"Oooh, ya? Waaah aku benar-benar pangling, bukan lupa. Kamu yang dulu centil bandel telah berubah banget," sungguh gadis remaja sederhana itu sekarang telah menjadi wanita yang memesona meski usianya sudah tidak muda lagi.
Tiga puluh dua tahun kita tidak pernah jumpa ya pak, sejak kami lulus dari sekolah ini," aku tidak terlalu memperhatikan ucapan Rina lagi karena pandanganku sibuk mengamati semua siswi alumni yang hadir.
"Bapak pasti mencari Evelyn, ya?', colekan Rina mengagetkan aku.
"Ya...ya..", aku sedikit tergagap.
"Apakah dia akan datang juga?", Â tanyaku dengan penuh harap.
"Mohon maaf jika membuat bapak merasa berduka. Evelyn belum lama meninggal dunia, sekitar tujuh bulan yang lalu." penjelasan Rina benar-benar membuat aku tergugu terkejut.
"Dia terakhir menjadi dokter gigi dan tinggal di Jakarta, sudah dikaruniai dua anak perempuan yang sekarang masih sekolah di SMA dan SMP . Kanker ganas yang dideritanya beberapa tahun telah merenggut nyawanya." Â ucapan Rina seolah tak mampu kucerna lagi.
Evelyn yang belum sempat aku jumpai lagi semenjak dia lulus dari sekolah itu telah berpulang ke pangkuan Bapa di Surga. Â Air mata tertahan namun aku tidak bisa menyembunyikan kesedihanku.
Acara reuni yang mestinya menjadi momen pertemuan yang berkesan dan membahagiakan berubah menjadi kegundahan dan kedukaan yang dalam di hatiku.
"I can't fight this feeling anymore, aku tak mampu melawan perasaan ini lagi," gumamku lirih nyaris tak terdengar. Â Kaset cinta dan surat-surat Evelyn yang masih kusimpan sampai kini menjadi kenangan abadi.
***