Mohon tunggu...
Puisi Pilihan

Bangku Lumpuh Satu Persatu

22 Maret 2016   17:06 Diperbarui: 22 Maret 2016   17:15 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

kolong meja semakin tua bermahkota debu

ceramah-ceramah bersliweran di genggaman

hafal dari permulaan sampai pengakhiran

bangku pincang patah kaki satu persatu

 

tetiba daun tintir tak mampu sembuhkan luka

seperti dulu, saat nenek terbelah kakinya

kini ada obat merah (palsu)

penurun panas (oplosan)

 

aku bergerak dalam riuh bergemuruh

seluruh mata angin dipenuhi busur-busur

yang lahir dari nafsu

 

debu meraja di kolong meja

dan bangku-bangku lumpuh beribu-ribu

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun