hari ini diberitakan mengikuti rapat virtual bersama dengan Ombudsman. Rapat tersebut membahas tentang Laporan Ombudsan selama masa kerja tahun 2020. Menariknya, dalam pertemuan yang diselenggarakan secara virtual itu, presiden mengajak masyarakat untuk ikut aktif dalam memberikan kritik kepada pemerintah. Tujuannya yaitu agar pelayanan publik semakin membaik dimasa depan.
Dalam laman kompas.com, Presiden mengatakan:
"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, atau potensi maladministrasi. Dan para penyelenggara layanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan," kata Jokowi melalui tayangan YouTube Ombudsman RI, Senin.
Berbicara tentang kritik, kita tentu akan berhadapan dengan kebebasan berpendapat. Sejauh ini wadah untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah tentu sangat terbuka lebar. Melalui berbagai kanal, kita bebas secara aktif untuk memberikan pandangan atau bahkan hanya sekedar ocehan kepada pemerintah, baik itu kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Kebebasan berpendapat merupakan hak dasar dari semua warga negara. Melalui penyampaian pendapat di muka umum, orang-orang bebas untuk mengorasikan apa yang menjadi isi kepalanya. Hak tersebut tentu harus dimanfaatkan sebaik mungkin agar mampu menjadi fungsi kontrol sosial kepada penguasa dan sekaligus untuk merawat  jalan demokrasi yang telah kita pilih.
Namun apa jadinya bila kebebasan mengemukakan pendapat dikekang atau malah dijadikan sarana untuk jadi bahan bullyan. Tentu pendapat yang disampaikan baik secara langsung maupun secara tertulis akan menemukan jalan buntu bila diperhadapkan dengan para pendengung yang bukan menyoal substansi namun mengolok-olok pribadi. Kejadian tak mengenakan tersebut, kerap kali kita temui.
Perihal ini pernah menimpa salah seorang tokoh politik sekaligua ekonom terkenal Kwik Kian Gie. Om Kwik yang notabene telah menjadi legend didunia perpolitikan tentu sangat mafhum dan terbiasa dengan mengkritik. Beliau telah menulis banyak buku dan kolom di berbagai lini masa. Salah satu buku beliau yang pernah saya baca adalah "Pikiran Yang Terkorupsi".Â
Namun, nama besar dan pengalaman yang banyak tidak lantas membuat Om Kwik lepas dari cengkraman maut para buzzer. Silahkan teman-teman periksa dalam cuitan Om Kwik di kanal twiter. Beliau menyatakan bahwa ia menjadi takut saat mengkritik pemerintah, sangat beda dengan masa lalu yang mana menurutnya semua anteng-anteng saja saat melakukan aktivitas kritik mengkritik tersebut.
"Saya belum pernah setakut saat ini mengemukakan pendapat yang berbeda dengan maksud baik memberikan alternatif. Langsung saja dibuzzer habis-habisan, masalah pribadi diodal-adil. Zaman Pak Harto saya diberi kolom sangat longgar oleh Kompas. Krtikik-kritik tajam tidak sekalipun ada masalah"
Pernyataan Om Kwik diatas tentu bukan kali pertama kita temui. Sudah terlalu sering, gegara mengemukakan pendapat atau menyampaikan kritik, orang-orang malah saling mencaci maki. Belum puas saling caci dan maki, masalah malah melebar ke persoalan pribadi, kemudian saling memperkarakan dengan berlindung dibalik kata-kata Pencemaran Nama Baik. So sweet kan endonesia kita ini...