Hiruk-pikuk Pilpres 2019 sudah terasa. Suasananya mulai merambat ketika Partai Gerindra meresmikan Prabowo Subianto sebagai Capres dalam arena Rakornas. Meski terpotong jeda hiruk-pikuk Lebaran dan perhelatan Piala Dunia 2018 di Rusia.
Kembali ke keramaian Pilpres setelah Prabowo resmi diusung Partai Gerindra. Partai lain yang pertama kali menyatakan diri berkoalisi adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan langsung mengajukan sejumlah kadernya untuk berpasangan sebagai cawapres. Ada Ahmad Heryawan, Hidayat Nur Wahid, Anis Matta, Irwan Prayitno, Sohibul Iman, Salim Segaf Al Jufrie, Tifatul Sembiring, Al Muzammil Yusuf dan Mardani Ali Sera. Ini yang dari PKS. Di luar PKS figur yang menjadi pembahasan adalah Anies Baswedan, Tuan Guru Bajang, bahkan nama Cak Imin juga disebut-sebut.
Belakangan PKS dan Partai Amanat Nasional (PAN) berseteru soal cawapres Prabowo. PAN juga menginginkan kadernya masuk bursa. Perang urat syarat terjadi antara keduanya. Muncul kesan, koalisi ini belum permanen, masih bisa berubah. PKS ngotot jika ingin berkoalisi, maka Gerindra harus mengambil kadernya sebagai cawapres. Tidak demikian halnya dengan PAN yang menganggap belum ada kesepakatan soal figur siapa yang diajukan.
Selaku orang awam saya melihat masih terbuka lebar pertarungan Pilpres nanti ada tiga poros. Sinyalemen tiga poros ini melihat permainan politik Partai Demokrat yang gencar mempromosikan "Putra Mahkota" Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Ditambah lagi Cak Imin, sang Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang belum mendapat kepastian dari Jokowi, apakah dirinya bisa jadi cawapres. Kerap kali Cak Imin mengumbar pernyataan "sedikit mengancam" bahwa Jokowi akan kalah jika tidak menjadikannya cawapres. Ia juga sering melontarkan pernyataan lain kalau dirinya juga siap disandingkan dengan capres lain.
Poros ketiga itu sangat dimungkinkan merupakan koalisi Demokrat, PAN dan PKB. Selain nama AHY, muncul figur internal seperti Chairul Tanjung (CT) dan Tuan Guru Bajang (TGB).
Sementara Jokowi, hari ini masih terus menimang-nimang, siapa cawapres dirinya. Agak ribet karena beberapa koalisi parpol yang mendukungnya secara politik menginginkan posisi cawapres. Partai Golkar misalnya mengusulkan Airlangga Hartarto, Partai Persatuan Pembangunan (PPP mengajukan Muhammad Romahurmuziy. PKB lagi-lagi tergantung keputusan Jokowi.
Ada dua atau tiga poros dalam pilpres mendatang, tergantung hasil "kompromi politik" Jokowi dengan koalisi parpol pendukung, dan tawaran Demokrat-PKB apakah figur yang diusulkannya diterima sebagai cawapres.
Munculnya Gatot Membuat Prabowo Gamang
Meski sempat meredup setelah pensiun sebagai TNI, nama Gatot Nurmantyo (GN), mantan Panglima TNI kembali mewarnai bursa capres-cawapres. Namanya kerap kali menjadi pemberitaan media massa. GN seringkali juga disebut-sebut oleh para politisi PKS dan PAN. Jangan-jangan pecah kongsinya Gerindra-PKS-PAN lantaran dua partai tersebut, lebih memilih GN ketimbang Prabowo sebagai capres, entahlah... kita lihat saja akhir ceritanya nanti.
Pilpres mendatang adalah ajang "perang bintang." Ada Prabowo, ada GN. Bagaimana dengan Jokowi? Mau tidak mau, pekerjaan berat Jokowi adalah mengkompromikan figur cawapresnya, itupun seandainya dari kalangan militer guna mengimbangi serta masuk zona pertarungan "perang bintang." Hal ini harus dibicarakan utuh bersama koalisi parpol pendukung.