Mohon tunggu...
Sukiman kastowo
Sukiman kastowo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Susahnya Menegakkan Hukum di Negeri Kita (Modus? Siapa yang Salah)

18 Desember 2016   20:56 Diperbarui: 18 Desember 2016   21:00 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

rakyatbiasa dan bukan berlatar belakaang hukum, kadang-kadang  sulit memahami kekuatan hukum antara Fatwa danKUHP, khususnya perkembangan belakangan yang sangat panas, yaitu penistaanagama oleh Ahok. yang diadukan oleh sekelomp orang, kemudian berkembang dengantekanan massa yang begitu kuat, untuk menghukum Ahok masuk penjara, karenapenistaan itu. Jika meyimak perkembangan Ahok diatas, maka banyak pertanyaanyang timbul, karena ketidak pahaman atau merasa bingung sebenarnya UU apa yangdigunakan oleh aparat hukum untuk mnejerat seseorang salah atau tidak.pernyataan dari penegak hukum, pakar dan tekanan massa yang begitu kuat, apakahitu juga penentu aparat untuk menjerat seseorang bersalah atau tidak. 

Untukjelasnya, kita semua paham, bahwa negara kita adalah Pancasila, Bhineka TunggalIka,, kebebasan beragama hak semua masyarakat menurut keyakinan masing-masingdan harus dihormati oleh siapapun. berdasarkan ini maka timbul banyakpertanyaan yang sulit dijawab karena kenyataannya tidak demikian. sekiranyapertanyaan ini akan memperoleh kejelasan bagi masyarakat, khususnya sepertipenulis yang kurang paham akan keadilan berdasarkan hukum. MIsalnya : 1. Apakahkeyakinan beragama yang diakui, itu memiliki kekuatan hukum sama dan sah diakuioleh aparat hukum ( pilisi, kejaksaan dan pengadilan ) ? 2. Bukankah setiapagama ada badan majelis masing-masing, misalnya MUI, PGI, Paroki, MejelisTinggi Budha, Khong Hu Chu dan Hindu. Jika dalam perselisihan timbul perbedaandan keyakinan, mengapa tidak diminta fatwa dari masing-masing majelis yangbersengketa ? 3. 

Apakah cukup yang merasa dirugikan, kemudian diminta fatwa,sedangkan pihak lainnya tidak dibutuhkan ? jika mau adil, kenapa tidak keduabelah pihak diminta fatwa-nya. bukankah masisng-masing ada keyakinanmasing-masing yang sudah diakui oleh Republik ini ? 4. Apakah penistaan agama,Fatwa hanya berlaku pada agama mayoritas semisal MUI, dan tidak dbutuhkan fatwabagi agama lain ? Semisal kasus Ahok, hanya cukup dengan fatwa MUI, Adilkahitu, mengingat semua agama diakui keberadaan dan keyakinan masing-masing. 5.Dalam penentuan layak tidaknya seseorang menjadi tersangka, apakah kepolisiancukup dengan fatwa sepihak, lalu bisa menjadikan seseorang terdakwa. 6. Atausebaliknya KUHAP yang menjadi patokan, fatwa hanya sebatas informasi tambahanatau sebagai saksi ahli. 

Banyak berkembang bahwa fatwa MUI itu mutlak bisamenjatuhkan seseorang bersalah, kemudian aparat menggunakan fatwa untuk patokanmendawa seseorang bersalah berdasarkan KUHAP. kasus Ahok misalnya tekanan massamendasarkan fatwa, menekan aparat untuk menjatuhkan hukuman. bahkan disidangpengadilanpun penekanan terus berjalan. apakah ini dibenarkan ? 7. Bisakahdipercaya, bahwa aparat hukum ( polisi, kejaksaan dan pengadilan ), berdiriidenpendensi dan pendirian kuat yang tidak terpengaruh ? teorinya benar, namunkenyataan dilapangan, pembiaran penekanan massa tetap diijinkan. 

Penegak hukumjuga manusia biasa, ada yang tegar ada yang lemah dan ada yang bisa menerimawin-win solution atas dasar kompromis. apakah keadilan bisa diperoleh, jika itudibiarkan ? apalagi mendapatkan ancaman via telpon dll. Bukahkah banyak kasusoknum penegak hukum yang terlibat korupsi sendiri  untukkekayaan pribadi dan memperkaya keluarganyaatau untuk  memenangkan satu kasus ?pertanyaan demi pertanyaan dimana penegakan keadilan berada ?kepada sipa kita harusmelaporkan pelanggaran hukum kalau pelaku pelanggaran justru penegak keadilan sendiri( kasus oknum polsek sukolilo pati yang membawa kabur istri sah orang lalu membantaisuaminya –merekayasa kasus tersebut sampai sekrang belum ada titik penyelesaiannya,sudah dilakukan pelaporan di tingkat polda kasusnya dimentahkan  katanya kurang bukti dan kasus malah berbalik)8. 

Masih banyak sesungguhnya pertanyaan-pertanyaan orang awam terhadap modus penegakanhukum palsu oleh makelar kasus yang lirikan mata dengan petugas, perhelatanatas keadilan, sangat dirasakan ada penyimpangan , penyelewengan , garansi , gratifikasi,suap, uang liar, kasus persilangan, tukar guling kasus, akumulasi kasus, jual belikasus berikut kepincangan dalam penangan saksi dan bukti. pertanyaan demipertanyaan terus timbul demi tegaknya supremasi hukum di negara kita . 

Bisakahselaku rakyat biasa memperoleh jawaban dimana hrus memperoleh keadilan dan peradilan, kalau lembaga penegak hukum dan pengadilannya sudah bobrok , syarat transaksikasu, mafia, makelar perkara dan pengacara pengacara gadungan dan bagaimana dengankepastian hukum yang katanya  menjadipanglima dinegeri tercinta ? Semoga ada yang bisa memberi jawaban yang pasti atasbeberapa pertanyaan  penulis ini ,setidaknya ada rasa aman didalam negeri sendiri, sehingga rakyat tidak jadi bulanbulanan  dan lempas leparan kasus oleh petugas/sondongmajeruk.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun