Oleh: Soleman Montori.
Dahulu kota Manado adalah bagian dari Minahasa. Wenang adalah nama pertama sebelum berganti menjadiManado. Pergantian nama Wenang menjadi Manado dilakukan oleh orang Spanyol. Menurut Prof. Geraldine Manoppo-Watupongoh,nama Wenang berubah menjadi Manado terjadi pada tahun 1682. Kata Manado diambil dari nama pulau di sebelah Bunaken, yaitu pulau Manado yang banyak disebut-sebut oleh bangsa Portugis, Spanyol dan Belanda di dalam memori serah terima dan surat-surat penting lainnya. Agar tidak kehilangan nilai sejarahnya, di belakang pulau Manado ditambahkan kata Tua, sehingga namanya menjadi Manado Tua.
Di pulau Manado, yang kemudian namanya berubah Manado Tua, sekitar abad ke-13 pernah berdiri kerajaan Bowontehu. Ketika kerajaan Bowontehu lenyap, pada tahun1500- 1678 berdiri kerajaan Manado, namun bukan Manado daratan yang sebelumnya bernama Wenang.
Sistem pemerintahan yang dianut kota Manado pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda juga sama dengan Minahasa. Sistem pemerintahannya berbentuk republik-republik negeri yang disebut pakasaan. Tiap pakasaan dibagi lagi dalam sejumlah negeri kecil.
Pemimpin kota Manado pada masa pakasaan dipilih langsung oleh penduduk. Bentuk pemerintahan pakasaan bersifat demokratis, merdeka dan berdaulat penuh.Pemimpinnya dipilih langsung oleh rakyat dari tokoh yang disegani, pemberani, pahlawan atau tokoh yang dituakan.
Pada era pemerintah kolonial Belanda, kota Manado ditetapkan sebagai keresidenan (residency). Keresidenan Manado terdiri dari Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, dan pusatnya adalah Manado sebagai bagian dari wilayah Minahasa. Pada tahun 1824, berdasarkan keputusan gubernur jenderal Van der Cepellen, tanggal 14 Juni 1824, Nomor 10 (stblt 28 a), Manado ditetapkan menjadi keresidenan defenitif yang lepas dari Ternate; Johanes Wensel ditunjuk sebagai residennya.
Manado pada masa purbamemiliki Dewan Wali Pakasaan, yang memiliki undang-undang dasar primitif, yaitu Hukum Adat tidak tertulis sama dengan Minahasa. Hebatnya undang-undang dasar primitif tersebutditerima secara total oleh seluruh penduduk, namun oleh residen JohanesWensel pada tanggal 1 September 1825, Dewan Wali Pakasaandihapus dan diganti dengan MINAHASA RAAD purba (kini bangunannya berada di samping gedung Joeang 45 Manado).Menurut Dr. Godee Molsbergen, Dewan Wali Pakasaan dihapus karena sukar bagi kompeni Belanda melakukan penaklukkan.
Nama pakasaan sebelumnya adalah paesaan, kemudian berubah menjadi pahasaandan terakhir berkembang menjadi pakasaan. Ketika pemerintah kolonial Belanda berkuasa, pakasaan ditata dalam bentuk baru dengan nama walak, namun Dr. Robertus Padtbrugge menyebutnya balak. Para kepala walak diberi gelar Hukum Mayoor. Sedangkan kepala bawahannya disebut Hukum, namun ada juga yang menyebutnya Ukung. Pengertian Hukum yang dimaksud tidak sama dengan hukum yang berlaku saat ini, meskipun tugas dan fungsi para kepala walak saat itu adalah menata, mengatur dan menjalankan aturan sesuai hukum.
Walaupun pemimpin walak dipilih secara langsung oleh rakyat, namun bentuk dinasti dalam walak sering muncul. Hal seperti itu terjadi jika terdapat anak kepala walakyang disegani, maka otomatis anak kepala walak yang disegani tersebut dipilih secara aklamasi sebagai pengganti kepala walak.
Menurut Prof. Dr. George Alexander Wilken dalam Jessy Wenas, kata walak merupakan bahasa asli Minahasa di wilayah Tontemboan, Tombulu, Tonsea dan Tondano. Dikatakannya bahwa walak memiliki dua pengertian. Pertama, walak adalah serombongan penduduk secabang atau dalam satu garis keturunan. Kedua, walak adalah wilayah/negeri yang didiami penduduk secabangatau dalam satu garis keturunan.
Menurut Dr. Robertus Padtbrugge di Manado pada tahun 1678 terdapat 3 (tiga) walak, yaitu walak Ares berpenduduk 100 kepala keluarga, walak Manado berpenduduk 40 kepala keluarga dan walak Klabat Bawah berpenduduk 60 kepala keluarga.Pada tahun 1764walak di Manado bertambah menjadi 6 (enam), yaitu walak Ares, Manado, Klabat Bawah, Bantik, Mawuring (perkampungan Tondano di tepi sungai Tikala) dan Negeri Baru (kini Titiwungen). Pada awal tahun 1800 sampai tahun 1817 di Manado pernah ada walakNieuw Tondano (Tondano Baru) atau Tondano-Bawah.Tahun 1856, walakNieuw Tondano dan Mawuring dihapus berdasarkan Staatsblad Nomor 28.
Dalam perkembangannya, pemerintah kolonial Hindia-Belanda mengubah walak menjadi distrik. Ketika itu kota Manado masih bernama Wenang dan memiliki7 (tujuh) distrik, yaitu distrik Ares, Klabat-Bawah, Manado, Mawuring, Negeri Baru, Nieuw Tondano dan distrik Bantik.
Pada tahun 1884, walak Ares, Klabat Bawah, Manado, Wanua Werudan Negeri Barudigabung menjadi distrik Manado. Distrik dalam menjalankan tugasnya dipimpin oleh kepala distrik dan dibantu oleh kepala Distrik Kedua.
Pada tahun 1919 pemerintah Hindia-Belanda menghapus distrik Bantik dan digabung ke distrik Manado, sehingga kota Manado menjadi satu-satunya distrik dari 7 bekas distrik di wilayah yang kini menjadi kota Manado. Pada tahun 1919, Manado menjadi kota Haminte (pemerintahan kotapraja pada masa pendudukan Hindia-Belanda) dan memiliki dewan kota berdasarkan Staatsblad (lembaran negara) Hindia-Belanda Nomor 225 tanggal 1 Juli 1919.
Wilayah Manado pada tahun 1927 diperluas. Tomohon adalah salah satu distrik yang digabungkan ke distrik Manadosampai tahun 1944. Tahun 1951,distrik Manado terdiri dari distrik Bawahan Manado Utara Luar Kota (kecamatan Wori) dan distrik Manado Selatan Luar Kota (kecamatan Pineleng).
Walaupun sudah ramai dikunjungi, wilayah kota Manado sampai pada tahun 1934 masih terdiri dari satu distrik dan dua Distrik Kedua (setingkat kecamatan), yaitu onderdistrik Zuid Manado (Manado Selatan) dan onderdistrik Noord Manado (Manado Utara). Tahun 1953, Manado disebut kota Besar.
Kota Manado sejak masa kemerdekaan telah beberapa kali mengalami perubahan status dalam struktur pemerintahan. Semula masuk dalam kategori kotapraja (1957-1958), Daerah Tingkat II (1958-1965), Kotamadya (1965-1974), Kotamadya Daerah Tingkat II (1974-1999), Kota Manado (1999 – saat ini).
Hari lahir kota Manado ditetapkan tanggal 14 Juli 1623. Tanggall 14 diambil dari peristiwa heroik 14 Pebruari 1946 di kota Manado, yang dikenal dengan nama Peristiwa Merah Putih, yaitu kebangkitan putra daerah mempertahankan kemerdekaan dengan cara menentang penjajahan kolonial Belanda.
Buli Juli diambil dari unsur yuridis, yaitu pada bulan Juli 1919 ketika Gubernur Jenderal Hindia Belanda mengeluarkan besluit Manado sebagai Gemente. Tahun 1623 diambil dari unsur historis, yaitu saat nama Manado dikenal dan digunakan dalam surat resmi.
Manado adalah kota yang memiliki topografi berbukit.Sampai pada tahun 1947masih merupakan bagian dari wilayah Minahasa. Memiliki luas wilayahsebesar 1,03 persen dari luas wilayah provinsi Sulawesi Utara.Pada tahun 1926,luas kota Manado hanya sebesar 10,62 km² , bertahan sampai masa pendudukan Jepang dan masa revolusi (Fendy E.W. Parengkuan).
Wilayah Minahasa yang digabungkan ke wilayah kota Manado berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1988, tanggal 6 Desember 1988 adalah: 1) sebagian wilayah Wori yang meliputi 11 desa, yaituBunaken, Manado Tua Satu, Manado Tua Dua, Alung Banua, Bailang, Tongkeina, Meras, Molas, Pandu, Bengkol dan Buha; 2) sebagian wilayah Dimembe meliputi yang 7 desa, yaitu Kairagi Satu, Kairagi Dua, Paniki Bawah, Mapanget Barat, Kima Atas, Kairagi Weru dan Paniki Dua; dan 3)sebagian wilayah kecamatan Pineleng yang meliputi 3 desa, yaitu: Winangun, Malalayang Satu, dan Malalayang Dua.
Secara geografis kota Manado terletak di ujung jazirah utara pulau Sulawesi,yaituantara 1°25’88”-1°39’50” Lintang Utara dan 124°47’00”-124°56”00” Bujur Timur; beriklim tropis dengan suhu rata-rata 24° - 27° C. Memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Curah hujan rata-rata 3.187 mm/tahun dengan iklim terkering sekitar bulan Agustus dan terbasah pada bulan Januari. Intensitas penyinaran matahari rata-rata 53%.Kelembaban nisbi udara relatif tinggi; rata-rata berkisar antara 71 persen pada bulan September hingga 86 persen pada bulan Januari-Februari. Suhu udara maksimum 34,9°C terjadipada bulan Oktober, sedangkan suhu udara minimum 19,1°C terjadi pada bulan September.
Seiring dengan pertambahan waktu, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kota Manado terus menggeliat. Perkembangannya mulai terlihat pada akhir tahun 1980 ketika pantai Manado sepanjang 4,3 km direklamasi untuk memperlancar transfortasi jalan. Pembangunannya rampung selama 13 tahun dan diresmikan pada tahun 1993.
Dua tahun setelah jalan reklamasi diresmikan tahun 1995, pemerintah mengijinkan pengembang (developer) mereklamasi pantai untuk kegiatan bisnis. Panjang pantai yang direklamasi oleh pengembang sama dengan panjang jalan, yaitu 4,3 km, dengan lebar antara 100-150 meter dan luas wilayah pantai yang direklamasi 67 Ha.
Jalan Pierre Tendean, adalah nama kawasan reklamasi tersebut, namun masyarakat menyebutnya Boulevard. Sejak kehadiran Boulevard,aktivitas masyarakat lebih banyak terkonsentrasi di kawasan ini, baik untuk menikmati keindahan pantai ataupun dimanfaatkan oleh sektor informal untuk mencari nafkah. Hal ini membuat kawasan Boulevard tidak hanya menjadi pusat perdagangan baru kota Manado, tetapi juga secara tidak langsung mendorong kegiatan perekonomian Sulawesi Utara terkonsentrasi di pusat bisnis baru ini.
Pemerintah daerah menamainya kawasan B on B (Boulevard on Business). Siang dan malam hari dipenuhi orang untuk berbelanja dan bersenang-senang. Selain mall, juga terdapat sejumlah hotel berbintang, restoran dan kafe serta toko dan ruko yang memagari pesisirnya dengan jumlah yang tak terhitung.
Dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, peningkatan perbaikan standar hidup masyarakat, dan untuk menstimulasi sektor-sektor penting lainnya seperti pembangunan hotel, penginapan dan sarana transportasi, pemerintah kota Manado dibawa kepemimpinan Walikota, Dr. Ir. G S. Vicky Lumentut, SH, M.Si, DEA dan Wakil Walikota, Dr. Harley Alfredo Benfica Mangindaan, SE, MSM menetapkan visi: Manado Kota Model Ekowisata.
Manado Kota Model Ekowisata, merupakan visi yang memiliki daya tarik kuat, terutama bagituris yang senang berburu kesenangan dan kenikmatan yang berumber dari lingkungan alam, adat istiadat, warisan kepribadian leluhur, kerukunan, kuliner, atraksi wisata yang menarik dan unik.
Bagi daerah yang miskin Sumber Daya Alam (SDA) seperti kota Manado, namun kaya SDM abroad minded, pengembangan pariwisata dengan menjadikan ManadoKota Model Ekowisata merupakan pilihan yang tepat untuk mempercepat usaha pengembangan dan pertumbuhan ekonomi. Kini hasilnya telah terbukti. Perkembangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi terus menggeliat.
Sejak kota Manado memilih ekowisata sebagai konten visi, ritme pembangunan bergerak dengan cepat. Hotel, penginapan, supermarket dan restoran bertambah. Jumlah kunjungan wisatawan meningkat. Kota Manado makin berbeda.
Pemukiman baru bermunculan dan luas wilayah yang dihuni terus bertambah. Luaswilayah kota Manado yang semula hanya10,62 km² pada tahun 1926 sampai pada masa pendudukan Jepang dan masa revolusi bertambah menjadi 2.369 hektar (23,69 km²). Kemudian pada tahun 1988 bertambah lagi menjadi 15.726 hektar (157,26 km² ).
Wilayah pemerintahan sampai pada tahun 1934 yang hanya terdiri dari satu distrik dan dua Distrik Kedua (setingkat kecamatan), yaitu onderdistrik Zuid Manado (Manado Selatan) dan onderdistrik Noord Manado (Manado Utara) berkembang menjadi 3 kecamatan, lalu bertambah menjadi 5 kecamatan, kemudian menjadi 9 kecamatan dan saat ini telah menjadi 11 kecamatan. Manado makin maju, beda dan menggoda. Peluang bertambahnya luas wilayah dan jumlah kecamatan sangat besar.
Sepuluh atau lima belas tahun ke depan, Manado sebagai ibu kota provinsi Sulawesi Utara dengan sejumlah potensi unggulan yang dimiliki sangat prospektif dan memiliki peluang menjadi kota yang maju dan besar. Kearifan lokal “Torang Samua Basudara” yang telah berakar kuat dalam kehidupan masyarakat, yang mengakui bahwa perbedaan adalah hal yang indah dan mengandung nilai kehidupan menjadi faktor penting mendorong perkembangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kota Manado.
Faktor keamanan dan kenyamanan, perkembangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kemungkinan akan “menggoda” sejumlah daerah tetangga di wilayah kabupaten Minahasa dan Minahasa Utara menggabungkan diri dengan kota Manado.
Alasan untuk menggabungkan diritidak hanya karena perkembangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi semata, tapi juga karena faktor lain seperti posisi geografis yang dekat dengan kota Manado;jarak tempuh tidak terlalu jauh; dan hemat biaya transportasi.
Faktor sejarah dan psikologis juga menjadi pertimbangan untuk menggabungkan diri. Pineleng, Kalasey, Tikela, dan Wusa, adalah beberapa wilayah pemukiman pendudukyang berpotensi (atas kesadaran sendiri)untuk menggabungkan diri dengan kota Manado. Manado yang dulunya bernama Wenang adalah bagian dari wilayah Minahasa, sehingga hambatan psikologis untuk menggabungkan diri dengan kota Manado relatif kecil, bahkan tidak ada.
Manado sebagai kota terbuka telah menjadi melting point bagi berbagai kepentingan banyak orang yang datangmendiaminya. Dari berbagai literatur ditemukan bahwa kota Manado tidak hanya menjadi sejarah dari satu etnis atau sub etnis, tetapi merupakan kota yang terdiri dari beragam etnis.
Keragaman etnis, sub etnis dan kelompok yang masyarakat yang ada di Manado menunjukkan bahwa kota Manado dalam sejarah perkembangannyatidak mempersoalkan ide-ide pluralisme. Adanya kawasan kampung Cina, kampung Arab, kampung Ternate, Liwas (lingkungan warga Sangihe) di samping kampung Tondano, kampung Tomohon, kampung Kakas, kampung Tombariri merupakan bukti bahwa Manado adalah kota pluralis. Penamaan beberapa wilayah yang menggunakan etnis dan sub etnis merupakan bukti bahwa Manado merupakan salah satu kota di provinsi Sulawesi Utara yang memiliki kemajemukan tinggi.SOL***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H