Angka 3.266 mungkin adalah nominal yang sedikit jika itu menyangkut uang. Namun jika itu menyangkut peraturan daerah yang bermasalah, cuma ada satu kata yang tepat untuk kondisi tersebut, “wowwww”. Mengapa bisa sebanyak itu? Mulai kapan Perda bermasalah tersebut ada? Lalu bagaimana caranya Pemerintah membatalkan tersebut? Seberapa meresahkan dan merugikannya perda-perda tersebut bagi Indonesia?
Mungkin masih banyak lagi pertanyaan lain yang terlintas dalam pikiran Anda. Pertanyaan-pertanyaan yang sama juga terlintas dalam pikiran saya saat mengikuti Diskusi Publik yang bertajuk “Meninjau Perda Inkonstitusional, Mewujudkan Tata Kelola Pemerintah yang Baik. Diskusi publik tersebut diadakan oleh Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa (FA PPMI) pada tanggal 5 Juni 2016 di Restoran Bumbu Desa Cikini. Hadir dalam acara diskusi tersebut lima orang pembicara, Bapak Widodo Sigit Pudjianto selaku Kepala Biro Hukum Kementrian Dalam Negeri, Gautama Adi selaku Research Analyst, Robert Endi Jaweng selaku Direktur Ekskusif KPPOD Jakarta, Arteria Dahlan, dan Supratman Adi.
Dalam menyikapi Perda masalah tersebut, Pemerintah melalui Presiden Jokowi telah meminta Kemendagri untuk menghapuskan 3.000-an Perda bermasalah dengan batas waktu hingga akhir bulan Juli 2016. Dengan demikian, Kemendagri Cuma memiliki waktu dua bulan untuk membatalkan perda-perda yang menghambat investasi dan pembangunan, perda-perda yang diiduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya, menghambat perizinan, dan membebankan berbagai tarif kepada masyarakat. Perda-perda bermasalah itu berlawanan dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah, daya saing, efektivitas, dan kesejahteraan rakyat.
Kejar-Mengejar Waktu
Adanya 3.266 perda bermasalah tersebut harus segera disikapi. Pemerintah harus segera mengkaji dan membatalkan perda tersebut. Perda-perda tersebut menyulitkan serta menghambat pengambilan keputusan. Apalagi saat ini kompetisi antar-negara semakin sengit seiring dengan dibukanya Masyarakat Ekonomi Asean. Kesejahtraan masyarakat juga dipengaruhi oleh sehatnya pertumbuhan usaha. Perkembangan investasi membutuhkan penyederhanaan prosedur perizinan meliputi prosedur yang mudah, layanan yang efisien, cepat, dan sederhana.
Persoalannya saat ini masih ada ketidakserasian antara peraturan pemerintah dan perda. Kondisi diperparah dengan prosedur perizinan yang rumit dan panjang. Bahkan perda-perda bermasalah juga mengindikasikan adanya penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat pemerintah daerah. Jika tetap dibiarkan, perda-perda tersebut akan menurunkan iklim investasi dan tingkat kepercayaan pasar. Perda adalah acuan utama setiap investor saat akan mengucurkan investasinya.
Waktu dua bulan bukanlah waktu yang panjang, apalagi dengan pekerjaan rumah yang jumlahnya begitu banyak. Kemendagri sudah menginstruksikan kepada para gubernur untuk wajib menyampaikan perda provinsi dan peraturan gubernur yang bermasalah kepada Menteri paling lama tujuh hari setelah ditetapkan. Jika gubernur tidak melaksanakanya, gubernur akan diberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis dari Menteri.
Bupati dan walikota juga wajib menyampaikan perda kabupaten atau kota dan peraturan bupati atau walikota kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat paling lama tujuh hari setelah ditetapkan. Sanksi yang sama akan diberikan jika bupati atau walikota tidak melakukan hal-hal tersebut.
Semoga Kemendagri dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut tepat pada waktunya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H