Mohon tunggu...
iswahyudi sondi
iswahyudi sondi Mohon Tunggu... lainnya -

Never give up for the best sake of my country

Selanjutnya

Tutup

Money

Memahami COST RECOVERY

24 Mei 2010   03:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:01 12400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Berbicara mengenai cost recovery berarti kita berbicara mengenai “isu panas” yang ada dalam area pengelolaan minyak dan gas bumi. Beberapa pihak mengatakan bahwa cost recovery adalah konsekuensi logis dari pengelolaan migas yang menggunakan prinsip bagi hasil. Beberapa pihak lain mengatakan bahwa cost recovery rawan penyalahgunaan dan akibatnya akan menurunkan penerimaan negara dari sektor migas.

Dalam tulisan terdahulu, memahami-kontrak-pengelolaan-migas-di-indonesia, telah dijelaskan bahwa sistem yang dianut oleh Indonesia adalah sistem Bagi Hasil (Production Sharing Contract). Sistem ini bekerja dengan cara membagi hasil yang diperoleh (minyak/gas bumi) antara pemilik (dalam hal ini pemerintah) dan kontraktor (dalam hal ini perusahaan migas nasional/internasional). Namun sebelum minyak/gas dibagi, terlebih dahulu dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor untuk meghasilkan migas tersebut (dikenal dengan istilah cost recovery). Biaya-biaya ini akan terus dibawa ke tahun-tahun berikutnya (carry forward) sampai seluruh biaya sudah terpulihkan. Hal ini dapat dilihat dalam tabel dibawah ini

 Unsur-Unsur Biaya

Dalam kontrak bagi hasil dikenal istilah Operating Cost yang berarti pengeluaran yang dilakukan oleh kontraktor dalam rangka melaksanakan kewajiban kontrak. Operating cost ini terdiri dari tiga hal yaitu:

1. Current Year Non Capital Cost

2. Current Year Depreciation Capital Cost

3. Unrecovered Cost

 

Current Year Non Capital Cost

Non Capital Cost dapat disamakan dengan istilah Operating Expenditures dalam terminologi akuntansi. Ini adalah pengeluaran-pengeluaran yang menjadi beban di tahun terjadinya, misalnya gaji pegawai. Gaji di tahun 2006 akan di cost recoverykan di tahun 2006. Begitu juga gaji di tahun 2007 akan diikutkan dalam perhitungan di tahun 2007.

Normalnya biaya non capital merupakan biaya yang masa manfaatnya kurang dari satu tahun

 

Current Year Depreciation Capital Cost

Capital Cost merupakan biaya-biaya yang akan dicost recovery tidak dalam satu tahun tetapi di split menjadi beberapa tahun sesuai dengan penggolongan jenis biayanya. Jika dalam istilah akuntansi dikenal adanya depresiasi, maka depresiasi semacam itulah yang dikenal sebagai alokasi capital cost yang akan menjadi unsur cost recovery di tahun berjalan.

Skema perhitungan depresiasi di kontrak bagi hasil menggunakan metode declining balance dimana rate dan umur dari aset yang ada telah ditentukan dalam kontrak. Contoh dari mekanisme perhitungan depresiasi adalah sbb:

 

Biaya depresiasi dihitung setahun penuh dan diakhir masa manfaat seluruh nilai sisa (unrecovered cost) akan langsung didepresiasikan. Biasanya seluruh biaya yang terkait dengan perolehan suatu aset akan dicatat menjadi harga perolehan aset tersebut. Misalnya anda membangun rumah. Biaya jasa design 100 juta, biaya tukang 200 juta dan biaya bahan 500 juta. Maka nilai rumah anda menjadi 800 juta. Namun dalam Kontrak Bagi Hasil, tidak serta merta nilai bangunan yang dicatat adalah 800 juta. Beberapa aset hanya mencatat biaya Tangible saja sebagai nilai asentnya (dalam hal ini 500 juta). Sedangkan biaya intangible (biaya design dan jasa tukang) dimasukkan sebagai operating expenditures.

Jadi konsep depresiasi dan pengakuan asset yang diatur dalam Kontrak Bagi Hasil memiliki makna yang berbeda dengan konsep akuntansi pada umumnya.

 

Unrecovered Cost

Unrecoverd cost merupakan biaya yang terjadi pada masa eksploitasi dan sisa biaya yang belum di cost recoverykan. Untuk mengetahui mengapa biaya eksploitasi dimasukkan dalam unrecovered cost, dapat melihat dalam artikel memahami kontrak pengelolaan migas di Indonesia.

 

Biaya yang dapat di cost recovery-kan oleh Kontraktor

Biaya yang dapat di cost recovery-kan oleh kontraktor dapat dibagi menjadi dua hal:

1. Biaya Langsung, yang merupakan biaya operasional yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi minyak. Biaya ini antara lain : biaya survey,  pengeboran sumur, Biaya Produksi dan biaya lainnya yang berhubungan dalam produksi migas

2. Biaya tidak langsung, yang merupakan supporting cost yang biasanya terdiri dari biaya umum dan administrasi

 

Bagaimana menentukan alokasi biaya jika wilayah kerja menghasilkan minyak dan gas bumi

Porsi bagi hasil minyak adalah 85 : 15 dan porsi bagi hasil gas adalah 70 : 30. Sehingga jika suatu wilayah kerja menghasilkan minyak dan gas, maka diperlukan alokasi yang fair ke minyak dan gas agar bagi hasil yang dihitung mencerminkan hal yang sesungguhnya.

Untuk biaya langsung tidak akan dialokasikan. Biaya langsung minyak akan menjadi biaya operasi minyak sedangkan biaya langsung gas akan menjadi biaya operasi gas. Untuk biaya bersama (joint cost), biaya tersebut akan dialokasikan secara proporsional berdasarkan relative revenue yang dihasilkan minyak dan gas. Contohnya sbb:

 

 

Biaya yang terkait dengan Inventory (Material Persediaan)

Biaya sehubungan dengan perolehan material persediaan akan di cost recovery kan sbb:

1. Jika inventory tersebut dipakai untuk keperluan operasional sehari-hari, maka biaya perolehannya akan di cost recovery pada saat pemakaian

2. Jika inventory tersebut dipakai untuk membangun aset (capital cost) maka biaya inventory tersebut akan menjadi unsur biaya perolehan dan akan di cost recovery menggunakan mekanisme depresiasi

Biaya sehubungan dengan penyimpanan inventory masuk dalam kategori non capital cost dan akan di cost recovery di tahun berjalan. Surplus material yang berlebihan tidak dapat di cost recovery

 

Investment Credit

Prosentase tertentu dari nilai investasi yang dikeluarkan oleh kontraktor dapat dicost recovery kan dengan persetujuan BPMIGAS (diatur dalam kontrak bagi hasil). Jadi kontraktor akan memperoleh penggantian berupa nilai investasi dan investment credit.

Fasilitas investment credit merupakan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah untuk menarik investasi migas terutama di kawasan indonesia timur dan di laut dalam

 

Biaya Overhead Kantor Pusat

Biaya overhead yang terjadi di kantor pusat perusahaan minyak (misalnya biaya di Head Office BP untuk kontraktor BP Indonesia) bisa di cost recovery kan maksimal 2% dari total biaya overhead tersebut

 

Kesimpulan :

Kontrak Bagi Hasil tidak mensyaratkan proporsi tertentu dari biaya yang bisa di cost recovery oleh kontraktor. Seluruhnya bisa di cost recovery. Bahkan dalam beberapa kasus, kontraktor bisa mendapatkan penggantian lebih dari total biaya yang dikeluarkan jika dia memperoleh fasilitas investment credit.

Namun dalam Permen ESDM no 22 tahun 2008, terdapat biaya-biaya yang tidak dapat dikembalikan kepada kontraktor yaitu:

1.       Pembebanan biaya yang terkait dengan kepentingan pribadi pekerja kontraktor

2.       Pemberian insentif kepada karyawan kontraktor berupa Long Term Incentive Plan atau insentif lain yang sejenis

3.       Penggunaan Tenaga Kerja Asing tanpa melalui prosedur atau tidak memiliki ijin

4.       Pembebanan biaya konsultan hukum yang tidak terkait dengan operasi kontraktor

5.       Pembebanan biaya konsultan pajak (apalagi kalau konsultan pajaknya Gayus cs.. J)

6.       Pembebanan biaya pemasaran migas dimana hasil yang dipasarkan adalah porsi kontraktor

7.       Pembebanan biaya public relation tanpa batasan, baik jenis maupun jumlahnya tanpa disertai daftar nominatif penerima manfaat sebagimana yang diatur dalam UU perpajakan. Biaya ini antara lain : golf, bowling, credit card, member fee, family gathering.

8.       Pembebanan biaya community development pada masa eksploitasi

9.       Pengelolaan dan penyimpanan dana cadangan untuk Abandonment and Site Restoration pada rekening kontraktor

10.   Pembebanan semua jenis jasa technical training untuk ekspatriat

11.   Pembebanan biaya yang terkait merger dan akuisisi

12.   Pembebanan biaya bunga atas pinjaman untuk kegiatan operasi

13.   Pembebanan pajak penghasilan pihak ketiga

14.   Pengadaan barang dan jasa yang nilainya melebihi 10% dari persetujuan tanpa justifikasi yang jelas

15.   Surplus material yang berlebihan akibat kesalahan perencanaan dan pembelian

16.   Pembangunan dan pengoperasian fasilitas produksi yang tidak beroperasi sesuai umur ekonomis akaibat kelalaian kontraktor

17.   Transaksi-transaksi dengan pihak-pihak afiliasi yang merugikan pemerintah

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun