GURU DANMUTU PENDIDIKAN
Oleh: Soleman Montori
Guru adalah profesi pencerah jiwa dan penceramah sepanjang jaman. Didikan, hajaran, nasihat dan pesannya membuat banyak orang tetap mengingat dan mengenangnya. Banyak hal yang dapat digugu dan ditiru dari guru, di antaranya kesabaran dan keteladanannya.
Siapa yang telah dididik; menjadi apa anak yang telah dididik; dan seperti apa tutur kata, etika dan moral anak yang telah dididik, semuanya menunjukkan bahwa betapa pentingnya pekerjaan seorang guru. Dedikasi, pengabdian, ketekunan dan kesabaran, adalah sejumlah hal penting yang harus dimiliki guru dalam mengajar dan mendidik siswa. Guru bermutu dan berprestasi adalah inspirasi bagi banyak siswa.
Pada masa revolusi banyak orang terpanggil menjadi guru.Mereka rela mengajar tanpa dibayar. Sejak saat itu populer sebutan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Wibawa dan ajarannya dituruti dan diikuti. Tapi kemudian seiring dengan bergesernya tata nilai sosial masyarakat pasca reformasi, perlakuan dan pengakuan masyarakat terhadap profesi guru mengalami degradasi.
Tiap negara memiliki penghormatan yang berbeda terhadap guru. Di Jepang, guru dianggap sama dengan pejabat pemerintah. Di Amerika Serikat, guru dianggap setara dengan pustakawan. Di Cina, profesi guru diberi penghormatan tertinggi dan dianggap setara dengan dokter. Di Thailand dikenal budaya Wai Khru, yang artinya menghormati guru. Di Indonesia, penghargaan masyarakat terhadap profesi guru tak menentu. Dulu disebut pahlawan tanpa tanda jasa. Sekarang tidak semeriah perayaan hari ulang tahunnya.
Sejak kemerdekaan, guru bukan lagi pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi merupakan pahlawan yang memiliki banyak tanda jasa dalam semua bidang kehidupan. Tak ada profesi lain tanpa guru. Specialist dalam sejumlah bidang ada karena guru. Guru yang expert dan profesional menentukan dan bisa mengubah nasib bangsa. Masih kurangnya guru yang expert dan profesional mengakibatkan guru dari waktu ke waktu tak pernah sepi dari sorotan dan kritikan. Sorotan dan kritikan yang dialamatkan selalu berkaitan dengan masih rendahnya mutu pendidikan. Tunjangan profesi guru dalam bentuk sertifikasi ternyata belum menjadi solusinya.
Mengapa pendidikan di Indonesia selalu berada pada posisi rendah? Apa yang salah? Banyak faktor yang menyebabkannya. Tujuan akhir belajar hanya untuk memperoleh angka/nilai, adalah salah satu penyebabnya. Sudah lama terbingkai bahwa pemahaman sebagian guru tentang mutu hanya sebatas siswa memperoleh nilai yang tinggi. Siswa kurang diberi pemahaman untuk bersikap kritis terhadap berbagai masalah.
Dari aspek budaya, guru dan siswa di negara kita sama-sama dihormati. Pemerintah, masyarakat, dan orang tua sama-sama bertangung jawab terhadap pendidikan. Namun skill yang sangat berharga seperti kreativitas dan kemampuan keahlian untuk memecakan masalah masih sulit diukur dan mendapatkan peringkat. Skill guru dan siswa yang rendah juga merupakan penyebab rendahnya mutu pendidikan dan selalu menjadi bahan diskusi di dalam berbagai forum ilmiah.
Faktor lainnya yang menyebabkan mutu pendidikan rendah adalah kualifikasi dan distribusi guru yang tidak merata. Teacher Employment and Deployment, World Bank 2007 melaporkan bahwa sebanyak 54 % guru di Indonesia tidak memiliki kualifikasi yang cukup untuk mengajar; secara nasional terdapat 34 % sekolah kekurangan guru; sebanyak 21 % sekolah diperkotaan kekurangan guru; 37 % sekolah di pedesaan kekurangan guru; dan 66 % sekolah di daerah terpencil kekurangan guru.
Menurut kepala Badan Pengembangan SDM dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Syawal Gultom, jumlah guru di Indonesia sudah cukup, namun distribusinya tidak merata. Distribusi guru yang tidak merata sudah terjadi puluhan tahun. Sejumlah sekolah kekurangan guru, guru mengajar rangkap, dan keluhan tentang mutu pendidikan yang rendah adalah dampaknya.
Tahun 2011, lima kementerian (Kemendikbud, Kemenag, Kemenkeu, Kemendagri dan KemenPan-RB) mengeluarkan peraturan bersama Nomor 05/x/pb/2011, spb/03.pan-rb/2011, 48 Tahun 2011, 158/pmk.01/2011, dan Nomor 11 Tahun 2011 tentang penataan dan pemerataan guru PNS, yang mengharuskan seluruh kabupaten/kota untuk melakukan penataan guru PNS sesuai dengan kebutuhan. Tapi sampai kini keluhan kekurangan guru masih terdengar. Distribusi guru yang tidak merata tidak hanya dari segi jumlah, tapi juga dari jenjang pendidikan. Keberadaan guru berpendidikan strata satu (S1) lebih banyak berada di perkotaan.
Index Pembangunan Manusia (Human Developmen Index) tahun 2012 yang dipublikasikan United Nations Development Programme (UNDP), yang merupakan badan pekerja PBB untuk pembangunan pada 14 Maret 2013 menempatkan pendidikan Indonesia pada urutan 111 dari 182 negara; jauh di bawah Singapura yang berada pada urutan 18, Malaysia urutan 64, Thailand urutan 87, dan Philipina urutan 105.
Pendidikan terbaik di dunia saat ini dipegang oleh Norwegia, yang sebelumnya diraih oleh Finlandia. Khusus Asia Tenggara, Singapura adalah yang terbaik. Bagaimana cara mereka belajar? Pemanfaatan teknologi tinggi, kreativitas guru, pembelajaran aplikatif dan interaktif hingga kurikulum bermutu adalah solusinya. Namun yang menjadi kunci utamanya adalah mutu dan dedikasi guru.