Badan pusat Statistik (BPS) memperkirakan pada tahun 2045, 70 persen penduduk Indonesia akan bermigrasi (urbanisasi) ke perkotaan. Kemiskinan diperdesaan menjadi alasan kuat perpindahan tersebut.Â
Harapan adanya perbaikan taraf kehidupan adalah salahsatu alasan pindah ke kota. Fakta ini justru sangat mengkhawatirkan, alih-alih merubah kehidupan dan perbaikan ekonomi, justru urbanisasi tersebut akan melahirkan masalah baru jika tidak dibarengi dengan skill yang memadai. Selain urusan pangan, tentu juga akan muncul dampak negatif lainya.
Dampak pertama yang akan di hadapi adalah urusan perut (pangan). Diperkirakan akan terjadi lonjakan kebutuhan pangan sebesar 70% dalam kurun 25 tahun yang akan datang. Peningkatan produksi pangan sebesar ini bukanlah urusan mudah.Â
Sedangkan kondisi riilnya saat ini justru terjadi perlambatan tumbuh, terhitung semenjak tahun tahun 2015 sebesar 4,32% di, 2,57% di tahun 2016, 2,31% di tahun 2017, dan 1,48% di tahun 2018. Pada triwulan II 2020, PDB pertanian memang tumbuh 16,24%, namun itu lebih disebabkan karena minusnya pertumbuhan sektor lainya seperti pariwisata, jasa, dan lainya yang terdampak Covid-19.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) beberapa waktu lalu juga telah mengingatkan akan adanya ancaman krisis pangan lantaran ketergangtungan rantai pasok pangan dunia akibat pandemi Covid-19. Kemandirian pangan adalah kunci utama mengurangi lahirnya ancaman gejolak-gejolak tersebut. Â Lalu, kemandirian seperti apa yang harus ajarkan bagi warga perkotaan tersebut?
Urban farming atau pertanian perkotaan menjadi salahsatu jawaban dari kekhawatiran tersebut. Lalu bagaimana modelnya? Sedangkan kota sangat identik gedung tinggi dan bangunan yang padat. Bertani di perkotaan tidak semudah yang dibayangkan. Banyak kendala yang akan di hadapi, mulai dari keterbatasan lahan, penyinaran matahari, dan ketersediaan media tanam. Di era modern seperti ini, teknologi adalah kunci dari berbagai solusi permasalahan, masalah pada sektor pertanian salah satunya.
Model Urban Farming
Banyak model, ragam, dan metode yang dapat digunakan dalam melakukan kegiatan urban farming. Di antaranya adalah:
Pertama. Metode Vertikultur; Budidaya menanam secara vertikal ini menggunakan paralon atau botol secara bertingkat di ruang yang sempit. Diantara tanaman yang cocok dengan metode ini adalah: Seledri, Bayam, Sawi, Kucai, Anggur, Strawberry.
Kedua. Metode Hidroponik; Budidaya menanam dengan menggunakan air tanpa tanah serta memperhatikan unsur hara. Diantara tanaman yang cocok menggunakan metode ini adalah: Selada, Timun, Melon dan tanaman herbal rempah.
Ketiga. Metode akuaponik; sistem budidaya ikan (akuakultur ) dan tanaman (hidroponik) bersama dalam sebuah ekosistem yang resirkulasinya saling menguntungkan. Sistem ini menggunakan bakteri alami untuk mengubah kotoran dan sisa pakan ikan menjadi nutrisi tanaman. Istilah yang lebih simpel adalah sistem budidaya tanaman dan ikan bertumbuh Bersama dalam satu media dan bersifat simbiotik. Di antara tanaman yang cocok dengan metode ini adalah: Kangkung, Pak Choy, Selada dan juga Ikan seperti lele, mujair dan ikan mas. Bahkan metode ini saat ini menjadi booming lewat Budikdamber (budidaya ikan dan sayuran dalam ember).