Mohon tunggu...
soleman montori
soleman montori Mohon Tunggu... -

Soleman Montori

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hendy F Kurniawan Buka Kartu KPK

19 Februari 2015   13:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:54 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: SOLEMAN MONTORI

Cerita tentang korupsi terus kambuh, kambuh dan kambuh lagi. Keberadaannya bagai penyakit dan sepertinya sangat sulit dihilangkan karena sudah membudaya. Keberadaan korupsi telah masuk ke dalam alam bawah sadar. Dalam sejarah, praktek korupsi sudah ada sejak sebagian wilayah Indonesia masih berbentuk kerajaan. Saat itu, para raja melakukan korupsi dengan cara meminta dan atau mendapat upeti dari rakyat. Lama-kelamaan, korupsi berkembang dari upeti sampai yang sulit diketahui, kecuali disadap dan ditangkap tangan oleh KPK.

Saking membudaya dan mengguritanya korupsi, Kepolisian dan kejaksaan tak mampu melawannya. Malah sebagian oknumnya ikut tergoda dan ternoda. Masyarakat menilai kedua institusi ini lamban, lambat dan hanyamemiliki sedikit prestasi dalam memberantas korupsi.Harapan akan percepatan pemberantasan korupsi sulit dipenuhi. Pemberantasannya terkesan dilindungi dan dihambat.

Kegemasan dan harapan masyarakat yang begitu tinggi akan dampak korupsi terpuaskan ketika KPK hadir tahun 2003. Kehadiran KPK disambut bagai orang suci, tanpa cacat dan cela; steril dan bersih dari perilaku menyimpang. KPK telah muncul menjadi lembaga super bodi. Keberadaannya tidak hanya anti korupsi, tapi juga anti kritik. Apa saja yang dibuatnya pasti benar dan jangan dikoreksi apalagi dilawan. Jika dikoreksi, pasti masyarakat dan ICW yang mendapat dana asing akan muncul sebagai pembelanya.

Benarkah KPK sebagai lembaga berani, jujur dan hebat sebagaimana klaimnya? Menurut Hendy F. Kurniawan, mantan penyidik KPK, KPK pada periode pertama menetapkan seseorang sebagai tersangka berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP), tapi pada periode ketiga saat KPK dipimpin oleh Abraham Samad mulai menyimpang dari SOP.

Selasa, 17 Februari 2015 dalam acara ILC, Hendy F. Kurniawan dengan berani membuka kartu KPK dalam bentuk testimoni bahwa KPK pada masa kepemimpinan Abraham Samad menetapkan MSG (Miranda Swara Goeltom) tanpa diawali dua alat bukti.

Saking gemasnya Abraham Samad terhadap koruptor sampai-sampai menetapkan orang yang tidak bersalah sebagai koruptor. Sungguh gelap (Sulap) Abraham Samad menunjukan map tertutup kehadapan publik yang berisi nama koruptor, tetapi ternyata hanya map kosong tanpa nama tersangka, karena orang yang diumumkan sebagai tersangka belum memiliki dua alat bukti.

Cara yang sama diulangi lagi oleh Abraham Samad ketika menetapkan Budi Gunawan tanpa diawali dengan dua alat bukti, tetapi hanya didasarkan atas sakit hati karena gagal menjadi cawapres. Sulapnya hampir memakan korban lagi jika Budi Gunawan tidak menggugatnya di praperadilan.

Testimoni Hendy F. Kurniawan hendaknya membuat mata masyarakat makin terbuka dan obyetif, terutama masyarakat yang memberi dukungan buta dan membabi buta terhadap oknum KPK yang menjadikan KPK sebagai tameng untuk melindungi dirinya dari perbuatan tercela dan menjadikan lembaga KPK sebagai panggung popularitas.

Mata orang-orang yang menganggap komisioner KPK adalah orang-orang yang tak bercacat cela akan lebih terbelalak jika Hendy F. Kurniawan membuka bukti faktual ketidakadilan KPK yang masih tersimpan di flash disk ke publik melalui You Tube.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun