Mohon tunggu...
Ari Sony
Ari Sony Mohon Tunggu... Administrasi - Bung Arson, Pengamat dan Pemerhati Olahraga Khususnya Sepakbola

Olahraga adalah nadi yang harus selalu digerakkan, dan ketika menulis topik lainnya harus sesuai dengan sudut pandang sendiri dan pemikiran yang matang

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Mancini, Shin Tae-yong, PSSI, dan Solusi Timnas untuk Mengakhiri Puasa Gelar

16 Juli 2021   11:12 Diperbarui: 17 Juli 2021   07:31 2441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Italia baru saja meraih gelar juara Euro 2020, setelah di final mengalahkan Inggris melalui drama adu penalti dengan skor 3-2, setelah sebelumnya hingga babak perpanjangan waktu 120 menit, kedua tim bermain dengan skor imbang 1-1.

Keberhasilan Italia menjadi Juara Euro 2020, sekaligus memutus puasa gelar juara yang sudah dinantikan selama 53 tahun. Terakhir, skuad Italia menjadi Juara Piala Eropa di tahun 1968.

Siapa aktor utama, di balik berhasilnya Italia merengkuh trofi Juara Euro 2020 ini, siapa lagi kalau bukan Pelatih mereka, Yaitu Roberto Mancini. Ya, sejak Mancini ditunjuk oleh Presiden FICC (Federasi Sepakbola Italia), Mancini membawa angin perubahan yang berani mendobrak kemapanan cara tim Italia bermain dilaga Internasional.

Trademark catenaccio ia tinggalkan, untuk diganti dengan taktik sepakbola menyerang. Cara bermain, yang Mancini tampilkan bersama tim Italia selama Euro 2020 membuat fans sepakbola seluruh dunia merasa terhibur. Sehingga sejak memasuki fase knock-out, tim Italia mulai digadang-gadang sebagai calon kuat Juara Euro 2020.

Uniknya, Mancini membawa Italia menjadi kampiun Euro 2020 tanpa ada pemain yang berlabel bintang. Sangat kontras jika dibandingkan dengan skuad asuhan pelatih Marcelo Lippi, ketika membawa Italia Juara Piala Dunia 2006.

Di mana banyak pemain bintang yang menghiasi skuad Marcelo Lippi seperti, Gianluigi Buffon, Fabio Cannavaro, Alessandro Nesta, Marco Materazzi, Gianluca Zambrotta, Gennaro Gattuso, Francesco Totti, Mauro Camoranesi, Andrea Pirlo, Alessandro Del Piero, Luca Toni, Alberto Gilardino, dan Filippo Inzaghi.

Mancini mampu meramu dan meracik tim serta memadukan semua pemain. Hampir Sebagian besar pemain, telah dimainkan oleh Mancini selama Euro 2020. Sehingga Mancini tidak kesulitan, melakukan rotasi pergantian pemain ketika Italia bermain buntu. 

(Foto: Getty Images/Claudio Villa)
(Foto: Getty Images/Claudio Villa)

Seperti yang telah Mancini tunjukkan saat bermain melawan Austria di babak 16 besar dan Inggris di babak final, bahwa setiap pemain pengganti yang Mancini masukkan, selalu membawa pengaruh positif ke dalam permainan tim.

Selain faktor jeniusnya seorang Mancini, ada faktor "lucky" atau keberuntungan yang selalu Mancini bawa, mungkin bisa jadi ini sebuah "hoki' bagi Mancini, yaitu ia ditakdirkan sebagai pemain atau pelatih yang dapat memutus puasa gelar juara bagi tim yang ia bela.

Mancini saat masih bermain, memutus puasa gelar bagi tim Sampdoria ketika ia Bersama Gianluca Vialli membawa "il samp", juara Serie-A Liga Italia musim 1990/1991. Mancini memutus puasa gelar bagi Sampdoria selama 45 tahun.

Kemudian di musim 1999/2000, Mancini berhasil membawa Lazio Juara Serie-A setelah di pekan terakhir mengkudeta posisi Juventus di puncak klasemen, dengan selisih 1 poin. Gelar juara yang diraih oleh Lazio ini, memutus puasa gelar selama 26 tahun. 

Uniknya, selama 20 pertandingan yang ia mainkan di musim 1999/2000 saat Lazio berhasil Juara, Mancini tidak menciptakan gol sama sekali. Benar-benar membawa "hoki" Mancini, bagi skuad asuhan Sven-Goran Eriksson.

Keberuntungan berikutnya Mancini, saat mengarsiteki Inter Milan. Tahun 2004 Mancini, mulai membesut tim milik Masimmo Moratti. Di Musim kedua, 2005/2006 Mancini mendapatkan durian runtuh karena Juara dan Runner up Serie-A musim itu, yaitu Juventus dan AC Milan tersandung kasus Calciopoli. Sehingga Mancini, ketiban untung saat Inter Milan diputuskan sebagai Juara Musim 2005/2006, karena saat itu Inter Milan berada di posisi ketiga.

Gelar juara musim 2005/2006 yang didapatkan Mancini memutus puasa gelar Inter Milan selama 17 tahun. Kemudian Mancini, menambah dua gelar juara Serie-A berturut-turut bagi Inter Milan di musim 2006/2007 dan 2007/2008.

Setelah tidak melatih Inter Milan, Mancini melanjutkan peruntungannya dengan melatih Manchester City di tahun 2009. Manchester City dibawanya menjadi Juara Liga Inggris Musim 2011/2012, setelah secara dramatis menyingkirkan Manchester United di pekan terakhir. Gelar juara bagi Manchester City ini, memutus puasa gelar selama 44 tahun.

Nasib sama sekarang sedang dialami oleh timnas Indonesia, dimana terakhir timnas Indonesia mendapatkan gelar mayor, saat memperoleh medali emas di Sea Games 1991, Manila. Sudah 30 tahun, timnas Indonesia tidak merasakan nikmat gelar juara.

Sejak saat itu, timnas Indonesia hanya sering mendapatkan label spesialis runner up, baik di ajang Sea Games maupun Piala AFF. Di Sea Games Indonesia mendapatkan medali perak sebanyak 4 kali, yaitu di Sea Games 1997, Sea Games 2011, Sea Games 2013 dan terakhir Sea Games 2019.

Sementara gelar Runner up, di ajang Piala AFF timnas Indonesia dapatkan sebanyak 5 kali, yaitu di Piala AFF 2000, Piala AFF 2002, Piala AFF 2004, Piala AFF 2010, Piala AFF 2016.

Apesnya timnas Indonesia, di laga Internasional apakah karena ada "karma" dibalik nekadnya Indonesia berani bermain sepakbola gajah saat bertemu Thailand di pertandingan terakhir penyisihan grup Piala AFF 1998.

Indonesia dan Thailand saat itu sama-sama, ingin menghindari Vietnam di laga semifinal. Sebagai tuan rumah saat itu, Vietnam dinilai tampil menakutkan dan menghalalkan segala cara agar Juara di rumah sendiri.

Tanpa pikir Panjang, saat itu Mursyid Effendi menceploskan bola ke gawang sendiri. Sehingga Indonesia kalah dari Thailand dengan skor 2-3. Apakah ini ada sebuah instruksi khusus untuk mengalah dari Thailand demi menghindari Vietnam, entahlah tapi hingga saat ini tabir gelap sepakbola gajah tersebut tidak terungkap secara jelas.

Sejak kejadian di tahun 1998 itu, hingga saat ini timnas Indonesia seperti kesulitan untuk meraih gelar juara, semacam ada "karma" atau "kutukan" bagi prestasi timnas Indonesia.

Berbagai cara telah dilakukan oleh PSSI untuk memperbaiki prestasi timnas Indonesia, salah satunya dengan merekrut pelatih asing yang sudah punya pengalaman seperti Henk Wullems, Peter White, Ivan Kolev, Alfred Riedl, hingga Luis Milla. Namun hasilnya masih sama, yaitu gagal mengangkat prestasi timnas Juara di kompetisi mayor.

(Dok. PSSI)
(Dok. PSSI)

Saat ini timnas Indonesia sedang dilatih oleh salah satu pelatih top asia, yaitu Shin Tae-yong. Bersama coach Shin, timnas Indonesia sedang merajut asa yang Bernama "optimisme". Akibat adanya pandemi covid-19, kita belum dapat menilai sejauh mana tangan dingin seorang Shin Tae-yong dapat membawa angin perubahan bagi perkembangan sepakbola Indonesia.

Hasil 3 laga resmi di Kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia, belum dapat dijadikan patokan. Karena coach Shin masih butuh waktu untuk memperbaiki, semua kekurangan yang selama ini menjadi kendala timnas Indonesia. Mulai dari, fisik pemain, pola makan pemain, taktik bermain, dll.

Tugas berat menanti Coach Shin, untuk membawa timnas Indonesia lolos ke Piala Asia 2023, Membawa Pulang Medali Emas Sea Games, menjadi Juara Piala AFF untuk pertama kalinya dan membawa timnas Indonesia melangkah lebih jauh di Piala Dunia U-20 2023 saat Indonesia menjadi tuan rumah.

Sebenarnya harapan publik sepakbola Indonesia, yang Coach Shin pikul bebannya tidaklah berat. Cukup salah satu dari gelar ini saja, sudah cukup untuk memberikan dahaga gelar yang selama ini kita rindukan, yaitu meraih medali Sea Games atau Juara Piala AFF.

Buat PSSI, tidak perlu untuk buru-buru memecat, Shin Tae-yong apapun hasil prestasi yang akan ia raih. Berilah Shin Tae-yong kesempatan hingga kontrak ia berakhir bersama timnas. Jika prestasi yang ia tunjukkan bagus, sesuai dengan ekspektasi publik. Silahkan PSSI memperpanjang kontrak coach Shin, dengan durasi kontrak jangka panjang.

Namun, jika Coach Shin gagal selama di jangka waktu kontrak tersebut, PSSI disarankan untuk berani melakukan gebrakan dengan merekrut Roberto Mancini, karena ia telah berhasil meraih gelar juara Euro 2020 bersama tim Italia tanpa ada pemain berlabel bintang.

Kemudian, Mancini juga punya spesialisasi sebagai pelatih yang mampu memutus puasa gelar bagi tim yang ia bela atau dilatihnya. Hal ini sangat cocok dengan apa yang sedang dirasakan oleh timnas Indonesia, yaitu puasa gelar selama 30 tahun.

Pasti akan ada kendala masalah gaji, Karena saat dilatih oleh Luis Milla yang berstatus sebagai pelatih Juara Piala Eropa Junior, gaji Milla sering tertunggak. Apalagi membayar gaji pelatih yang membawa gelar juara Piala Eropa Senior, pasti gajinya lebih gede daripada Luis Milla.

Selain itu, apakah Mancini sendiri mau menerima pinangan kontrak untuk melatih timnas Indonesia dengan segala kekurangan sumber daya yang ada?

Apapun itu, boleh lah kita bermimpi punya pelatih top dunia yang punya kharisma dan karakter seperti Roberto Mancini.

Salam Rindu buat PSSI, kami merindukan prestasi timnas Indonesia diajang mayor.

Salam Bung Arson.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun