Zat aktif klorokuin fosfat sebenarnya banyak terdapat dalam tanaman kina. Tanaman kina merupakan tanaman asli Indonesia. Spesies ini banyak tumbuh bebas diwilayah Jawa, Sumatera dan sebagian di Sulawesi. Namun pemanfaatannya masih sebatas dilihat-lihat saja.
Belum ada eksekusi nyata untuk mendaur ulangnya menjadi obat karya anak bangsa. Alhasil tanaman ini akan anteng-anteng saja. Padahal dunia sedang membutuhkannya.
Melansir Jurnal Cell Research yang berpusat di China, menyatakan  bahwa klorokuin dan antivirus remdesivir sangat efektif dalam menghambat replikasi covid-19 dalam kultur sel. Sedangkan dari dalam negeri, Dosen sekaligus guru Besar Bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjajaran, Keri Lestari dalam laman kompas.com, juga menimpali bahwa klorokuin fosfat dapat memblokir infeksi Covid-19.
Jadi gini, virus saat masuk kedalam tubuh, ia akan memperbanyak dirinya (transkripsi). Ia perlu bertranskripsi untuk menambah jumlah massanya didalam tubuh manusia agar bisa masuk kedalam sel dan menembus sitem imun kita.
Jika imun kita lemah maka virus akan menginfeksi dan menimbulkan gejala seperti flu, demam, batuk tergantung ia betah hidupnya dimana.
Obat klorokuin inilah yang digadang-gadang mampu untuk menghambat replikasi virus covid-19 agar tidak menimbulkan penyakit. Dan saat ini para peneliti di Cina sedang menguji obat antimalaria tersebut pada lebih dari 100 pasien covid-19 di 10 rumah sakit.
Kemungkinan  keberhasilan dari penggunaan obat ini sangat tinggi. Walaupun masih dalam tahap percobaan, pemerintah tetap bulatkan tekad untuk memboyongnya dari Shanghai, China. Bahkan  World Health Organisation (WHO) belum memberikan legitimasinya untuk penggunaan klorokuin sebagai terapi covid-19, pemerintah sudah tancap gas saja.
Walau penggunaan klorokuin masih menjadi kontroversi, perlombaan menemukan penawar virus corona memang sedang gencar dilakukan oleh beberapa negara maju seperti China dan Amerika maupun Uni Eropa.
Melihat budaya produktif dan inovatif bangsa lain dalam memecahkan fenomena ini sangat tinggi, kita lagi-lagi hanya menunggu hasil dari buah tangan mereka.
Sebagai penonton dan kaum konsumerisme, mengendap dan hanya mengandalkan uang untuk mengapresiasi karya bangsa lain adalah cara jitu untuk tutupi kebebalan kita tak bisa berbuat apa-apa.
Padahal SDM dan SDA-nya kita punya. Tanamannya tumbuh subur ditanah ini. Profesor dan Guru Besar Bahan Alam, Farmakologi, dan Farmasi Klinik juga banyak. Lalu masalahnya apa? Yah kita sama sama tahu masalah terbesar kita apa. Â