Mohon tunggu...
Rezsalda Salsabila azhari
Rezsalda Salsabila azhari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya membaca novel,saya anak yang ekstrovert

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Revitalisasi Pendidikan Pancasila:Mengukuhkan Karakter Bangsa di Era Modern

8 Desember 2024   20:27 Diperbarui: 8 Desember 2024   20:34 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jakarta, 8 Desember 2024 -- Di tengah arus globalisasi yang semakin deras dan perkembangan teknologi yang terus melaju, bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk tetap menjaga nilai-nilai luhur yang telah menjadi fondasi berdirinya negara ini. Salah satu upaya yang kini mendapat perhatian serius adalah revitalisasi Pendidikan Pancasila, sebuah langkah yang tidak hanya dimaksudkan untuk memperkuat pemahaman terhadap dasar negara, tetapi juga untuk membentuk generasi muda yang berkarakter, toleran, dan menjunjung tinggi semangat kebhinekaan.

Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), telah menggulirkan serangkaian program untuk mereformasi cara Pendidikan Pancasila diajarkan di sekolah. Menteri Nadiem Makarim dalam pidatonya di hadapan para pendidik dan akademisi menyatakan bahwa pembaruan ini penting untuk menjaga relevansi nilai-nilai Pancasila di era modern. "Kita hidup di dunia yang terus berubah, tetapi ada prinsip yang harus tetap kita pegang teguh. Pancasila bukan hanya dokumen sejarah; ia adalah panduan hidup yang harus diaktualisasikan dalam setiap aspek kehidupan kita," tegas Nadiem.

Langkah-langkah yang diambil meliputi revisi kurikulum, pelatihan intensif bagi para pendidik, pengembangan media pembelajaran berbasis teknologi, hingga pembentukan komunitas belajar yang berfokus pada penerapan nilai-nilai Pancasila secara praktis. Modul pembelajaran yang dirancang tidak lagi hanya berisi hafalan teks, melainkan juga kasus-kasus nyata yang memungkinkan siswa untuk berdiskusi dan berdebat mengenai penerapan Pancasila dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Di tingkat perguruan tinggi, program Pendidikan Pancasila akan diintegrasikan ke dalam berbagai mata kuliah interdisipliner. Langkah ini, menurut Dirjen Pendidikan Tinggi, Muhammad Ali Ramadhan, bertujuan untuk menghilangkan kesan bahwa Pancasila hanya relevan di ranah teori. "Kita ingin mahasiswa memahami bahwa nilai-nilai Pancasila itu hidup dan bekerja dalam semua sektor, mulai dari ekonomi, hukum, politik, hingga teknologi," katanya.

Namun, di balik optimisme tersebut, terdapat sejumlah tantangan yang tidak bisa diabaikan. Sebuah survei terbaru menunjukkan bahwa hanya sekitar 40 persen siswa SMA yang dapat menjelaskan nilai-nilai Pancasila dengan benar, sementara sisanya masih bingung atau bahkan tidak tahu sama sekali. Fenomena ini, menurut pakar pendidikan Prof. Suharto dari Universitas Indonesia, merupakan cerminan dari minimnya upaya untuk mengintegrasikan pendidikan karakter dalam sistem pendidikan nasional selama beberapa dekade terakhir.

Selain itu, masih ada kekhawatiran tentang bagaimana para pendidik dapat beradaptasi dengan perubahan ini. Kepala sekolah di Surakarta, Rahmat Hidayat, menyoroti kurangnya pelatihan dan panduan praktis yang diberikan kepada guru. "Kami sangat mendukung revitalisasi ini, tetapi banyak guru di lapangan yang merasa kesulitan karena metode pembelajaran yang dituntut sangat berbeda dari apa yang selama ini mereka ajarkan," ungkapnya.

Di sisi lain, para siswa juga memiliki harapan besar terhadap pembaruan ini. Nadia, seorang pelajar kelas XII di SMA Negeri 1 Surabaya, menyampaikan pandangannya bahwa Pendidikan Pancasila akan lebih menarik jika disampaikan melalui pendekatan kreatif. "Saya berharap ada lebih banyak kegiatan seperti diskusi kelompok, simulasi, atau bahkan permainan interaktif yang membuat kami merasa terlibat langsung. Jangan hanya ceramah, karena itu membosankan," ujarnya dengan antusias.

Pemerintah juga mengajak sektor swasta untuk turut mendukung program ini, terutama dalam hal pengembangan teknologi pembelajaran. Beberapa perusahaan teknologi telah menunjukkan minat untuk mengembangkan aplikasi edukasi yang menggabungkan nilai-nilai Pancasila dengan konsep gamifikasi. Harapannya, pendekatan ini dapat menjangkau lebih banyak siswa, termasuk mereka yang berada di daerah terpencil.

Dengan berbagai upaya tersebut, revitalisasi Pendidikan Pancasila diharapkan tidak hanya menjadi wacana, tetapi juga gerakan nyata yang mampu membentuk generasi penerus bangsa yang memiliki kecerdasan intelektual sekaligus integritas moral. Dalam jangka panjang, program ini diyakini akan menjadi benteng yang menjaga keutuhan bangsa di tengah gempuran budaya asing dan tantangan zaman yang semakin kompleks.

"Pancasila adalah warisan terbesar yang kita miliki sebagai bangsa. Revitalisasi ini bukan hanya tentang pendidikan formal, tetapi juga tentang menanamkan semangat gotong royong, toleransi, dan cinta tanah air dalam setiap jiwa anak-anak kita. Karena tanpa Pancasila, kita kehilangan arah sebagai bangsa," tutup Menteri Nadiem.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun