Mohon tunggu...
Soni Supriatna
Soni Supriatna Mohon Tunggu... Lainnya - Marketing Analyst

Ditjen Penguatan Daya Saing Produk KP Kementerian Kelautan dan Perikanan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Indonesia Surga Bioteknologi Kelautan Kelas Dunia

14 Mei 2016   13:47 Diperbarui: 14 Mei 2016   14:04 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Berdasarkan data Global Competitiveness Index Tahun 2014-2015 yang dirilis oleh World Economic Forum, Indonesia berada di peringkat 34 sebagai negara yang memiliki daya saing dikancah global. Hal ini begitu paradox mengingat Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN dengan potensi sumber daya alam melimpah namun nyatanya daya saing negara kita masih lemah, kalah bersaing dengan Singapore yang berada diposisi 2, Malaysia di posisi 20 dan Thailand di posisi 31. Gap yang terlalu besar antara potensi yang kita miliki dengan realitas dilapangan menunjukan ketidakberdayaan negara ini dalam mengelola sumber daya alamnya  sendiri. Sebagain besar kita baru sebatas mampu memanfaatkan potensi Sumber daya alam menjadi bahan baku atau barang setengah jadi sehingga value added dari SDA yang kita miliki sangat minimal sementara negara lain dengan riset dan teknologi yang mereka miliki begitu responsif dan pada akhirnya Indonesia harus puas hanya sebagai negara peng-konsumsi saja.

Salah satu potensi terpendam yang dimiliki negara ini adalah potensi Bioteknologi kelautan, sebagai negara maritim terbesar, Indonesia menyimpan berbagai potensi produk kelautan terbaik dan diantaranya dapat diolah menjadi produk-produk bioteknologi kelautan baik itu untuk industri pangan, nonpangan, produk kosmetik sampai pada produk farmasi. Namun lagi-lagi Indonesia baru sebatas sebagai negara penghasil bahan baku belum sampai pada produk akhir yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen akhir ataupun industri. 

Contohnya produk Alginat, polimer linier organik polisakarida yang terdiri dari monomer α-L asam guluronat (G) dan β-D asam manuronat (M) ini merupakan produk turunan dari rumput laut. Alginat banyak digunakan untuk industri tekstil yaitu sekitar 50%, industri pangan 30%, Industri kertas 6%, welding rods 5%, farmasi 5%, dan lain-lainnya 4% (Mc. Hugh, 2008). Berdasarkan data LIPI kebutuhan Alginat dalam negeri mencapai 2000 ton setiap tahunnya dan seluruhnya diimpor dari AS, China, Jepang dan Perancis. Menurut data UN Comtrade pada tahun 2014 Indonesia mengimpor Alginat dengan nilai  U$ 8.576.000 atau sekitar 111 Milyar rupiah. Ironisnya Indonesia merupakan negara penghasil rumput laut terbesar didunia.

Contoh lainnya adalah Gamat, produk dari teripang ini dipercaya dan sudah terbukti menambah vitalitas, menyembuhkan berbagai penyakit sampai untuk perwatan kecantikan. Nama Gamat sendiri berasal dari Malaysia lebih tepatnya ada di pulau langkawi dan sebagian besar bahan bakunya berasal dari teripang yang terdapat diperairan di Indonesia. Sementara itu Malaysia berhasil membuat branding GAMAT sebagai salah satu produk unggulan negara jiran tersebut, dan yang lebih parah lagi  salah satu pasar terbesarnya yaitu adalah masyarakat  Indonesia.

Masih banyak produk bioteknologi kelautan Indonesia yang sebagai besar masih dimpor dari luar negeri seperti spirulina, viagra, chitin, chitosan, dan produk lainnya. Menurut Prof Rokhim Dahuri setiap tahunnya kita kehilangan potensi devisa sebesar USS 4 Milyar atau sekitar 52 triliyun rupiah.  

Di Era pemerintahan Jokowi-JK, sektor Maritim menjadi salah satu sektor prioritas dan unggulan dan terus mendapat sorotan publik. Dibawah kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti, Kementerian Kelautan dan Perikanan bertekad untuk menjadikan sektor maritim sebagai sektor andalan yang memberikan sumbangsih positif terhadap pembangunan bangsa. Sehingga tidak berlebihan bila kita menyebut hal ini sebagai momentum yang tepat untuk mengoptimalkan potensi Maritim Indonesia.

Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan sinergi yang erat mulai dari Lembaga Penelitian, Perguruan Tinggi, Pelaku usaha, Industri dan tentu pemerintah untuk sama-sama bekerja keras dalam mengeksplor potensi-potensi maritim Indonesia salah satunya Bioteknologi Kelautan. Dibangku perguruan tinggi serta Balitbang KKP penelitan mengenai produk Bioteknologi sudah cukup banyak namun sayangnya sebagian besar belum di ditingkatkan ke skala yang lebih lanjut sehingga manfaatnya belum dirasakan langsung oleh masyarakat. Padahal kualitas hasil penelitian yang mereka ciptakan terbilang sangat baik serta potensial.

Pemerintah dalam hal ini KKP harus berada di poros terdepan  sebagai motor penggerak yang menjembatani berbagai stakeholder tersebut, dengan cara seperti  membuat kebijakan untuk scale-up hasil penelitian yang dapat diapliksikan ke tingkat  UMKM bahkan industri, membantu proses perizinan hak paten para peneliti, memfasilitasi peneliti dan industri swasta untuk sama-sama mengembangkan hasil penelitian mereka, mengembangkan Industri-industri Bioteknologi kelautan yang dikelola secara masif dan profesional. Tentu hal ini buka pekerjaan yang mudah, diperulkan upaya yang menyeluruh dan sungguh-sungguh. Dan pada akhirnya bukan hal yang mustahil Indonesia dapat menjadi  surga untuk produk-produk bioteknologi kelautan  kelas dunia dan tentu saja  daya saing bangsa ini kian meningkat dan indonesia kian dekat  menjadi bangsa yang benar-benar mandiri tanpa ketergantungan  impor luar negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun