Politik itu meniscayakan adanya “perang”, yang meski secara kasat mata tampak akur, tapi apa yang tidak terlihat, justeru penuh dengan “centang perenang”. Sah-sah saja ada deklarasi kampanye damai dan tentram, gemah ripah loh jinawi. Tapi fakta yang bergentayangan di dunia nyata, tak bisa dinafikan; penuh dengan isu dan fitnah yang sulit terbantahkan. Meski sudah dijelaskan dan terbantahkan, tapi tetap dipaksakan untuk dijadikan konsumsi renyah sehingga merugikan pasangan calon tertentu.
Kasus terakhir yang mencoba untuk diviralkan sedemikian rupa adalah adanya penolakan untuk mengurusi jenazah orang-orang munafik, karena memilih Ahok sebagai pemimpin, yang sudah jelas keharamannya. Ada cerita tentang Ibu Hindun, yang meskipun sudah diklarifikasi oleh pihak Kepolisian, tapi rupanya sudah kadung asik dimainkan.
Kita mulai berpikir, boleh dong kalau cuma curiga, jangan-jangan ini adalah cara-cara picik yang dilakukan oleh pendukung Ahok untuk mendapatkan simpati masyarakat Jakarta yang tak tergoyahkan untuk soal agama. Jangan-jangan ini adalah upaya mempertahankan momen, lalu dicari pembenarannya dengan mempergunakan kekuatan lembaga negara yang memang netral sebagai justifikasi, bahwa yang dilakukan oleh pihak lawan Ahok salah, padahal belum tentu itu dilakukan oleh lawan Ahok.
Jangan-jangan selanjutnya, ada pihak-pihak penyusup yang sengaja ngompor-ngompori para pendukung lawan Ahok untuk tetap konsisten dengan keyakinan, bahwa jenazah orang-orang munafiq itu tidak berhak disholati atau dirawat sebagaimana biasa. Apa alasannya?
Pertama, karakteristik pemilih Ahok yang muslim itu, mereka yang berada di tengah-tengah warga yang mayoritas muslim, adalah mereka yang sembunyi-sembunyi mendukung. Ada satu calon mereka datang, ada calon lain mereka juga datang, untuk memperlihatkan bahwa mereka menolak Ahok, padahal itu hanya kamuflase agarhidupnya aman. Banyak pemilih Ahok yang muslim, adalah pemilih yang tidak terdeteksi karena mereka takut diketahui. Hanya orang-orang tertentu yang berani secara terang-terangan.
Kedua, pemberitaan yang berlebihan dan diblow-up sedemikian rupa seakan-akan sudah banyak memakan korban. Tujuannya? Tentu saja untuk semakin menegasikan lawan Ahok, yang secara struktural tak pernah memerintahkan seperti itu. Itu menjadi sasaran empuk yang terus dimainkan dengan kekuatan media dan tim robot yang bergerilya di media sosial. Betapa jahatnya pihak sebelah, yang tega mempergunakan “mayat” untuk mengintimidasi demi memenangkan pemilu. Tentu saja, itu adalah statement yang sangat menghinakan pihak lawan.
Ketiga, para pendukung Ahok, tanpak senang dan menikmati kejadian semacam itu. Paradoks. satu sisi, tingkat humanisme mereka tinggi karena berbicara jenazah dan mayat, tapi pada saat yang bersamaan, mereka senang dengan kejadian itu, dan menjadikannya momentum untuk menyerang pihak lawan, hanya karena mereka pendukung Ahok yang secara pasti tak mungkin dituduh seperti itu karena pendukung Ahok dianggap “musuh” agama. Padahal, (kembali lagi ke) jangan-jangan, ada peran mereka yang disusupkan untuk semakin meramaikan isu dan fitnah ini.
Artinya, jangan berbicara atas nama kemanusiaan, sementara pada saat yang bersamaan, pendukung Ahok secara “sadis” mempermainkan isu tersebut untuk menyerang lawan dan memanis-maniskan pilihannya sendiri, plus (ini yang aneh) mereka saat ini sedang menikmati posisi dan peran sebagai korban yang terdholimi.
Maka, betapa absurdnya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H