Mohon tunggu...
Solkot namora
Solkot namora Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Seorang penulis amatir yang mencoba tidak makan batu

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Metafisika Realitas: Refleksi Hampa Hidup dalam Lensa Monokromatis

26 Maret 2024   03:55 Diperbarui: 26 Maret 2024   03:59 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : thefunpost.com

Dalam dinamika kehidupan yang kompleks, kita sebagai manusia seringkali terjebak dalam siklus yang monoton, dan merasa tidak memiliki makna yang jelas. Model kehampaan ini dapat menciptakan suatu refleksi terkait eksistensi kita dan bagaimana cara kita mempersepsikan realitas sekitar. Pada konteks ini kita dapat melihat dengan filsafat metafisika yang menawarkan kerangka yang kuat untuk menjelajahi dimensi-dimensi yang lebih dalam terkait makna kehidupan dan realitas.

Metafisika sebagai cabang filsafat telah memberikan wawasan yang berharga bagi kita terkait dengan hakikat dan eksistensi manusia, melalui lensa metafisika kita mencoba mendalami apa sebenarnya makna dari apa yang tampak di sekitar dengan bertanya apa sebenarnya di  balik apa yang tampak. Hal ini mencakup esensi, keberadaan, penyebab, dan tujuan alam semesta.

Aristoteles seorang filsuf Yunani kuno telah mengembangkan kerangka metafisik yang kuat, hal ini bertumpu pada gagasan tentang segala sesuatu mempunyai hakikat atau substansi yang mendasari eksistensinya. Pandangan Aristoteles dalam karyanya "Nicomachean Ethics" dan "Metaphysics" menyebutkan bahwa manusia bukan hanya makhluk biologis tetapi ada dimensi spiritual yang mendalam. Dalam perspektifnya, refleksi terkait hampa hidup dalam dilihat dari dorongan untuk merenungkan hakikat keberadaan manusia dan bagaimana memahami diri dalam konteks yang lebih luas.

Pada filsafat kontemporer, Martin Heidegger seorang filsuf dari jerman menawarkan pandangannya yang unik melalui konsep "Dasein" tentang keberadaan manusia. Beliau menyebutkan bahwa manusia selalu terlibat dalam keadaan eksistensial, yang mana kekosongan adalah pengalaman tak dapat dipisahkan dari pengalaman manusia. Menurutnya kekosongan bukanlah hal yang harus dihindari atau diselesaikan, tetapi merupakan dorongan untuk merenungkan eksistensi kita dan hubungan realitas yang lebih besar. 

Lensa Monokromatis, yang membuat kita memandang terlalu sempit dan terbatas tentang realitas sehingga mengakibatkan kita lupa tentang kompleksitas dan kayanya kehidupan. Immanuel Kant merupakan sosok yang berkontribusi besar tentang metafisika, dalam karyanya yang berjudul "Kritik der reinen Vernunft" atau "Kritik Terhadap Kemampuan Akal Murni" menyebutkan bahwa pentingnya memperluas pemahaman terkait realitas, akal budi memungkinkan kita untuk melewati batas-batas pengalaman sensorik kita sehingga dapat mencapai pemahaman yang abadi terkait realitas.

Dalam merenungkan kehampaan hidup, kita mungkin mengalami perasaan kekosongan eksistensial atau bingung terhadap tujuan hidup. Alat yang diberikan oleh filsafat metafisika dapat menjadi renungan bahwa makna hidup tidak selalu ditemukan dalam pencapaian yang besar dan keberhasilan, kita sering melupakan bahwa makna hidup atau keindahan di antara momen-momen kecil yang terlewatkan dan kebiasaan sehari-hari.

Dengan perspektif metafisika, kita terpanggil untuk menilik sendi kekosongan dan kesibukan untuk menemukan kekayaan yang tersembunyi di dalamnya. Ini merupakan undangan yang mendalam terkait realitas kita, yang mana tujuan yang sebenarnya mungkin tersembunyi di balik lapisan yang paling dalam.

Kesimpulannya, melalui refleksi ini kita dapat melewati batasan-batasan sempit tentang realitas kita, dan sudah seharusnya terbuka terhadap makna dan keindahan dalam hidup. Dengan melihat realitas melalui perspektif yang lebih yang lebih kompleks membuat kita mendapatkan pemahaman pada setiap pengalaman yang telah dilewati, oleh karena itu dengan merangkul refleksi ini dengan hati dan pikiran yang terbuka dalam menghadapi kehidupan yang lebih mendalam terkait hakikat eksistensi kita dan tempat dimana kita hidup di alam semesta. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun