Mohon tunggu...
M.Solihin
M.Solihin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

UAN Menghantui Siswa

20 Maret 2016   22:07 Diperbarui: 20 Maret 2016   22:22 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ujian Nasional biasa disingkat UN / UNAS adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Proses pemantauan evaluasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan pada akhirnya akan dapat membenahi mutu pendidikan. Pembenahan mutu pendidikan dimulai dengan penentuan standar (id.wikipedia.org).

Pada saat ini , arah untuk mencapai kualitas lulusan sudah dilakukan dengan memperkenalkan “ Ujian Akhir  Nasional ”. Ujian Akhir Nasional membuat para siswa merasa tegang dan ketakutan. UAN  dilakukan kerap sekala nasional pada waktu dan hari yang sama sesuai dengan  jenjang pendidikan. Di waktu itu siswa-siswa akan melihat hasilnya selama tiga tuhun dalam berproses, dalam penantian dan waktu yang lama dalam berproses siswa hanya menentukan keberhasilannya selam tiga hari. Dalam ujian akhir nasional mencoba siswa-siswa dalam berkompetensi dimana yang memiliki kemampuan yang tinggi melawan kemampuan siswa yang kurang.

Menurut Nugroho (2008.52), UAN menjadi relevan di dalam dunia pendidikan di Indonesia karena berkenaan dengan isu globalisasi sebuah fakta yang “ mau tidak mau” dan “suka tidak suka” harus dimasuki. Globalisai dihela oleh tiga hal: kompetisi, kooprasi, dan standarisasi. Pemenag dalam persaingan adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk bersaing. Ukuran untuk bersaing bekerjasama harus tunggal dan standar. Standarisasi dalam bahasa produksi dapat juga disebut sebagai mutu dan konsep mutu dan jugai telah dikenal dalam pendidikan. Pendidikan nasional perlu memiliki standar pendidikan yang standar. Untuk itu perlu disadar bahwa UAN memang diperlukan.

Bukan hanya itu, sebagai pertimbangan untuk melaksanakan UAN ini. Dalam menjalan UAN ini juga mempertimbangkan siswa yang akan menjalankannya, karena pada waktu itu siswa-siswi akan mendapatkan pengawasan dari luar sekolah. Hal ini juga seharusnya sebagai pertimbangan yang dilakkan oleh pemerintah. Ketika siswa sedang menjalankan UAN dan diawasi oleh guru-guru dari luar sekolhnya akan membuat siswa menjadi tengang, tidak konsen bahkan ketakutan yang menghantui mereka sehingga tidak fokus dan konsentrasi dalam menjawab soal-soal ujian.

UAN menjadi hantu bagi siswa-siswi yang membuat mereka tidak tenang dan tidak bisa tidur untuk memikirkannya. Mereka tidak tau bagaiman cara menggungkapkan apakah mereka senang atau ketakutan? Banyak pula siswa siswi mengatakan senang sekali akan menjalankan UAN ini karena sebentar lagi akan lepas sekolah. Tetapi disatu sisi adapula yang mengatakan ketakutan karena takut tidak lulus. Dan ketika tidak lulus mereka harus mengemban malu yang besar kepada keluarga maupun sama teman-temannya. Bahkan banyak kasus yang buduh diri karena sok melihat nilai hasil UANnya.

Setiap tahun ada aja siswa- siswi yang bunuh diri karena sok melihat hasil ujianya deroup.. Diantara siswi yang sok yaitu; Leony Alvionita (14), seorang siswi kelas III SMP Negeri 1 Tabanan, Bali, sepulang dari sekolahnya melakukan bunuh diri (gantung diri) di rumahnya pada Selasa, 6 Mei 2014, Wahyu Ningsih (19), siswi sebuah SMKN di Muaro Jambi tewas bunuh diri dengan cara menelan racun jamur tanaman pada 28 April 2010, Pada 18 Mei 2013 Fanny Wijaya (16), siswi SMP PGRI Pondok Petir, Bojongsari, ditemukan ibunya tewas gantung diri di rumahnya, di Depok. Polisi menduga, korban gantung diri karena takut tak lulus UN (Tempo.co). Pada 24 Mei 2013, seorang siswi SMA nekat bunuh diri dengan terjun ke Sungai Cisadane, Kota Tangerang, Banten.( kompasiana.com)

Hal ini sudah membuktikan bawha UAN tidak cocok diterapkan sebagai nilai kelulusan kalau dilihat dari kasus siswa bunuh diri semakin meningkat setiap tahunnya. Memang UAN metode yang digunakan untuk melihat tinggi mutu pendidikan tetapi tidak lagi digunakan sebagai nilai kelulusan. UAN juga tidak realistis karena soal yang itu dibuat oleh mentri pendidikan yang tempatnya jauh dan tidak langsung bersentuhan dengan siswa di sekolah. Ini sudah membuktikan bahwa UAN harus tidak diperlakukan untuk menunjang nilai kelulusan.

Walaupun menggunakan kurikulum yang sama tetapi sekolah yang ada di perkotaan dengan di pedesaan itu berbeda tingkat pemahamannya atau kemajuan sekolah baik itu dari segi fasilitas, buku dan cara mengajarnya. Sekolah-sekolah kota jauh lebih maju sedangkan sekolah-sekolah pedesaan itu jauh tertinggal jadi soal ujian itu tidak bisa disamakan di kota dan didesa. Yang pantas membuat soal ujian itu seharusnya guru yang mengajar di masing- masing yang lebih paham terhadap kemampuan siswa. Selain itu yang lebih memahami tingkat pengetahuan siswa itu adalah guru-guru yang disekolah bukan orang-orang jauh seperti dijakarta sana.

Seeminggu sebelum ujian siswa  sudah mempersiapkan diri, dengan cara mengurung diri di dalam kamar. Bahkan ada seruan dari guru untuk jarang keluar dan miminta siswa lebih rajin belajar. Agar siswa-siswi mampu menjawab soal dengan sebaik-baiknya. UAN ini memang menakutkat sekali bagi siswa-siswi yang akan melaksanakannya. Ada juga yang sering kita lihat di tv ataupun secara nyata menjelang UAN guru mengajak siswa membaca yasin dan berdo’a di sekolah-sekolah,  agar diberiakn kelancaran dan kemujadahan dalam menjawab soal ujian. Ini sudah membuktikan bahwa UAN salah satu dari hantu yang menghantui dalam pendidikan.

Dalam menyelenggarakan UAN pemerintah mestinya mempertibangkannya dengan sebaik-baiknya. Karena yang tergolong ke dalam  UAN itu hanya empat mata pelajaran saja. Dan dimana kemampuan yang diuji hanya kemampuan kognitif, dan itu tidak sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 pasal 35 ayat 1yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala (pealtwo.wordpress.com).

Enam mata pelajaran yang menentukan kelulusan bagi siswa itu tidak etis sekali, sedangkan mata pelajaran yang di pelajari siswa itu sangat banyak sekali. Secara tidak langsung mata pelajaran yang lain tidak diproritaskan sama sekali. Dimana enam mata pelajaran ini waktunya lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain, dan diberlakukan les supaya siswa lebih paham terhadap materi- materi yang akan atau diperkirakan keluar di ujian nasionalnya. Sedangkan mata pelajaran yang lain itu tidak dijadikan penunjang dalam sebagai nilai kelulusan ujian akhir nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun