Mohon tunggu...
soleman montori
soleman montori Mohon Tunggu... -

Soleman Montori

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Emosi, Isu dan Kepentingan

26 Februari 2015   23:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:27 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh: SOLEMAN MONTORI

Saya besar dan saya kecil kadang akur, kadang tidak. Walaupun secara fisik saya besar kuat dan memiliki tubuh besar, namun saya selalu kalah dengan saya kecil. Kami sama-sama lahir. Entah mengapa semua keinginannya bisa membuat saya selalu mengalah. Saya hanya pasrah, tidak bisa apa-apa. Saya kecillah yang membuat saya kuat dan sekaligus membuat saya lemah. Saya kecil itu adalah emosi saya.

Emosi sering membuat ekspresi wajah saya berubah. Saat saya takut dan terkejut, mata saya terbuka lebar. Saat saya marah dan merasa jijik, hidung saya mengerut. Ia bergerak menjauh dari diri saya dan mendekat ketika saya marah. Saat ia marah, kata-kata saya menjadi kasar. Saat ia senang, saya berjingkrak-jingkrak dan tertawa.

Semula saya tidak menyadari, tapi akhirnya saya sadar bahwa kekuatan dan kelemahan manusia dikendalikan oleh emosi. Petinju bertubuh kecil bisa memukul KO petinju bertubuh besar. Hal ini bisa terjadi jika emosi sehat. Sebaliknya, emosi yang negatif bisa membuat seseorang menderita dan tidak nyaman dalam hidupnya.

Emosi akan sehat bila kita latih dengan cara berpikir positif dan belajar menahan diri. Emosi kita akan lemah jika tidak didukung oleh kekuatan kelembutan hati dan keyakinan. Kita bisa mencontohi seorang revolusioner anti apartheid, Nelson Rolihlahla Mandela dalam mengelola emosinya. Ia tetap sabar walaupun dihina, diejek dan dipenjara selama 27 tahun. Presiden Afrika Selatan kala itu, Frederik William de Klerk membebaskannya. Tahun 1993, ia dan FW. De Klerk sama-sama menerima hadiah Nobel perdamaian. Tahun 1994, ia dipilih sebagai presiden dan FW. de Klerk dipilih sebagai wakil Presiden.

Keyakinan adalah induk dari emosi yang sehat. Orang yang emosinya sehat memiliki kepercayaan diri tinggi, keyakinan yang kuat, keikhlasan, rasa syukur, lapang dada, ketenangan dan kegembiraan. Sebaliknya, orang yang emosinya tidak sehat cenderung emosional, cepat bereaksi, tidak memiliki pertimbangan yang matang, menginginkan penyelesaian suatu masalah dengan cepat dan segera, egois, senang mengembangkan dan menebar isu.

Di era reformasi ini banyak anak bangsa menjadi korban emosinya sendiri. Setiap permasalahan yang muncul cenderung disikapi dan dihadapi secara emosional. Seharusnya kita yang mengalahkan emosi, tapi yang sering terjadi kita dikalahkan oleh emosi. Saat kisruh KPK-Polri, emosi-emosi liar bermunculan. Orang yang emosinya terkendali tiba-tiba menjadi emosional. Orang yang emosional menjadi lebih emosional. Semua emosi yang tak terkendali itu ditujukkan pada satu orang, yaitu Presiden Jokowi.

Syukurlah kita memiliki Presiden yang sabar menahan emosi seperti Jokowi. Tim 9 yang dibentuk Jokowi, yang merupakan tim independen untuk menyelesaikan kisruh KPK-Polri tidak melaksanakan tugasnya secara independen, tetapi terkesan berpihak ke KPK dan menyudutkan Polri. Hal ini membuat emosi liarmakin tak terkendali. Setiap orang yang merasa berhak bersuara dan mengeritik menunjukkan sikapnya secara emosional disertai teriakan, “pokoknya.”

Orang-orang yang merasa tak puas dengan keadaan dan situasi pun bermunculan. Mereka mempermainkan emosi liar masyarakat dengan isu-isu sesat dan tak berdasar. Isu rapor merah dan rekening gendut, yangmasih gelap itu seakan-akan nyata adanya. KPK dan PPATK yang mengklaim diri sebagai lembaga suci itu, yang secara resmi tak pernah mengumumkan ke publik tentang nama-nama yang diduga memiliki rapor merah dan rekening gendut versi KPK-PPATK, namun nama orang-orang yang diduga memiliki rapor merah dan rekening gendut telah beredar luas di media; akibatnya publik terlanjurmempercayai isu-isu gelap yang terkesan untuk menaikan popularitas KPK dan PPATK itu.

Isu-isu yang bertujuan sebagai pembunuhan karakter (character assassination) dan teror mental adalah ciri orang yang berperilaku seperti ikan lele. Ikan lele makan sedikit bila berada di air jernih, namun akan makan sangat rakus jika berada di air yang kabur.

Bangsa kita dalam menghadapi setiap permasalahan, sepertinya mudah termakan dan disesatkan oleh isu. Mulai dari orang awam, para tokoh sampai ilmuwan, semuanya di era yang serba cepat dan segera ini begitu mudah termakan isu. Isu yang belum jelas fakta dan buktinya hanya dalam hitungan detik dipercaya sebagai trend, yaitu kejadian yang berdasarkan fakta. Relatif banyak orang lebih cepat percayaisu daripada isi kitab suci berdasarkan agama yang diyakini.

Akibat emosi yang tidak sehat, hal kecil menjadi isu besar, karena setiap orang melakukan menurut wataknya sendiri yang tidak dibimbing oleh kecerdasan spiritual. Akibatnya terdapat orang-orang yang memaksakan kehendaknya dan menuntut keseragaman dengan mengabaikan kepribadian orang lain.

Kamis, 26 Februari 2015, sekitar 6000 nelayan se-Jawa beramai-ramai meluapkan emosi mereka di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan di depan istana negara. Mereka memiliki keyakinan besar bahwa penyatuan luapan emosi secara serentak bisa mengubah kebijakan menteri KKP.

Luapan emosi tak terkendali tidak hanya terjadi pada orang-orang biasa, tapi juga terjadi pada orang-orang terdidik dan menjadi pola anutan. Contohnya, ketua majelis hakim PTUN Jakarta, Teguh Satya Bhakti, Rabu 25 Februari 2015 menangis saat membacakan putusan PTUN mengenai sengketa kepengurusan PPP yang dimenangkan oleh kubu Suryadharma Ali. Mungkin baru kali ini cerita seorang hakim tidak bisa menahan emosinya dihadapan publik.

Saat terjadi kisruh KPK-Polri, terdapat sejumlah orang secara emosional mengkultuskan individu-individu tertentu. Isu-isu sesat dihembuskan untuk memperkuat keberpihakan mereka. Mereka berpihak secara membabi buta dan sulit membedakan KPK sebagai individu dan KPK sebagai lembaga. Mereka tampak seperti orang yang kehilangan akal sehat, tidak cerdas emosional dan sosial. Misalnya anggota tim 9, Imam Budidarmawan Prasodjo terlihat beberapa kali di layar kaca berdemo di gedung KPK membela Abraham Samad. Sebagai seorang ilmuwan dan anggota tim independen (tim 9), seharusnya Imam Prasodjo menunjukkan kelasnya sebagai tokoh panutan dan pencerah, bukan bersikap ambivalen. Keberpihakan Iman Budidarmawan Prasodjo kepada KPK sebenarnya adalah hal yang wajar jika seandainya ia menolak sebagai anggota tim independen.

Setelah Presiden Soeharto jatuh, kehidupan bangsa Indonesia selalu diwarnai konflik kepentingan. Keinginan minta dipuaskan oleh negara dan emosi yang disertai caci maki makin tak terkontrol. Hampir semua orang di era reformasi ini seakan-akan memiliki kesempatan sebebas-bebasnya melempar isu sesat dan membahayakan. Presiden Jokowi diisukan menempati istana Bogor karena dibawah bangunannya terdapat marmer dan batuh Gioh bertuah. Isu lainnya adalah dua terpidana mati Bali Nine, Andrew Chan dan Myran Sukumaran diisukan akan diculik oleh Australia; tapi ditanggapi seolah-olah isu itu benar dan untuk mengantisipasinya, TNI AL mengirim tiga pesawat tempur Sukhoi dari Lanud Sultan Hasanuddin Makassar ke Lanud Ngurah Rai Bali; agar tidak terkesan mengada-ada dan heboh, dicarilah alasannya, yaitu untuk mengamankan udara Bali dan disiapkan untuk membawa dua terpidana, Andrew Chan dan Myran Sukumaran ke lokasi eksekusi mati di Nusakambangan.

Dampak emosi negatifmengakibatkan kepentingan profesional dan pribadi selalu bersinggungan. Tindakan tidak etis dan konflik kepentingan adalah bentuk persinggungannya yang menyulitkan dan mengurangi kepercayaan seseorang di mata publik.

Apa yang haruskita lakukan untuk menjaga emosi agar tetap stabil dan terkendali? Salah satu cara untuk menjaganya adalah dengan menggunakan formula ACTS. Saya akan uraikan penjelasan empat huruf ini mulai dari A sampai S, semoga bisa menolong para pembaca.

Huruf A adalah singkatan dari kata Adoration, yang artinya memuji.Rasa dendam dan mudah emosi kepada orang lain, karena kita cenderung hanya memuji diri sendiri atau memuji orang yang memiliki kesamaan dengan diri kita. Sedangkan orang yang berbeda dengan kita, baik berbeda dalam pendapat, status sosial, agama, suku dan sejumlah perbedaan lainnya, kita agak sulit memuji kelebihan dan keberhasilan mereka.

Huruf C merupakan singkatan dari kata Confession, yang artinya pengakuan. Kadang kita berlaku keras pada orang lain, namun berlaku lunak terhadap diri sendiri yang salah.Malu membuat pengakuan terhadap diri sendiri; akibatnya emosi meledak-ledak dan ditumpahkan kepada orang lain.

Huruf T diambil dari kata Thanksgiving, yang artinya ucap syukur. Emosi bukan sikap tapi sifat yang dibawa sejak lahir. Emosi tidak bisa dihilangkan, namun bisa dikendalikan. Hanya orang yang tahu mengucap syukur bisa mengendalikan emosinya. Orang yang tahu bersyukur berusaha mengubah perilakunya dari hidupnya yang tidak baik menjadi lebih jujur, lebih hati-hati dan bijaksana.

Huruf S merupakan singkatan dari kata Supplication, yang artinya permohonan. Setiap orang, sesuai agama yang diyakini, memiliki permohonan masing-masing kepada Tuhan. Seseorang hanya bisa bermohon kepada Tuhan jika ia mampu mengendalikan emosinya. Permohonan yang diminta seseorang umumnya adalah untuk perubahan sikap ke hal yang bermaanfat untuk diri sendiri maupun orang lain.

Bila kita mampu menerapkan formula ACTS, emosi kita pasti akan terkendali dan tidakmempermainkan emosi orang lain; tidak mudah menyebar isu dan tersesat oleh isu; tidak mudah menekan dan ditekan oleh kelompok kepentingan (interest group).

Manusia saat senang cenderung mengkultuskan diri sendiri dan mengabaikan campur tangan Tuhan, namun di saat krisis dan menghadapi bahaya, hati nurani memberi tahu bahwa siapa pun -orang baik atau jahat- masih memiliki kesempatanuntuk berubah menjadi baik.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun