Mohon tunggu...
Faisol Rahman
Faisol Rahman Mohon Tunggu... -

Sukanya mengeluh..., karena orang udah kagak ada lagi yang mau dengar keluhan saya...ya jadinya sekarang -mau nggak mau- sekarang belajar menulis deh... cuma kok sampe sekarang, gak bisa mengukur progres belajar menulis, kayaknya masih payah aja nih...ckckck (mengeluh lagi kan)

Selanjutnya

Tutup

Nature

Tinggalkan "Proyek Sampah"!, Wujudkan Pengelolaan Sampah yang Berwawasan Lingkungan

23 April 2011   02:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:30 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan di sebagian besar wilayah Indonesia umumnya belum mampu diwujudkan. Hal inilah yang melandasi dikeluarkannya UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), yang mengamanatkan pola pendekatan dari hulu ke hilir sebagai upaya memberikan jaminan pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan kepada masyarakat Indonesia.


Pola pendekatan akhir/ Hilir (end of pipe) yang selama ini dilaksanakan di Indonesia, telah terbukti kurang berwawasan lingkungan. Pola penanganan “kumpul, angkut, dan buang di TPA” telah mengakibatkan jumlah timbunan sampah menjadi sangat besar di berbagai lokasi TPA yang ada. Timbunan yang “menggunung” tentunya berpotensi melepas gas metana (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca (pemanasan global) sekaligus berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup.


Oleh sebab itu, pendekatan akhir serta dampak negatif tersebut diatas, sudah saatnya ditinggalkan. Namun lucunya, selama ini pemerintah selaku pemegang peran sentral, masih cenderung memfokuskan penyelesaian masalah sampah di hilir (TPA). Berbagai macam proyek seperti proyek pengadaan angkutan sampah serta pembuatan TPA selalu menjadi pilihan utama pemerintah dalam rangka mengatasi permasalahan sampah di seluruh Indonesia.


Padahal selain terbukti tidak mampu mengatasi permasalahan sampah proyek tersebut juga memakan dana yang sangat besar, bahkan hampir mencapai nilai APBD suatu provinsi dalam satu tahun. Sebagai contoh, pembangunan TPST Bantar Gebang  yang nilainya mencapai Rp900 millar.

Selain itu, menurut data BPS (1999) hanya 11,25 % sampah perkotaan yang mampu diangkut oleh petugas kebersihan. Bahkan, pemerintah daerah DKI Jakarta, sebagai Ibukota Negara dengan Bantar Gebang-nya, telah menyatakan ketidaksangguppannya dalam  mengelola sampah yang dihasilkan masyarakat DKI, yang mencapai 6.594,7 Ton Per/hari, dengan melemparkan tanggung jawabnya kepada swasta. (Kompas, 7 Februari 2011; “Swasta Kelola Sampah”).

Karena itu, pendekatan dari hulu ke hilir sudah saaatnya segera diwujudkan. Pendekatan ini mensyaratkan peran serta seluruh penghasil sampah (masyarakat/ dunia usaha) dalam rangka mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPAS dan atau TPST.


Salah satu bentuk peran serta tersebut yakni proses pemilahan sampah. Pemilahan sampah adalah hak setiap orang dalam rangka peran serta mewujudkan pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan serta sekaligus kewajiban, sebagai konsekuensi logis penghasil sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga. Bahkan UUPS telah mengatur, berbagai hak dan kewajiban serta kejelasan tanggung jawab seluruh stakeholders terkait dalam upaya mewujudkan pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Karena itu, pemerintah berwenang mengeluarkan berbagai kebijakan dalam rangka mendorong pelaksanaan proses pemilahan sampah.


Pengelolaan sampah menggunakan pendekatan dari hulu ke hilir sangat bertumpu pada proses pemilahan sampah. Tanpa adanya pemilahan sampah, maka pelaksanaan daur ulang, pengkomposan, dan berbagai upaya pengolahan sampah lainnya sulit dilaksanakan sebab akan menyebabkan meningkatnya biaya pengelolaan sampah. Dengan kata lain, proses ini akan semakin meningkatkan efesiensi dan efektifitas sekaligus dapat mendorong berbagai bentuk upaya penanganan sempah seperti pengkomposan, daur ulang, dan penggunaan kembali. Bahkan, dengan adanya efisiensi akan terbuka peluang usaha di bidang pengolahan sampah baik bagi komunitas maupun kalangan dunia usaha.


Pelaksanaan pemilahan dan pengolahan sampah secara konsisten oleh seluruh penghasil sampah, tentunya akan mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan oleh masyarakat. Berkurangnya jumlah sampah yang dihasilkan akan berdampak pada berkurangnya sampah yang masuk ke TPAS serta menurunnya biaya pengangkutan sampah, yang selama ini merupakan biaya terbesar dalam upaya penanganan sampah. Penghematan biaya tersebut nantinya dapat dialihkan untuk membantu pembiayaan di TPST dan TPAS.


Sehingga, secara langsung pendekatan dari hulu akan mampu meringankan beban sampah ke TPAS (hilir) serta secara tidak langsung akan meringankan beban pemerintah dalam mengelola TPAS. Dampak komulatifnya, akan mengurangi atau bahkan menghilangkan dampak negatif sampah terhadap masyarakat dan lingkungan hidup.


Lantas pertanyaanya, mengapa selama ini pemerintah cenderung mengutamakan pendekatan di hilir?. Padahal dengan pendekatan dari hulu ke hilir, pemerintah selaku pemegang peran sentral, dapat menegasikan kejelasan tanggung jawab seluruh stakeholders terkait, sehingga akan dapat mewujudkan pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan tanpa biaya yang selangit.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun