Disuatu sore, yang indah. Ibu menyuruhku membeli obat di warung dekat rumah."
Me : mama mau dibeliin obat apa??
Mama : yg bungkusaannya kayak gini yah nak.
Me: Oke ma. Duitnyaa.. Ehehe
Langkah kaki tetap berayun menuju warung. Sampai dan kuberi salam kepada bapak tua itu
Me: pak,, salamualikumm..
Pak : salaam. Mo carii apaa lu beduuu??
Me : cari obat yg kayak gini pak. Tanganku menyerahkan bungkusan obat yang lecek seraya bertanya, Adaa nggak pak?
Pak : adaa.. Sbar yah. Ini duu obatnyaa. Buat siapaa du??
Me : buat mama pak. Makasih yah pak.
Pak : oke duu. Sama sama
Apa yang pembaca dapat dari sepenggal kisah ini? Apakah pembaca, mungkin bukan sekarang, dimasa lampau pernah melakukannya??
Tahan jawaban anda. Mari kita uraai.
Seuntai cerita hidup diatas, bukanlah hal yang baru. Dulu, saya dan mungkin juga beberapa pembaca, kita pernah melakukan hal yang sama. Yaah apa ituu??
Kita kurang mawas diri mengenai obat.
Memang obat itu apa sih?? Kan obat kalau dijual brrti udah aman dong dikonsumsi?? Hiyaaakannn???
Yah. Anggapan diatas tak bisa kita sebut salah. Karena sejatinya. Masyarakat pada umumnya memang kurang mawas diri dan minim informasi mengenai obat.
Pertanyaan yang kemudiaan timbul adalah sudah seberapa paham kah kita mengenai obat?
Obat adalah bahan atau paduan bahan (kimia sintetik atau bahan alam) yang berfungsi untuk memulihkan keadaan seseorang, menyembuhkan, mengurangi rasa sakit, mencegah penyakit dan memelihara kesehatan tubuh. Jadi, secara garis besar obat bukan komoditi atau barang yang main main. Obat digunkan dan dikonsumsi oleh tubuh. Mengalami serangkaian proses yang panjang kadang juga beberapa obat membutuhkan waktu yang cepat diserap oleh tubuh sehingga menimbulkan sebuah efek atau pengaruh.
Dewasa ini, masyarakat kita dalam kategori yang KURANG CERMAT dalam memahami arti penting obat. Obat bak permen atau cemilan yang bisa kita peroleh dimana saja, konsumsi kapan saja dan kita buang sesuka hati kita. Ini adalah salah satu bentuk penyimpangan dari sebuah pehaman yang salah dan kurang. Alhasil penggunaan obat dimasyarakat bebas dan tidak mengikuti kaidah kelimuaan yang sepatutnya harus dilakukan. Jadi sebagai masyarakat awam dan golongan masyarakat abangan yang belum memahami obat perlu dan disarankan untuk dapat menggunakan obat secara rasional. Kita harus paham dan awas sebelum menengguk obat.
Penggunaan obat secara rasional dalam kaidah praktik kefarmasian klinis mengikuti aspek 7 T. Yang dimaksud dari 7 T yaitu Tepat diagnosis, Tepat Indikasi, Tepat Penggunaan, Tepat cara pemberian, Tepat dosis , Tepat Interval waktu pemberian, Tepat Lama Pemberian. Ketujuh aspek ini diharapkan mampu mengilhami masyarakat sewaktu mendapatkan obat. Dari sisi ini masyarakat harus mampu dan tahu dalam mendapatkan hak nya ketika mendapatkan obat. Dari ke 7 unsur ini, mana yang belum dan sudah kita lakukan sahabat pembaca??? Adakah kita sama sekali acuh dan abai mengenai aspek ini?? Atau terlalu teoritis hingga kita malah tersesat dalam sebuah kesesatan makna??
Kembali lagi kepercakapan diatas, Beddu yang disuruh ibunya membeli obat diwarung dengan contoh bungkusan yang berwarna demikiaan. Beddu dengan polosnya mengiyakan dan melakukannya. Apakah beddu salah?? Lalu bagaimana dengan sang penjual. Menurut anda apakah warung dan sang penjual memiliki kompetensi dan layak dalam menjual dan memberikan penjelasan tentang obat??
Bagaimana jika obat yang diberikan oleh sang penjual ternyata obat palsu? Apakah itu tidak berbahaya bagi ibu beddu?? Tentu itu mengancam kesehatan ibu beddu. Bukannya malah sehat, ternyata malah menambah masalah baru.
Hal hal kecil diatas tentunya kita tidak harapkan untuk terjadi. Tentunya kita ingin menempatkan kesehatan sebagai hal paling prioritas kehidupan kita. Tak ingin hal itu terjadi, solusinya adalah dengan DAGUSIBU. Apa itu DAGUSIBU?