Mohon tunggu...
Sonianto Kuddi
Sonianto Kuddi Mohon Tunggu... Dosen - Hasil analisis dan refleksi

The truth beyond an everything

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan sebagai Praksis Pembebasan bagi Masyarakat Papua

28 April 2021   08:04 Diperbarui: 28 April 2021   08:21 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bak Mutiara hitam dari timur dan sepenggal surga di ufuk timur Indonesia. Itulah julukan yang diberikan oleh sebagian orang untuk Papua yang mempunyai potensi alam, ekonomi dan sumber daya manusia. Namun dibalik slogan ini terlepas dari potensi yang dimiliki, Papua mempunyai masalah yang sangat kompleks yang tidak habis-habisnya untuk dibahas. Mulai dari minimnya infrastruktur, akses internet, kondisi geografis yang sulit untuk ditembus, tingkat kemiskinan, formalitas pendidikan dan segudang permasalahannya, transportasi, benturan dalam kehidupan sosial budaya, bahkan ketidakberdayaan masyarakat Papua membangun daerahnya.

Kehidupan di alam menyediakan semua kebutuhan dasar sehingga membutuhkan waktu yang lama, inovasi, dan cara yang efektif agar masyarakat papua dapat menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat global atau pola hidup masyarakat pada umumnya. Terlebih terhadap usaha untuk memperlengkapi generasi papua dengan kemampuan hidup menghadapi zaman digital harus dilakukan.

Dibalik tantangan yang ada, muncul secercah harapan dalam pertemuan siswa dengan guru dan seiring berjalannya waktu terang ini menjadi modal besar dalam membangun Indonesia dari timur. Pendidikan yang membebaskan bagi Papua bukanlah hal keniscayaan sejarah, tetapi harus muncul melalui perjuangan.

Pendidikan yang membebaskan: 

Pendidikan yang membebaskan adalah panggilan kepada pendidik untuk membebaskan siswa dari belenggu ketidakberdayaan melalui emansipasi pedagogi untuk menumbuhkan kesadaran kritis "conscientizao" para murid (Smeyers, 2019). Pendidikan yang membebaskan dimulai dari merekontruksi hubungan antara siswa dan murid yaitu melalui adanya kesetaraan peran atau tidak saling mendominasi agar memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk terjadinya dialog dan komunikasi. Dalam hubungan ini guru bukanlah sosok yang menakutkan dan tuan yang selalu bercerita, otoriter, independent terhadap dirinya sendiri. Guru tidak menampilkan dunia sebagai sesuatu yang sudah selesai dan semuanya sudah berakhir sehingga tidak perlu pembahasan di dalam kelas. Siswa bukanlah objek pendengar yang dibentuk, menghafal, penampung dan wadah yang perlu untuk diisi.

Proses pendidikan yang membebaskan tidak mengenal kekerasan dan tekanan dalam bentuk apapun. Dialog dan komunikasi dua arah di dalam kelas hanya terjadi melalui kondisi kelas yang demokratis. Melalui komunikasi dan dialog, pembelajaran dimulai dari persepsi siswa terhadap realitas. Pendidik perlu mengangkat permasalahan yang dihadapi oleh murid untuk didiskusikan dan mencarikan solusi Bersama. Melalui pendidikan yang bermakna ini siswa dimampukan untuk mengetahui permasalahan real yang mereka hadapi dan membangun kesadaran kritis dalam mencari solusi dari permasalahan yang ada. Semua proses ini membutuhkan kerja keras dan konsistensi mulai dari permasalahan yang sederhana sampai pada yang kompleks. 

Guru perlu memberikan ruang seluas-luasnya untuk siswa mengeksplorasi diri, berekspresi, bereksperimen, mencipta, menemukan pengetahuan, dan bertanya melalui interaksi dialogis. Bagaimanapun juga sekolah adalah salah satu ranah untuk mempersiapkan siswa menjadi masyarakat sipil yang handal. Pembelajaran yang bermakna di sekolah adalah menghilangkan jarak antara konsep dan kenyataan yang siswa hadapi sehari-hari. Menumbuhkan kemampuan menggunakan bahasa untuk dapat mengetahui realita dan mengekspresikan realitas.

Dalam pembelajaran, siswa tidak hanya menyampaikan ide, mengutarakan permasalahan, dan mencari solusi, tetapi penting untuk mengajarkan siswa untuk merenungkan atau merefleksikan apa yang dipelajari serta mulai melakukan tindakan yang bertanggung jawab. Kesadaran kritis "conscientizao" yang dibangun adalah praksis pembebasan secara simultan melalui refleksi-kritis dan aksi-refleksif. Kesadaran kritis dapat dibangun melalui dialog yang saling menghargai tanpa dominasi dari salah satu subjek. (Smeyers, 2019).

Kesadaran kritis "conscientizao" adalah munculnya kesadaran akan masalah (ketidakadilan) yang sistemik, merespon kesadaran ini dengan tidak melemparkan tanggungjawab kepada orang lain atau tidak menyalahkan orang lain dan mulai melakukan suatu tindakan pembebasan yang bertanggung jawab (Schell, R., 2019).  Kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh generasi papua untuk melihat semua permasalahan yang muncul sebagai tantangan yang harus dihadapi dengan cara-cara manusiawi dan beretika. Tidak hanya menyadari masalah, tetapi bagaimana mereka menemukan solusi dan menghubungkan subsistem dari permasalahan serta melakukannya dengan penuh refleksi.

Setiap siswa yang ditempatkan oleh Tuhan diatas tanah papua adalah pribadi yang mempunyai hak primordial yaitu kebebasan untuk berpikir dan menyampaikan pendapat dan ide yang perlu didengar oleh insan pendidik. Mereka adalah subjek yang membentuk dirinya sendiri dengan menumbuhkan kesadaran diri lewat pembelajaran yang bermakna. Guru memberikan gambaran bahwa apa yang sedang mereka hadapi saat ini belum selesai, belum untuh dan masih membutuhkan tindakan nyata dari mereka, serta mengubahnya untuk perbaikan di masa yang akan datang dan untuk generasi berikutnya, sehingga mereka adalah manusia yang berproses.  

Sebagai makhluk sosial, siswa tidak dapat melepaskan sendiri belenggu yang ada, tetapi membutuhkan bantuan dan pertolongan orang lain yaitu pendidik. Penemuan diri siswa dapat dilakukan lewat ruang kelas yang demokratis dimana kekuasaan beredar secara dinamis, tanpa tekanan, pembelajaran yang didorong oleh kebebasan, kerja kolaboratif dan kolektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun