Rhenald Kasali, Guru Besar Universitas Indonesia, dalam bukunya yang berjudul Self Driving (2015) membedakan dua jenis orang. Sebagai Driver atau Passanger. Dalam buku tersebut, beliau memberikan contoh-contoh konkrit baik berupa pengalaman-pengalaman langsung dari hasil observasi ataupun dari literatur tentang orang-orang dengan dua karakter yang bertolak belakang. Beberapa tokoh disebut sebagai Driver ketika mampu membawa perubahan-perubahan fundamental dengan beragam harga yang harus dibayar. Salah satu tokoh yang disebut adalah Gus Dur, Presiden ke empat Indonesia. Tokoh yang bernama lengkap Abdurrahman Wahid dilukiskan sebagai tokoh yang berani merombak dan melakukan hal-hal yang sangat besar yang belum pernah dilakukan oleh Presiden sebelumnya. Misalnya, mengakui hari besar Cina dan menetapkannya sebagai hari libur nasional, menutup Kementerian yang dianggap sarang korupsi dan lain sebagainya. Ada sembilan hal besar yang dilakukan oleh Gus Dur yang dituliskan dalam buku tersebut, jauh lebih banyak dari apa yang dilakukan oleh SBY yang hanya melakukan dua hal besar. Padahal, SBY memerintah selama 10 tahun sementara Gus Dur hanya satu tahun.
Tidaklah mudah untuk melakukan hal yang fundamental, diperlukan sebuah keberanian dan didasari oleh semangat untuk kepentingan banyak orang. Tokoh lain yang disebutkan adalah Jusuf Kalla. Rekonsiliasi konflik Poso, Aceh adalah beberapa hal besar yang dilakukan. Termasuk merealisasikan pembangunan bandara Kualanamu Medan yang megah yang sebenarnya sudah dirancang belasan tahun sebelumnya tetapi tidak ada yang berani melakukan eksekusi. Aksi dan terobosan Jusf Kalla sebagai wakil Presiden saat ini tetap ditunggu. Jargonnya makin cepat makin baik harus diterjemahkan dalam tataran implementasi di tingkat lapangan.
Bagaimana dengan Jokowi? Karakter sebagai Driver mampu ditunjukkan dengan baik saat Jokowi menjabat sebagai Walikota Solo mapuan saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Penataan Pasar Tanah Abang, reklamasi waduk Pluit adalah dua diantara hal besar yang dilakukan selain lelang jabatan dan e-procurment. Sebagai Presiden? Apakah Jokowi telah menunjukkan karakter sebagai seorang Driver? Tampaknya tidak. Jokowi lebih banyak dikontrol oleh banyak kepentingan. Jokowi tersandra oleh kultus individu dengan mengaggungkan Soekarno dan telah dipersepsikan sebagai penerus Presiden pertama Indonesia. Gerakannya sangat lambat dan tidak tahu lagi arah yang harus ditempuhnya.
Pemerintahan Jokowi sangat labil dan rentan digoyang dengan beragam isu. Ketidakpercayaan diri untuk mengangkat pejabat negara, kegaduhan dan ketidaksinkronan koordinasi dan komunikasi di dalam internal pembantunya menimbulkan ketidakpercayaan publik.
Bukti konkrit dari ketidakberdayaan Jokowi adalah melemahnya rupiah jatuh sampaik 15 % dibandingkan nilai rupiah di awal tahun 2015. Memang belum sampai 75 % seperti krisis tahun 1997-1998 yang lalu, tetapi bisa jadi kondisi yang sekarang akan mengarah pada situasi yang serupa. Perombakan Menko yang dilakukan tidak memberi dampak apapun. Paket kebijakan besar-besaran yang akan diluncurkan minggu depan, belum tentu menjawab persoalan dan memperkuat nilai rupiah.
Dengan kondisi tersebut, akankah kemudi yang dipegangnya akan diserahkan kepada Jusuf Kalla?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H