Mohon tunggu...
Solehudin
Solehudin Mohon Tunggu... -

MY LIFE WILL NEVER END! Introvet yang tobat... exPResiF... gAk bIsa Diam tiDak sUka LihaT bErIta KriMinal gampang cemburu... gaK suKa mAkaN teLat PeJuang seJati... pantanG pUtuS Asa verY oUt of BoX paLiNg gK bIsa NganGGur suKa IsenG SuKa TanTangan..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi, Anak Emas dalam Ruang Ganti PDIP

16 Maret 2014   02:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:53 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PDIP telah resmi memberi mandat pada sang anak emas, Joko Widodo, untuk mengikuti audisi RI-1. Pengumuman pencalonan Jokowi dinilai kalangan PDIP sangat tepat waktunya dengan harapan, nama Jokowi dapat mendongkrak perolehan suara partai. Nama Jokowi sendiri memiliki nilai jual yang menjajikan, hal ini terlihat dari perolehan hasil berbagai survey popularitas tokoh mana yang layak menjadi presiden Republik Indonesia.

Pro dan kontra selalu muncul dalam segala hal, tak terkecuali masalah masuknya nama Jokowi dalam pertarungan memperebutkan RI-1. Pertanyaan-pertanyaan pun muncul, seperti :

Apakah Jokowi layak jadi Presiden?

Jawaban dari pertanyaan pertama mungkin agak retoris. Menurut saya, kurang etis mempertanyakan kualitas seseorang dengan begitu saja. Bagaimana jika pertanyaan itu kita balik, Sebenarnya bagaimanakah kualifikasi menjadi seorang presiden republik Indonesia? Lalu, siapa sih orang yang layak tersebut?

Mengenai persyaratan menjadi presiden, tentunya hal ini akan menimbulkan perdebatan. Seorang BJ. Habibie, dalam acara Mata Najwa, hanya “berani”menyebutkan batasan umur saja (kalau tidak salah antara 45-60 tahun). Namun, menurut saya pribadi, terkepas dari kualitas tersebut, hal yang paling penting dimiliki oleh calon presiden tersebut adalah kepercayaan rakyat. Kepercayaan rakyat semacam ini pula yang dimiliki oleh SBY ketika mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2004. Meski seiring dengan waktu kepercayaan ini turun seiring dengan untaian retorika dan waktu.

Faktor kepercayaan rakyat, dalam dunia demokrasi sebenarnya bias menjadi boomerang. Tidak semua orang bisa amanat, melaksanakan kepercayaan rakyat dengan sebaik-baiknya untuk rakyat. Bagaimana dengan Jokowi? Apakah jokowi bisa mengemban amanat rakyat untuk kebaikan dan kemakmuran Indonesia?

Sang Anak Emas dalam Ruang ganti PDIP

Sebelum memimpin DKI, Jokowi pada saat itu masih memegang jabatan sebagai wali kota Surakarta pada tahun ke dua (periode ke-2). Belum selesai menjadi walikota Surakarta, kemudian Jokowi dicalonkan PDIP untuk menjadi DKI-1 berpasangan dengan Pak Ahok, dan kemudian terpilih. Berikutnya, belum ada 2 tahun Jokowi memimpin Jakarta, ia kembali dicalonkan oleh PDI-P untuk menjadi Presiden Republik Indonesia.

Dalam tulisan ini, saya tidak ingin mengatakan bahwa, banyak PR Jokowi yang belum selesai, atau mengenai ambisi Jokowi, atau apa pun terkait tugas dan tanggung jawab Jokowi baik sekarang maupun sebelumnya. Hal yang ingin saya tegaskan adalah, bagaimana hubungan Jokowi dengan PDIP, terutama dengan Ibu Megawati. Dalam beberapa kesempatan di media televisi dan internet, Jokowi menunjukkan bahwa dirinya merupakan kader setia PDIP. Hubungan yang seperti ini, bagi saya, cukuplah mengkhawatirkan. Jokowi, meski dalam segala arah terlihat sebagai “anak emas” PDIP, Ia tetaplah merupakan sebuah “alat politik” dari partai. Partai yang memiliki kepentingan. Partai yang memiliki ambisi. Sejujurnya, romantisme antara PDIP dengan Jokowi seperti ini mengingatkan saya pada romantisme SBY dengan Partai Demokrat.

Bagi Saya, Hubungan PDIP dengan Jokowi amatlah menarik karena PDIP merupakan partai yang berbeda dengan partai lain. PDIP memiliki suatu kerangka kepemimpinan yang lebih jelas. PDIP memiliki ibu Megawati, yang menjadi pusat energy partai dengan trah Soekarno, yang mungkin dapat kita baca akan berlanjut garis kekuasaannya pada Puan.

Langkah PDIP dalam penunjukkan Jokowi sebagai calon presiden, meski banyak yang mengkritik, tetaplah patut diapresiasi. Saya termasuk orang yang “menunggu” siapa orang yang akan dicalonkan oleh PDIP. Apakah PDIP akan melanjutkan garis “darah biru” Soekarno?

Megawati menjadi sosok kunci dalam dinamika politik yang terjadi di dalam PDIP. Ia mengerti benar bagaimana pengaruhnya dalam partai, dan mengerti benar bahwa selama ini belum ada orang yang dapat mengganti atau menjadi penerus perannya, termasuk Puan. Jokowi memberikan jawaban akan “kebimbangan” politik Ibu Mega hingga tercipta suatu bentuk lain dari PDIP.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun