Mohon tunggu...
Muhammad Solihin
Muhammad Solihin Mohon Tunggu... wiraswasta -

Fotografer Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejatinya Hidup

2 Mei 2018   18:45 Diperbarui: 2 Mei 2018   18:54 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Guruku sedari dulu tetap saja guru kasunyatan. 

Ia adalah teladan  tansah lali mengikatkan kencang2 pinggangnya biar tidak melorot  segala rupa penderitaanya sebb olehnya menahan dan mengikat kuat nafsu kadunyan. Ia lah guru martabat nan tiada luntur sebab marwahnya adalah keikhlasan dan nafasnya ada pada budi pakertinya yg agung.

uban2 nya tetap saja tertunduk selaksa karang yg khusuk berdzikir  serambi ia membuka lebar senyuman bahagia tatkala murid2 nya mendengar titah bahwa pada waktunya semuanya akan rindu untuk di jemput oleh kendaraan kereta jawa dan meninggalkan berbagai accesoris dunia menujuvterminal barzah yang damai.

Sepulangnya dari menyampaikan sepenggal ilmu tentang arti rindu tanpa batas dan tentang bagaimana langit berbicara kepada Tuhan ia tetaplah menjalankan tugas sang panggul rumput  dan sang musafir sebb itu adalah sajadah kehidupan baginya.

Kembali ia menitikkan air mata, dan aku bahkan tak seorangpun tahu betapa ia pedih sebab tak mampu lagi  memendam rindunya pada Tuhanya. Andai langit  tahu akan batas rindunya niscaya langit akan menghapuskan leleh air matanya yg tulus itu. 

ilmunya adalah hati dan hatinya adalah jiwa yg sarat dengan kegemilangan.  itulah  terminolokhi kasunyatan yg gemilang dimana jiwa adalah  untuk sejatineng lelaku martabah sebab yg dicari adalah manusia yg manusia.  

pada wajahnya yg berkerut kerut tipis adalah tanda bahwa ia mampu menahan amarah yg ada dalam  dirinya  sendiri yg bergemuruh. Ia telah  telah mengendapkan dendamnya pada syetan yg lama membeku seperti  gunung batu yg ta'at dan ditugaskan Tuhan mengikut bumi. 

Masih aku ingat apa yg pernah engkau bisikkan pada telingaku. " karomah adalah kunci kebahagiaan dan itu bukanlah kemegahan duniawiyah. Sejatinya yg membahagiakan adalah  ketika engkau mulai merasakan bahagia sebb ada karamah pada jiwamu walaupun itu hanya segenggam pasir. Dan jalanya menuju karamah adalah ketika engkau telah mampu menghadirkan tawakkal yg sesungguhnya  pada nafasmu. " 

Solihin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun