Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Cegah Corona: Antara Lockdown, Social Distancing, dan KLB

16 Maret 2020   14:07 Diperbarui: 16 Maret 2020   14:02 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumlah pasien positif terjangkit virus corona di Indonesia bertambah menjadi 117 kasus hingga hari Minggu (15/3/2020). Angka ini terus bertambah dari 21 kasus baru  yang diumumkan kemarin.

 Imbas dari pandemi covid-19 ini sudah melebar dimana-mana di Indonesia. Khususnya di DKI Jakarta. Berdasarkan data Pemprov DKI sejak awal Maret 2020, jumlah warga DKI yang masuk dalam pemantauan (PDP)sebanyak 586 orang. 

Sedangkan orang dalam pengawasan (ODP) sudah 261 orang. Dan yang telah dinyatakan positif  corona telah mencapai 69 orang (15/3/20). Sedangkan diwilayah lain, seperti provinsi tetangga Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten juga telah terdampak virus corona.

Melihat keadaan ini, pemerintah pun tersandera dan akhirnya mulai melunak dengan memberikan kewenangan pemerintah daerah untuk menetapkan sendiri status perkembangan pandemi covid-19 diwilayahnya masing-masing.

Dari pusat, wabah covid-19 ini resmi ditetapkan sebagai Bencana Nasional. Sedangkan dari beberapa wilayah sudah ada yang menerapkan KLB (Kejadian Luar Biasa) seperti di Solo, Jawa Tengah. Namun di Jakarta, isu lockdown dan opsi social distancing berhembus sangat kencang.

Dengan adanya fenomena ini, negara kita seakan gagap dan kaku menghadapi serangan virus mikoorganisme. Padahal ini bukan kali pertama pemerintah bertatapan dengan musibah semacam ini. Yah, pepatah yang tepat  untuk mengoreksi situasi tersebut ialah Jangan sekali kali melupakan sejarah.

Beda Pemerintah pusat beda Pemerintah daerah, badan otoritas kesehatan dunia WHO sebenarnya telah meminta Presiden Joko Widodo untuk menetapakan Status Darurat Nasional Pandemi covid-19 di Indonesia. Namun hal ini urung untuk dilaksanakan.

Mengapa bukan darurat Nasional?
Menurut pihak istana peristiwa ini sudah termasuk ke dalam Bencana Nasional Bukan Darurat Nasional.  Bila darurat nasional ditetapkan Jokowi, dana siap pakai bisa digunakan untuk menangani covid-19.

Persoalan status antara darurat atau bencana ini bukanlah masalah. Permasalahnnya adalah bagaimana model penyelesaian yang benar-benar terukur dan ampuh untuk mencegah virus corona agar tidak kemana-mana apalagi sampai ke daerah timur Indonesia. Mengingat wilayah timur memiliki kualitas pelayanan kesehatan yang tidak sebaik wilayah barat dan sekitarnya.

Menyoal semakin banyaknya daerah yang melaporkan kejadian kasus ini, lantas sebaiknya manakah langkah yang tepat dan solusi yang jitu untuk mencegah penyebaran virus antara satu daerah dengan daerah yang lain? Apakah lockdown, social distancing atau KLB?

Mari kita urai satu persatu manakah konsep yang paling cocok untuk dilakukan  berdasarkan kondisi dan pendekatan keselamatan, sosial-budaya dan ekonomi.

Lockdown atau penguncian adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mencegah penyebaran virus dengan cara menutup secara penuh/sebagian pada suatu daerah. Penutupan ini sesungguhnya menyasar penduduk agar tidak keluar atau masuk dari daerah yang telah mennmgalami pandemi.

Penerapan lockdown memang terbukti ampuh untuk mengurangi pencegahan dan penularan virus. Negara yang sudah melakukannya adalah Filipina dan Italia. Jika melansir laman Tirto.id, semenjak memberlakukan lockdown, kasus baru covid-19 berangsur-angsur menurun. Data Komisi Kesehatan Nasional Cina menunjukan jumlah kasus baru covid-19 di Cina daratan terus menurun pada Senin (9/3/2020), yakni 19 kasus dari 40 kasus.

Namun sebelum memberlakukan cara ini, ada efek domino yang harus ditanggung dan diantisipasi pemerintah. Sektor yang paling yerancam daru kwbijakan ini adslah ekonomi, pendidikan dan pekerja. Bahkan ada guyonan, jika Jakarta lockdown apakah cicilan/utang juga ikut-ikutan lockdown?

Hal tersebut tentu akan sangat memberikan ancaman baru lagi jika ekonomi kita malah tumbang gara-gara menerapkan lockdown terlalu cepat tanpa antisipasi dan perhitungan yang matang. Namun keselamatan rakyat adalah hal yang tak bisa ditawar-tawar.

Inisiasi lockdown juga datang dari Mantan Wapres, Jusuf Kalla yang berkata bahwa lockdown akan efektif untuk mencegah wabah corona. Tetapi beberapa pakar kesehatan dan pengamat kebijakan publik menilai langkah ini belum dibutuhkan untuk dilaksanakan.

Bagaimana dengan menerapkan social distancing?

Konsep social distancing pertama kali disuarakan oleh akademisi dari FKUI, Dokter Panji Hadisoemarto, M.P.H, lulusan Harvard T.H.Chan School of Public Health dan Dosen Departemen Kesehatan Publik. Menurutnya yang diperlukan oleh pemerintah Indonesia saat ini bukanlah lockdown, namun cukup dengan melakukan sosial distancing.

Apa itu social distancing?

Mengutip kompas.com, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan mendefinisikan jarak sosial atau social distancing sebagai tetap berada di luar perkumpulan, menghindari pertemuan massal, dan menjaga jarak dari orang lain jika memungkinkan. Jarak yang dianjurkan adalah 2 meter.

Konsep ini sudah diterapkan oleh beberapa negara, misalnya saja Amerika yang mengurangi kapasitas penonton dibioskop sebesar 50 persen di setiap auditorium. Akibatnya ada ruang kosong disetiap kursi.  

Kemudian memberikan layanan order delivery pada setiap restoran dan layanan antar jemput ditepi jalan. Tidak lupa mereka juga menyediakan handsanitizer dan penyemperotan disinfektan di semua tempat-tempat umum mereka.

Lalu bagaiman dengan KLB?

Kejadian Luar Biasa atau KLB adalah suatu kondisi dimana ditetapkannya wabah suatu penyakit pada suatu daerah yang perlu diperhatikan bersama. Selain Solo, Banten juga sudah menetapkan wabah corona ke dalam KLB.

Penerapan KLB sebenarnya sangat ditentukan oleh kebijakan daerahnya masing-masing namun tetap berkoordinasi dengan beberapa pihak yang masih koheren, misalnya BNPB.

Salah satu contoh yang dilakukan ketika menerapkan KLB adalah meliburkan sekolah. Kondisi ini untuk memudahkan pencegahan virus corona serta memberi rasa aman pada warganya tanpa harus kuatir tertular corona.

Selain sekolah, KLB juga memantik semua masyarakat agar lebih concern lagi menjaga kesehatan diri dan keluarganya. Tenaga-tenaga kesehatan pun diharap bisa menjadi pion utama untuk memutus penyebaran corona di masyarakat dan siap sedia melayani jika saja ada aduan dan laporan dari warga.

Dari ketiga konsep ini, sesungguhnya semuanya memiliki untung dan rugi. Namun untung dan rugi tak ada artinya jika dibandingkan dengan harga nyawa manusia. Baik memberlakukan lockdown, social distancing maupun KLB, pemerintah pusat maupun daerah semoga juga bisa semakin solid dan satu komando untuk memberantas virus corona yang sudah mengancam negara dan rakyat.

Rakyat dibawah juga harus yakin dan percaya bahwa tidak mungkin pemerintah menggadaikan nyawa rakyatnya dengan sebuah virus. Optimisme dan tanpa rakut adalah salah satu cara agar kekompakan untuk memerangi corona bisa berjalan sukses.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun