Rencana pemertintah Kota Metro membangun “Autis Center” diapresiasi berbagai kalangan pendidikan. Pendapat yang beragam mewarnai rencana tersebut, terkait dengan profesional/ahli yang mampu menjalankan bentuk atau model terapi yang akan di laksanakan. Sebab terapis atau pendidik yang memiliki kompetensi untuk menangani anak autisme tersebut masih langka di kota yang memiliki Visi kota pendidikan ini. Memang akhir-akhir ini istilah autisme sering sekali dibincangkan, baik dalam berbagai media ataupun dalam sebuah seminar-seminar nasional. Hal ini adalah sebuah upaya pengenalan terhadap autisme secara bertahap kepada masyarakat luas. Fasalnya banyak penyandang autisme yang masih tidak terdeteksi dan sering mendapatkan diagnosa yang tidak tepat, atau bahkan terjadi overdiagnosis. Hal tersebut tentu sangat dikhawatirkan orangtua yang memiliki anak penderita autistik karna efeknya dapat merugikan perkembanganpendidikan anak tersebut.
Ada beberapa model keberbutuhan khusus yang mirip dengan Autisme, dan hal ini perlu dicermati secara seksama. Sebut saja ADD/ADHD (Attention Deficite Hiperactive Disorder) dan sindrom Asperger memiliki kesamaan dalam beberapa hal dengan Autisme, seperti kesulitan dalam berinteraksi secara sosial. Namun meski demikian keberbedaan tersebut pada dasarnnya memiliki kekhasan tersendiri.
Sejarah terminology autistik dicetuskan pertama kali oleh Eugen Bleuler seorang psikiatik Swiss pada tahun 1911. Awalnya terminology ini digunakan pada penderita schizophrenia anak remaja. Bahkan pada tahun 1950-an Clinician berspekulasi bahwa autistik merupakan bentuk yang paling awal dari schizoprenia (Bender,1946).
Autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti “Aku” dalam pengertian sederhana dapat diinterpretasikan bahwa semua anak yang mengarah pada dirinya sendiri disebut autistik. Bahkan Berk (2003) menuliskan autistik dengan istilah “absord in the self” (keasyikan dalam dirinya sendiri) Istilah autisme mulai diperkenalkan Dr. Leo Kanner pada tahun 1943. Melalui hasil observasi terhadap 11 anak dengan gangguan kontak yang efektifdalam berbagai cara.
Anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat kompleks, meliputi gangguan pada aspek perilaku, komunikasi dan bahasa, interaksi sosial juga gangguan pada emosi dan persepsi sensori pada aspek motorik. Gejala autistik
mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia 3 tahun. Ada dua tipe dasar autisme; bila ditinjau dari masa terjadinya kerusakan saraf sudah terdapat sejak lahir karena sewaktu mengandung ibunya terinfeksi virus seperi rubella dan unsur-unsur lain dapat disebut juga dengan autistik klasik dan jika terjadi pada usia1-2 menunjukkan perkembangan secara normal, tetapi pada masa selanjutnya menunjukkan penurunan secara dratis hal itu disebut juga dengan autistik regresi.
Secara spesifik penyebabterjadinya autisme belum diketahui secara pasti, masih dalam taraf perdebatan para ahli di antaranya adalah perlakuan orangtua pada masa kanak-kanak. Penyebab ini diperkuat dengan penelitian Kanner pada tahun 1940-an yang menyimpulkan bahwa orangtua dari anak pengidap autisme ternyata kurang memiliki rasa kasih sayang, keakraban, serta kehangatan dalam membesarkan dan mengasuh anaknya. Penyebab lainnya seperti yang disimpulkan para ahli adalah bahwa bibit autisme telah ada jauh hari sebelum bayi dilahirkan, bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Adanya gangguan syaraf pusat, infeksi pada masa kehamilan juga karna keracunan logam berat. Selain hal-haltersebut ada juga yang mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat menyebabkan autisme misalnya vaksinasi, namun hal ini masih perlu informasi dan bukti yang cukup.
Anak autistik memiliki karakteristik yang sangat beragam. Dan layanan pendidikannya telah diupayakan lebih menekankan kepada kebutuhan khususnya dari pada kecacatannya. Oleh karena itu layanan pendidikan mempersyaratkan kepada pentingnya mengetahui perilaku awal melalui identifikasi anak sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan program pembelajaran. Identifikasi awal yang diperoleh akan memberikan informasi kepada guru tentang berbagai jenis kemampuan yang sudah dikuasai anak, sehingga berdasarkan informasi tersebut dapat ditetapkan berbagai komponen program, seperti tingkat kemampuan yang ingin dicapai, materi yang akan disajikan, serta strategi penyampaiannya. Identifikasi sebagai langkah awal yang bersifat umum dalam pengumpulan data atau informasi tentang anak autisme, dan akan lebih cermat lagi jika dilakukan asesmen. Identifikasi akan lebih ideal jika dilakukan secara rutin untuk melihat sejauh mana perkembangan anak, peningkatan atau penurunan yang terjadi akan selalu terkontrol, sehingga upaya pelayanan terhadap anak autisme lebih maksimal.
Semua yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari merupakan sebuah perilaku. Seluruh perilaku itu berjalan sesuai pertumbuhan dan perkembangan manusia, akhirnya dari proses tersebut menunjukkan perilaku yang dapat diterima oleh orang banyak secara normal dan perilaku tersebut disepakati sebagai sesuatu yang baik. Namun tidak setiap orang mengalami sebuah proses yang normal dalam perkembangan dan pertumbuhanya, terkadang ada yang memiliki masalah dalam perilakunya. Salah satunya adalah perilaku anak autisme, yang memiliki perbedaan perkembangan perilaku dengan anak seusianya. Perilaku yang tidak terarah; berputar-putar,memanjat-manjat, melompat-lompat, lari-lari, mondar-mandir, terpukau terhadap sebuah benda dan masih banyak lagi yang berkaitan dengan ciri-ciri anak autistik.
Selain perilaku yang tidak terarah, anak autistik juga kesulitan dalam komunikasi dan bahasa. Padahal bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting untuk mempermudah pemahaman dan pesan yang akan disampaikan. Penderita autisme banyak menggunakan bahasa non verbal, seperti bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Isyarat merupakan pengganti bahasa verbal yang sulit dipahami dan diucapkan, bahasa tersebut adalah pengganti kata-kata atau gagasan yang ingin disampaikan oleh anak autistik tersebut.Seperti memuntahkan kembali makanan yang sudah dikunyah sebagai tanda sudah kenyang. Dan penggunaan bahasa isyarat ini sulit sekali akan berakhir meskipun keterampilan bahasanya mulai berkembang.
Selain masalah perilaku, komunikasi dan bahasa anak autistik memiliki interaksi sosial yang lemah, hal ini ditandai dengan minimnya kontak mata dengan orang lain juga sering mengasingkan diri atau menyendiri mekipun banyak teman disekitarnya. Hal ini yang menyebabkan ketidak mampuan anak autistik menjalin hubungan pertemanan dengan orang lain. Dia hanya memiliki minat yang sangat terbatas pada lingkungan sosial, disfungsi sosial dan respon yang tidakbiasa ini merupakan ciri esensial sindrom autisme.
Upaya untuk melakukan diagnosis dini akan membuka kesempatan yang cukup besar untuk “sembuh”. Peran orang tua dan guru sangat dibutuhkan dalam beragam intervensi dini dan idealnya hal itu dilakukan secara rutin sebelum anak berumur 3 tahun. Karena semakin dini intervensi dilakukan setelah diagnosis maka semakin besar kemungkinan kesembuhan yang akan diperoleh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H