[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="sumber: bismania.com"][/caption]
Teman saya dalam salah satu perbincangan sempat mempertanyakan apakah busway bisa menjadi solusi untuk mengurangi kemacetan di Jakarta ini? Sebuah pertanyaan sederhana dari seorang warga yang sudah nyaris frustasi menghadapi kemacetan yang setiap hari harus dihadapi di Jakarta, ibukota negeri bernama Indonesia.
Sebagai seseorang yang pernah di bangku kuliah teknik sipil bidang transportasi, saya sebenarnya sangat optimis busway bisa menjadi solusi untuk mengurangi kemacetan di Jakarta, dengan catatan pelaksanaannya harus dilakukan dengan sangat serious dan didukung perencanaan yang matang.
Busway secara konsep sebenarnya sudah sangat tepat karena merupakan moda transportasi masal sebagaimana MRT dan kereta api. Namun dari sisi biaya, investasinya jauh lebih sedikit dibandingkan apabila kita harus membuat/membangun prasarana bagi kereta api atau MRT seperti jaringan terowongan atau jembatan layang, karena jalur busway cukup menggunakan jalur jalan raya yang sudah ada dengan tambahan pembuatan halte dan trotoar pemisah serta perkuatan badan jalan.
Disisi lain, kondisi jaringan jalan di Jakarta yang cenderung semrawut karena dibangun tanpa pola perencanaan yang jelas pada masa lalu, justru membuat busway menjadi ideal karena jaringannya dapat dibuat sebanyak mungkin dengan titik singgung antara jalur satu dengan jalur lain bisa diadakan dibanyak tempat.
Pada implementasinya, jalur busway dapat dibagi menjadi 3 (tiga) seksi atau koridor:
1.Koridor Utama (KU)
Koridor utama akan menghubungkan satu titik wilayah dengan titik wilayah lainnya, contohnya adalah Koridor 1 yang menghubungkan Blok M - Kota, atau Koridor 9 Pinang Ranti - Pluit.
2.Koridor Melingkar (KM)
Koridor melingkar akan menghubungkan route/jalur antara satu koridor dengan koridor lainnya.
Ilustrasi dibawah ini hanya sebagai contoh:
a.LOOP KEBAYORAN BARU – PONDOK INDAH
Akan menghubungkan koridor 8 (Lebak Bulus – Harmoni) dengan Koridor 1 (Blok M – Kota), dimana busway KM akan memiliki route/jalur Halte KU 8 di Pondok Indah Mal – Radio Dalam – Pasar Mayestik – Barito – Blok M Plaza – Sisingamaraja (Halte Koridor 1) – Hangtuah Raya – Pakubuwono VI – Bumi – Pasar Mayestik – Radio Dalam – kembali ke halte Pondok Indah Mall.
Loop ini akan membantu warga berpindah dari satu KU ke KU lain tanpa harus berputar-putar lebih jauh yang akan memakan waktu.
b.LOOP KUNINGAN – SUDIRMAN – SENAYAN
Akan menghubungkan koridor 6 (Ragunan – Dukuh Atas), koridor 1 (Blok M – Kota) dan koridor 9 (Pinang Ranti – Pluit) dengan route: Halte KU koridor 6 didepan Pasar Festival Kuningan – Imam Bonjol – Sudirman – Gatot Subroto (halte KU 8 JCC) – Tentara Pelajar/Gelora 7 (stasiun KA Pal Merah) – Asia Afrika (Senayan Plaza/Senayan City) – Sudirman (halte KU 1 Ratu Plaza) – Gatot Subroto (halte KU 9 Polda Metro) – Rasuna Said (halte KU 6 Pasar festival).
Loop ini akan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang tinggal atau berkantor disekitar daerah lintasan untuk berpindah dari satu titik ke titik lain pada saat misalkan makan siang atau akan berpindah moda transportasi lain.
c.LOOP LEBAK BULUS – RAGUNAN – KAMPUNG RANBUTAN – PULO GEBANG – PULOGADUNG
Di loop ini, busway akan menghubungkan titik-titik ujung setiap KU. Dalam contoh adalah ujung KU 8, KU 7, KU 6, KU 11 dan KU 2/4 via jalan tol lingkar luar PP.
3.Koridor Pengumpan (KP)
Koridor pengumpan (feeder) bertugas sebagai penghubung dari terminal/halte titik terujung suatu KU ke kantong-kantong pemukiman warga yang bertebaran di wilayah JABODETABEK.
Ilustrasi sebagai contoh sebagai berikut :
a.KP BSD – toll - Bintaro Jaya – toll - Lebak Bulus PP
b.KP Pamulang – Cirendeu Raya – Lebak Bulus PP
c.KP Depok – Lenteng Agung – Ragunan PP
d.KP Bogor – Cibinong – toll - Kampung Rambutan – Cililitan PP
e.KP Cileungsi – Cbubur – toll - Kampung Rambutan – Cililitan PP
f.KP Karawaci – Tangerang – toll - Puri Indah – Grogol PP
g.KP Cikarang – toll - Bekasi Timur – toll – Bekasi Barat – toll – Cililitan PP
Ke tiga koridor ini harus dapat dikembang semaksimal mungkin sehingga dapat menjangkau sebagian besar jalan primer dan sekunder di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Sebagai pendukung untuk mencapai titik-titik halte busway, moda angkutan lain seperti: Angkot, Metro Mini dan sejenisnya dapat dioptimalkan tanpa harus saling mematikan.
Dengan adanya 3 koridor yang saling menunjang ini, diharapkan masyarakat yang akan bepergian atau berpindah tempat tidak lagi memerlukan kendaraan pribadi. Pada beberapa titik ujung koridor, bila diperlukan dapat dibangun lapangan parkir yang cukup luas untuk menampung masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi (roda 2 dan 4) dari tempat tinggalnya ke halte KP. Karena berada umumnya dipinggiran kota, tentunya pengadaan lahan parkir dengan segala fasilitasnya tidak akan memakan biaya pembebasan lahan yang besar.
Sejujurnya penulis sangat tidak setuju dengan kebijaksanaan saat ini mengenai BKTB (Bus Kota Terintegrasi Busway) yang memiliki jarak tempuh gabungan KU dan KP. Untuk apa ada BKTP route Ciputat – Stasiun Kota atau Cibubur – Grogol. Hal demikian merupakan sebuah pemborosan luar biasa. Mengapa? Route sejauh itu membuat effektifitas dan effisiensi bus hilang karena berapa lama waktu perputaran satu bus untuk menempuh route sejauh itu. Padahal di soute yang sama sudah ada busway KU . Akibat lainnya agar memenuhi kebutuhan penumpang terpaksa harus disediakan bus jauh lebih banyak jumlahnya. Akan jauh lebih efektif bila route BKTB dijadikan route KP saja.
Macam/jenis Busway
Jenis bus untuk busway sendiri ada 2 jenis, ukuran besar (tunggal/single dan gandeng/articulated) dan sedang. Pemilihan jenis bus ini harus mengacu kepada tingkat kepadatan penumpang disetiap route/jalur.
Pada jalur KU sebaiknya hanya menggunakan jenis besar gandeng saja. Jenis besar single digunakan untuk route KM. Adapun route KP bisa menggunakan jenis besar tunggal atau sedang tergantung kebutuhannya.
Kenyamanan Busway
Setelah seluruh route busway terpetakan, maka salah satu hal penting yang dapat menarik minat warga pengguna kendaraan pribadi adalah kenyamanan. Untuk itu, seluruh armada busway baik berukuran besar maupun sedang harus nyaman dinaiki (full AC), bersih dan bila perlu diberi tambahan musik pengiring perjalanan. Armada yang tersedia juga harus cukup banyak sehingga waktu tunggu penumpang masih dalam batas yang dapat ditoleransi (antara 7-10 menit untuk KU dan KM), 15 menit untuk KP.
Agar dapat dimonitor dengan baik, seluruh armada busway harus dipasang GPS tracking lengkap dengan kamera pengintai (CCTV). Demikian pula dengan seluruh halte busway yang ada harus dilengkapi CCTV.
Dengan adanya GPS tracking dan CCTV ini, pusat pengendali busway akan dapat memonitor seluruh aktivitas/pergerakan busway dan posisinya. Selain itu juga kondisi setiap terminal/halte. Dari pantauan CCTV akan dapat termonitor halte-halte mana yang sedang terjadi penumpukan calon penumpang, sehingga sewaktu-waktu bisa dikerahkan busway bantuan yang selalu standby dititik-titik yang ditentukan (misal: di Gelora Bung Karno, Monas, PRJ Kemayoran).
Agar busway tidak kebut-kebutan, maka tidak perlu ada sistim setoran. Pengemudi dan awak busway harus mendapatkan gaji dan tunjangan yang sangat memadai, sehingga profesi pengemudi dan awak busway akan dapat menjadi profesi terhormat layaknya pilot dan awak perusahaan penerbangan.
Harga Tiket Busway
Harga tiket busway harus terjangkau seluruh lapisan masyarakat. Penambahan biaya perjalanan dari pengguna KP, tidak boleh terlalu jauh dengan harga KU dan KM. Tiketnyapun sudah terintegrasi sehingga penumpang tidak perlu laggi harus membeli tiket.
Agar perawatan busway yang terbilang mahal dapat dilakukan dengan baik, maka subsidi pemerintah, baik daerah maupun pusat wajib hukumnya. Daripada memberikan subsidi kepada BBM yang nilainya ratusan trilyun setiap tahun, jauh lebih effektif dan mengena apabila subsidi dialihkan untuk moda transportasi masal ini.
Melatih Masyarakat Berpindah ke Busway
Merubah sebuah kebiasaan memang bukan perkara mudah. Demikian pula dengan busway. Bagi masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan kendaraan pribadi perlu dilatih bahkan dipaksa untuk menggunakan moda transportasi ini. Beberapa metode untuk melatih dan/atau memaksa mereka berpindah adalah dengan beberapa wacana yang sudah pernah diutarakan, antara lain:
1.ERP (Electronic Road Pricing)
Metode yang sudah sukses digunakan selama bertahun-tahun oleh Singapura ini adalah memaksa warga membayar setiap kali memasuki jalan disuatu wilayah, umumnya wilayah perbisnisan. Dimana disetiap kendaraan (baik roda 2 maupun 4) dipasang alat bernama Lineup of In-vehicle Unit (apaya terjemahannya?). Alat dengan kartu ini akan menyimpan nilai rupiah tertentu dan akan berkurang setiap kali pengendara melewati gerbang ERP sesuai harga/biaya yang berlaku pada saat lewat.
Permasalahan atau kendala apabila ERP diterapkan di Jakarta adalah berkaitan dengan penegakan hukum (law enfoecement). Sebagaimana kita ketahui bersama, kendaraan yang lalu-lalang dijalan belum tentu nama pemiliknya sama dengan yang tertera di STNK. Hal ini terjadi karena kebijaksanaan pemerintah yang sangat lemah didalam sistim pindah tangan kepemilikan kendaraan bermotor. Hanya akibat ingin mendapatkan tambahan pemasukan dari pajak balik nama, pemerintah selama bertahun-tahun melakukan pembiaran sehingga masalah ini sudah menjadi benang kusut.
Jalan satu-satunya agar pemilik kendaraan bermotor sama dengan yang ada di STNK adalah dengan menghapus ketentuan adanya pajak balik nama untuk kedua dan seterusnya. Jadi cukup pembayaran pajak balik nama hanya satu kali saat pembelian baru. Selanjutnya bila kendaraan berpindah tangan, maka pemilik lama cukup mengisi formulir perubahan kepemilikan kendaraan (bagusnya via internet) dan mengembalikan STNK dan BPKB kekepolisian via kantor pos. Selanjutnya pemilik baru berdasarkan dokumen jual-beli kendaraan mengurus STNK dan BPKB baru.
Bila semua kondisi pendukungnya sudah memadai dan sistim ERP akan diterapkan, maka biaya yang dikenakan untuk setiap kendaraan memasuki wilayah ERP harus bernilai sangat tinggi sehingga membuat orang berpikir dua kali. Misalkan untuk jam-jam sibuk tarif setiap kali masuk wilayah ERP bagi kendaraan roda 2 Rp. 50.000,- dan roda 4 Rp. 100.000,-
2.Tarif Parkir
Tarif parkir akan menjadi sarana yang sangat effektif mencegah masyarakat naik kendaraan pribadi. Karena diakhir perjalanan, pengeendara pasti harus memarkir kendaraannya. Agar effektif memaksa masyarakat pindah ke busway, tarif parkir harus cukup”mencekik leher”. Misalkan untuk tarif parkir roda 4 di jalan (on-road) Rp. 15.000,-/jam sedangkan di kantor, hotel, mall area dalam kota (off-road) Rp. 25.000,-/jam. Sedangkan roda-2 “cukup Rp. 10.000,-/jam dan Rp. 20.000,-/jam.
Apakah dengan tarif yang mencekik leher baik untuk ERP maupun parkir akan menyebabkan seluruh warga berpindah ke busway? Tidak juga. Tetap akan ada “segelintir” masyarakat berpenghasilan besar yang tidak akan peduli berapapun biaya yang dikenakan. Namun pengalaman seperti di Jepang dan Singapura membuktikan cara-cara diatas effektif mengurangi kepadatan lalu-lintas secara signifikan.
Kesimpulannya ?
Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya hanya dengan busway ditambah moda angkutan masal yang sudah ada saat ini seperti kereta api dan lainnya, masalah kemacetan lalu lintas di Jakarta sudah dapat dipecahkan.
Sekarang permasalahannya bukan lagi BISA tetapi MAUKAH kita (Pemeritah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat Jakarta) secara sungguh-sungguh mewujudkannya? Wallahualam....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H