Mohon tunggu...
iswahyudi sondi
iswahyudi sondi Mohon Tunggu... lainnya -

Never give up for the best sake of my country

Selanjutnya

Tutup

Money

Akankah Dirut Pertamina Diganti?

25 April 2011   02:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:26 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Kisruh perpanjangan kontrak pengelolaan blok migas di  West Madura semakin meruncing. Keinginan Pertamina untuk menjadi operator di Blok tersebut menemui jalan buntu. Pemerintah melalui kementerian ESDM justru lebih cenderung tetap memberikan hak menjadi operator kepada operator lama dalam hal ini Kodeco Energy Co Ltd (perusahaan migas asal Korea). 

Selain keinginan yang kuat dari Pertamina untuk menjadi operator di Blok ini, masalah ini bertambah rumit dengan peralihan kepemilikan dari operator lama kepada investor baru yang hanya berselang 1 bulan sebelum kontrak berakhir. Porsi kepemilikan atas Blok West Madura sebelumnya dimiliki oleh Pertamina (50%), Kodeco (25%) dan CNOOC (25%). Namun pada akhir Maret 2011, Kodeco dan CNOOC (perusahaan migas asal China) mengalihkan 50% kepemilikannya kepada investor lokal yaitu Pure Link Investment Ltd dan PT Sinergindo Citra Harapan. Sehingga kepemilkan atas blok tersebut menjadi Pertamina (50%) dan Kodeco-CNOOC- Pure Link Investment Ltd-PT Sinergindo Citra Harapan (12,5%).

Kontrak Blok West Madura di tandatangani pada tanggal 8 Mei 1981 dengan masa kontrak 30 tahun. Sehingga akan berakhir pada tanggal 8 Mei 2011. Operator dari blok ini adalah Kodeco Energy Co Ltd dan kontrak nya berbentuk Joint Operating Agrement (JOA).  Produksi minyak di blok ini mencapai 19 ribu barel/hari dimana Pertamina menyanggupi untuk menaikkan produksi tersebut menjadi 30 ribu barel/hari dengan catatan pengelolaan blok tersebut di serahkan kepada mereka.

Sikap kengototan Pertamina untuk menjadi operator di Blok West Madura mengingatkan peristiwa yang sama di tahun 2006. Saat itu, Pemerintah yang mewakili kepentingan “USA” melawan Pertamina dalam memperebutkan kepemilikan dan operator migas di Blok Cepu. Dirut Pertamina saat itu, Widya Purnama, begitu memperjuangkan Pertamina untuk menguasai Blok Cepu. Dia mengindahkan permintaan Pemerintah agar Blok Cepu di kuasai bersama Exxon Mobil dimana Exxon menjadi operatornya. Bahkan dai mengatakan kalau Pertamina mampu menguasai dan menjadi operator tunggal di Blok Cepu jika seandainya pemerintah mengijinkan.

Begitu alotnya perlawanan Widya Purnama sehingga membuat pemerintah kebakaran jenggot. Tidak ada cara lain untuk memuluskan keinginan ExxonMobil menjadi operator di Blok Cepu selain dengan mengganti Widya Purnama. Akhirnya Widya Purnama dicopot dan diganti oleh Ari Sumarno selaku Dirut Pertamina yang baru. Saat itu Ari Purnomo mengatakan bahwa tugas pertama yang dia harus lakukan adalah menyelesaikan negosiasi Blok Cepu yang terbengkalai. Hasilnya hanya satu hari sebelum kedatangan Menlu USA, Condolezza Rice, Pemerintahan SBY memberikan hadiah berupa penandatangan perjanjian pengelolaan Blok Cepu dimana ExxonMobil menjadi operatornya.

Kisruh perpanjangan kontrak di Blok West Madura semacam déjà vu jika dibandingkan dengan kasus Blok Cepu. Jika sikap kengototan Pertamina pada saat itu berbalas dengan dicopotnya Dirut Pertamina, akankah saat ini Dirut Pertamina juga akan diganti ? Jika kepentingan yang sangat menonjol dalam kasus Blok Cepu adalah kepentingan ExxonMobil, maka dalam kasus Blok West Madura kepentingan yang menonjol adalah kepentingan dua investor lokal yang tiba-tiba membeli kepemilikan Kodeco dan CNOOC hanya satu bulan sebelum kontrak berakhir.

Seharusnya pemerintah memberikan semua kontrak migas yang sudah berakhir kepada Pertamina selaku BUMN di bidang Migas. Keuntungan yang diperoleh tidak hanya dari bagi hasil melainkan juga dari deviden Pertamina ke pemerintah, penggunaan komponen lokal yang lebih banyak (perusahaan migas asing cenderung menggunakan barang dan jasa dari negaranya), penggunaan TKA migas (penggunaan expatriate Migas di perusahaan asing sangat banyak walaupun pekerjaannya bisa dikerjakan orang lokal) dan yang paling penting KPK bisa masuk ke Pertamina apabila ada indikasi korupsi (selama ini KPK belum masuk ke perusahaan migas asing).  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun