Refleksi 77 Tahun Indonesia merdeka (1945-2022), atas peristiwa kolonialisasi Belanda dan Jepang. Singkatnya, perjuangan bangsa Indonesia akan terus berlanjut paska kemerdekaan setelah menyatakan lepas dari penjajahan (proclamation text).
Mengingat, kemerdekaan Republik Indonesia bukan hanya soal memaknai kata bebas dari penjajahan. Melainkan leluasa berpola fikir dalam nalar kritis di masa kekinian, merupakan cerminan identitas patriotisme dan nasionalisme generasi bangsa ini kelak di masa depan (2022-2045).
Congra'ts Indonesia independence day ke 77 Tahun, Dirgahayu Indonesiaku dan semoga jaya selalu sepanjang fase peradaban.
Kasus perdagangan orang atas dehumanisasi tenaga kerja Indonesia dalam tindakan perekrutan dan lain-lain tertuang UU No. 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking). Seyogyanya, sampai detik ini persoalan tersebut  masih di amini menyisakan temuan dalam ancaman kejahatan dunia maupun Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja di dalam dan luar negeri.
Tercatat, oleh Migrant Care pengaduan tertanggal 04/08/2022 berkisar 135 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang terjebak di perusahaan scammer di Kamboja. Serta, dianggap mengalami tindakan diskriminasi maupun eksploitatif. Adapun, asalnya yaitu dari Jember, Banyuwangi, Indragiri Hulu, Medan, Depok dan Jakarta. Selain itu, kita juga kita tidak bisa menutup mata dengan negara Jiran tetangga Malaysia dan Singapura. Serta, di negara-negara nan jauh dari mata seperti di Timur Tengah, Eropa dan lain sebagainya.
Alhasil, teriakan lantang perlindungan hukum bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Buruh Migran Indonesia (BMI), Tenaga Kerja Wanita (TKW) dan sebagainya. Sesuatu prinsip sebuah keharusan memperkecil skala persoalan perdagangan manusia, baik itu di dalam dan luar negeri dalam skema perbudakan terhadap sistem kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia. Serta, perlakuan lainnya yang menimpa Hak Asasi Manusia (HAM).
Sebagaimana, diatur dalam UU Nomor 14/2009 dalam Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi. Tertuang dalam menimbang Poin (a); "Bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh undang-undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945." Poin (b); "Bahwa Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak merupakan salah-satu bagian yang tidak terpisahkan dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi, sehingga pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang serta perlindungan dan rehabilitasi korban perlu dilakukan baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional. Poin (c); "Bahwa penandatanganan Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak oleh Pemerintah Republik Indonesia merupakan pencerminan keikutsertaan bangsa Indonesia dalam melaksanakan ketertiban dunia."
Sebagaimana, ungkapan Erwiana Sulistyaningsih S.E. eks pekerja Buruh Migran Indonesia di Hongkong yang merupakan alumnus Universitas Sanata Dharma dan terdaftar 100 orang paling berpengaruh di dunia versi majalah TIME. Selain itu, beliau juga sahabat dekat dengan penulis ketika bersama-sama mengenyam pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dalam bertukar-pandangan maupun hanya sekedar nongkrong duduk ngopi santai. "Saya harap mereka akan mulai memperlakukan para buruh migran sebagai pekerja dan sebagai manusia dan berhenti memperlakukan kami layaknya budak. Karena sebagai manusia, kita semua memiliki hak yang setara."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H