Mohon tunggu...
Soni Harsono
Soni Harsono Mohon Tunggu... -

i like writte.. i hope will be a writter at someday....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gelap Duniaku....

21 Januari 2012   06:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:37 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gelap Duniaku

Oleh: Soni Harsono

Aku terus menyusuri keramaian kota Bandung bersama pendamping hidupku, ini bukan jalan hidupku, tapi keterbatasan fisik dan kemampuan yang menuntutku.. Alunan shalawat yang aku terus kumandangkan memberiku sedikit rezeki.

Dunia samar-samar aku lihat, hanya tongkat yang selalu menemaniku setiap hari. Begitu pula dengan istriku. Kami adalah pasangan yang sama-sama mempunyai keterbatasan fisik. Dan kami dipertemukan untuk saling melengkapi meski sama-sama mempunyai kekurangan..

Siang itu aku bersama istriku terus melangkahkan kaki saling berdampingan, entah sampai mana langkah kaki ini tertuju.. Sepanjang jalan alunan shalawat terus berkumandang.. Panas terik tak menghalangiku untuk terus melihat isi dunia yang agak gelap...

"Pak Ahmad, tumben baru sampai sini" suara seorang lelaki menyapaku.

"iya pak!"

Aku coba menebak suara yang menyapaku tadi.. Karena tak begitu jelas aku lihat.. Ya.. Dia adalah pak Daniel, seorang petugas kebersihan taman Alun-alun kota..

"kami lanjut dulu pak!"

Aku meneruskan perjalanan, menghampiri setiap orang yang kami lewati dan saat itu pula alunan shalawat kami kumandangkan lalu menyodorkan tangan untuk meminta belas kasihan orang atas pundi-pundi rupiah yang mereka punya...

"permisi.. Shodakohnya!"

Lembar rupiah pun hinggap di tangan kami.. Begitulah aku dan istriku mengais rezeki..

"assalamualaikum... Shodakohnya!"

"tak ada"

Bentak seorang lelaki, cukup tegas.. Tak aneh, karena sudah sering aku mendengar hentakan dan cibiran orang-orang, mungkin seharusnya memang seperti ini.

Kami ikhlas melakukan semua ini, tak ada pilihan lain untuk menyambung hidup..

Setelah seharian berkeliling, kami pun beristirahat menghilangkan lelah, meraba-raba dan menghitung lembaran rupiah sertarecehan yang kami hasilkan hari ini.

"bu, bapak ke belakang sebentar ya!"

"mau ke mana pak?"

"bapak mau buang air kecil"

"iya pak"

Aku meraih tongkat dan berjalan menuju toilet umum yang berada di ujung taman ini.

*

"bu, bu.. Ibu di mana?"

Aku meraba-raba kursi tempat istriku duduk tadi. Hanya gelap yang ada di dalam bayanganku, sesekali samar terlihat kursi itu. Kosong!

"bu..bu..ibu.... Ke mana?"

Aku masih terus berada di sekitaran tempat itu.

Dan entah kenapa, tiba-tiba saja aku merasakan tongkat di tanganku mengajakku ke tempat lain, dan aku pun mengikuti petunjuk tongkatku..

"di mana nih?"

Terdengar suara gaduh di depanku.. Kerumunan orang. Itulah yang tergambar di pikiranku..

"ayo kita tolong dia!"

"kasian ibu ini"

"tak ada yang mengenalnya?"

Beberapa ucapan itu terdengar jelas di telingaku..

"Maaf ada apa ya!"

Aku menepak seseorang yang lewat di depanku

"seorang ibu buta baru saja jadi korban tabrak lari pak"

Degggg.. Jantungku rasanya berhenti berdetak, kaki lemas, seluruh tubuhku tak berdaya..

"ibuuuuuuuuuuuu......."

Teriakan kerasku tak mampu membendung tangisku, karena aku yakin dia adalah istriku.. Lantunan shalawat aku kumandangkan bersama tetes air mata yang mulai terjatuh..

-ibu, bapak selalu ada untuk ibu-.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun