Mohon tunggu...
Himawan Yusuf W.
Himawan Yusuf W. Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik

MENYIKAPI JOKOWI "NYAPRES"

15 Maret 2014   05:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:55 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ini adalah hari Jumat. Hari dimana kita mengira akan berlalu seperti biasa. Tanpa ada pertanda hujan deras di Jakarta seperti beberapa hari belakangan. Namun siapa mengira hari ini akan menjadi hari yang "besar" dengan diumumkannya Pak Jokowi mewakili "partai merah" menuju pemilu presiden. Melalu tulisan ini, saya ingin mengajak pembaca untuk menyikapi pencalonan beliau agar kita tidak cepat skeptis dan optimis yang berlebihan sehingga  pada saat pemilu nanti benar-benar dapat memilih pemimpin yang menurut kita baik, amin.

Ketika ada berita Jokowi maju pemilu tidak sedikit pihak (termasuk saya sebagai warga Jakarta) yang kecewa lantaran tugasnya di Jakarta belum selesai selama satu periode. Jika ada yang mengatakan "Lah, waktu mencalonakan diri jadi Gubernur Jakarta beliau juga masih jadi Walikota Solo tidak masalah tuh". Memang benar, tetapi waktu itu beliau sudah memasuki periode kedua atau dengan kata lain telah menyelesaikan satu periode masa jabatannya.

Sebelum itu, sebagai pertimbangan untuk para pembaca, dalam jabatan ketatanegaraan ada 2 tipe, yaitu jabatan politik dan non-politik (sumber ja* tv). Jabatan politik adalah jabatan yang mobilisasinya tidak perlu meletakkan jabatan terlebih dahulu, asalkan ada kendaraan parpol serta pendukungnya, contoh: Gubernur A ke Gubernur B, Gubernur ke Presiden, dll. Sedangkan jabatan non-politik ialah jabatan yang mobilisasinya harus meletakkan jabatan terlebih dahulu, contoh: Ketua MK ke Presiden.

Setelah mengetahui hal tersebut, berarti pencalonan Jokowi itu diperbolehkan? Tentu dan ini sah! Hanya saja, yang dituntut dari beberapa warga (khususnya dari Jakarta) adalah bagaimana tanggung jawab moral sebagai pemimpin dalam memenuhi kewajibannya selama (minimal) satu periode kepemimpinannya.

Tapi jangan salah dulu, saya mengatakan demikian bukan karena kontra Jokowi jadi presiden. Jujur saja sebelum beliau maju saya bingung mau pilih siapa, bukan karena calonnya bagus-bagus, melainkan terlalu banyak iklan-iklan dengan janji manis yang membuat saya muak, belum lagi track record yang dari TNI itu tidaklah bagus. Jadi, dengan adanya Jokowi di bursa capres menjadi opsi tambahan tersendiri untuk memilih seorang pemimpin bangsa. Saya pun juga sangat menantikan bagaimana Indonesia nanti dibawah kepresidenan Jokowi yang kita tahu sendiri gaya dan tingkah lakunya "berbeda" dari pejabat lainnya.

Efek dari pencalonan Jokowi pun langsung terasa, meskipun sifatnya jangka pendek, seperti naiknya elektabilitas partai merah sampai pengaruh positifnya terhadap pasar modal. Untuk pasar modal itu sendiri, bisa diartikan bahwa investor dalam maupun luar memiliki kepercayaan akan kepresidenan Jokowi khususnya dalam bidang ekonomi, tapi sekali lagi ini hanya jangka pendek saja.

Untuk partai merah sendiri, mungkin jika pertimbangan mereka pemilu tahun ini strategi pencalonan Jokowi adalah pilihan tepat, tapi bukan berarti menunggu masa jabatan gubernur selesai adalah pilihan yang salah. Karena tidak sedikit warga terpelajar di Jakarta akan memberikan respek yang tinggi jika partai merah "membiarkan" Jokowi tetap mengurus Jakarta, ini bisa memberi asumsi bahwa partai merah "tidak nafsu" kekuasaan.

Menarik untuk dilihat ke depannya nanti adalah siapa yang akan mendampingi Jokowi sebagai wakil presiden dan Ahok sebagai wakil gubernur. Karena kita telah mengenal pasangan ini sebagai satu paket yang seirama dan sejalan, meskipun terjadi gesekan kecil. Jika diumpamakan dalam mitodologi Asia Timur (entah Jepang atau Cina) mereka ini ibarat Ying dan Yang. Dengan Jokowi Yang (sisi putih) melalui perangaiannya yang lembut, ramah tapi tegas dan keras di dalamnya bersama Ahok Ying (sisi hitam) melalui cara bicaranya yang keras, cenderung kasar, dan to the pont, tapi lembut di dalamnya. Inilah satu paket yang memiliki dua sisi berbeda tetapi saling melengkapi. Permasalahannya, bisakah dari pihak partai merah dan partai berlambang garuda tersebut yang notabene bersaing di pemilu presiden, untuk memilih wakil gubernur, ini patut dinantikan.

Demikian tulisan ini saya buat, untuk mengajak pembaca menyikapi pencalonan Jokowi ini dengan sikap yang baik. Selain itu, ini menjadi kesempatan saya selaku citizen untuk mencurahkan pikiran terkait dengan salah satu kehebohan di tahun politik ini. Tulisan ini semata-mata untuk menyadarkan kita untuk memilih pemimpin yang "terbaik dari yang terburuk, meskipun semuanya buruk". Karena seburuk-buruknya dari yang terburuk ialah membiarkan diri kita golput sehingga memberi celah terpakainya suara "kosong" dan membiarkan calon yang buruk menjadi pemimpin bangsa ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun