Ikut meramaikan kontroversi tilawah quran menggunakan langgam jawa. ya, sesuatu yang baru ketika membaca quran menggunakan langgam jawa, padahal dulu jaman mbah mbah kita bershalawat dengan langgam jawa sudah lazim dilakukan. penggunaan langgam jawa ini tentunya membuat yang terbiasa dengan baca quran  yang bukan jawa cukup resah, terlebih bagi sebagian kelompok islam yang menolak quran dilagukan, pastinya semakin gerah.
Sebenarnya kalau kita kembalikan quran pada kedudukan yang sebenarnya yaitu sebagai penuntun hidup yang berupa wahyu mestinya mau dibaca dengan lagu apapun lagunya ... ataupun tidak di lagukan sama sekali mestinya tidak akan menimbulkan masalah. sebab kembali ke esensi quran sebagai penuntun hidup yang harus dijalankan bukan memperdebatkan cara membacanya menggunakan lagu apa.
cocok sekali dengan syair Gus Dur tentang al quran, dalam syair tanpo waton yang beliau sampaikan bahwa
al quran qadim wahyu minulyo
tanpa tinulis iso diwoco
iku wejangan guru waskito
den tancepake ing jero dodo
Al quran yang asli adalah al quran yang tidak tertulis tapi terbaca, (tanpa tinulis iso diwoco)... nah berarti tidak ada yang perlu diperdebatkan mau melagukan apa atau tidak dilagukan sama sekali. justru yang penting adalah bagaimana kita bisa mempelajari dan bisa membaca alquran yang tidak tertulis. Jika kita dapat menangkap apa yang tidak tertulis dalam al quran kemudian kita tancapkan ke dalam dada maka al quran akan terinstal dalam diri kita, dan akan menjadi tuntunan hidup sepanjang hidup. dan tidak mempermasalahkan hal hal yang tidak esensial
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H