Sudah 3 musim Liverpool tanpa trofi, pun juga 24 tahun tanpa trofi BPL. Semua mata sekarang tertuju pada Rodgers. Membelanjakan uang 100 juta pounds lebih untuk 9 orang penuh harap. 9 orang yang digadang kelak akan membawa Liverpool ke tahta tertinggi, pun juga untuk memenuhi impian sang jenderal /l8l mengangkat trofi BPL di tanah lahirnya. Namun apadaya, mencari 3 poin pun sulit, di Anfield sekalipun.
Kedalaman skuad sudah terpenuhi, lalu apa lagi Rodgers? Bukan untuk menyudutkan Rodgers. Toh taktik main atraktifnya beliau sudah sulit untuk bawa 3 poin. Boro boro mbobol banyak, Simon aja semakin rajin mungut bola di gawangnya sendiri. Dejan semakin rajin salah passing. Moreno pun lupa kalau dia itu defender sehingga dia asik di depan melayani Mario. Gerrard dengan sepatu barunya biar gak slip, pun masih aja kepleset. Pun Sterling-Coutinho juga tak mampu ngosak asik Collocini cs. Cuma Johnson yang superb. Kalau gak ada dia, bisa kalah 2-0 kita. Hail Johnson!
Entah apa yang di pikiran saya, menurut saya identitas Liverpool baru lagi musim ini. Padahal momentum musim lalu harusnya bisa dimanfaatkan. Hampir juara, malah pemain terhebat hilang. Sepertinya fans perlu piknik lebih banyak, biar gak stres berat mikir pola pikir manajemen+komite transfer dan tak lupa sang empunya LFC, J.W. Henry. Fans sudah rindu juara, bukan hanya main cantek lalu kalah. Bukan cuma untung besar terus duitnya buat belanja Pizzuti. Identitas hilang karena tidak membelanjakan uang dengan bijak. Pun Rodgers kehilangan magisnya. Gara-gara istri muda? Mungkin saja. Bisa jadi Liverpool diacuhkan demi beli susu buat anaknya. Bisa jadi.
Apakah Rodgers manajer yang hebat? Tunggu dulu. Boleh juga sukses membawa Swansea kembali ke Premier League. Tapi ini Liverpool, bukan Swansea. Ini klub dengan basis fans yang sangat banyak di dunia, pun terbesar di Indonesia. Butuh mentalitas tinggi untuk menghadapi serangan dari segala penjuru. Manajer yang hebat itu saat 3 musim pertama bisa raih trofi apapun setidaknya 1 trofi. Asal jangan trofi Standard Chartered. Mau contoh? Klopp di BVB. Di musim ketiganya membawa BVB raih titel juara 2 kali berturut. Pun juga Mourinho di Chelsea. Membawa Chelsea juara di musim pertamanya, 2 kali berturut. Yang lebih gahar lagi juga ada. Pep Guardiola di musim pertamanya melatih Barca, dia meraih treble.
Kehilangan gelar yang sudah di depan mata, lalu kehilangan pemain terbaik adalah pukulan maha dahsyat. Perlu terapi khusus untuk bangkit. Trofi, Brendan! Gak ada alasan gak juara musim ini. Walau hanya Capital One Cup sekalipun.
Kedalaman skuad sudah terpenuhi, lalu apa lagi Rodgers? Bukan untuk menyudutkan Rodgers. Toh taktik main atraktifnya beliau sudah sulit untuk bawa 3 poin. Boro boro mbobol banyak, Simon aja semakin rajin mungut bola di gawangnya sendiri. Dejan semakin rajin salah passing. Moreno pun lupa kalau dia itu defender sehingga dia asik di depan melayani Mario. Gerrard dengan sepatu barunya biar gak slip, pun masih aja kepleset. Pun Sterling-Coutinho juga tak mampu ngosak asik Collocini cs. Cuma Johnson yang superb. Kalau gak ada dia, bisa kalah 2-0 kita. Hail Johnson!
Entah apa yang di pikiran saya, menurut saya identitas Liverpool baru lagi musim ini. Padahal momentum musim lalu harusnya bisa dimanfaatkan. Hampir juara, malah pemain terhebat hilang. Sepertinya fans perlu piknik lebih banyak, biar gak stres berat mikir pola pikir manajemen+komite transfer dan tak lupa sang empunya LFC, J.W. Henry. Fans sudah rindu juara, bukan hanya main cantek lalu kalah. Bukan cuma untung besar terus duitnya buat belanja Pizzuti. Identitas hilang karena tidak membelanjakan uang dengan bijak. Pun Rodgers kehilangan magisnya. Gara-gara istri muda? Mungkin saja. Bisa jadi Liverpool diacuhkan demi beli susu buat anaknya. Bisa jadi.
Apakah Rodgers manajer yang hebat? Tunggu dulu. Boleh juga sukses membawa Swansea kembali ke Premier League. Tapi ini Liverpool, bukan Swansea. Ini klub dengan basis fans yang sangat banyak di dunia, pun terbesar di Indonesia. Butuh mentalitas tinggi untuk menghadapi serangan dari segala penjuru. Manajer yang hebat itu saat 3 musim pertama bisa raih trofi apapun setidaknya 1 trofi. Asal jangan trofi Standard Chartered. Mau contoh? Klopp di BVB. Di musim ketiganya membawa BVB raih titel juara 2 kali berturut. Pun juga Mourinho di Chelsea. Membawa Chelsea juara di musim pertamanya, 2 kali berturut. Yang lebih gahar lagi juga ada. Pep Guardiola di musim pertamanya melatih Barca, dia meraih treble.
Kehilangan gelar yang sudah di depan mata, lalu kehilangan pemain terbaik adalah pukulan maha dahsyat. Perlu terapi khusus untuk bangkit. Trofi, Brendan! Gak ada alasan gak juara musim ini. Walau hanya Capital One Cup sekalipun.
Ditulis oleh: Dimas Galan Fadil Aditya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H