Mohon tunggu...
Politik

Warisan Haram Tanpa surat Wasiat Itu Bernama Korupsi

7 Oktober 2017   12:38 Diperbarui: 7 Oktober 2017   12:41 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prilaku korupsi di negeri ini kian merajalela. Sederet nama dari jajaran pejabat tinggi hingga terendah terjebak dan terseret kasus tindak pidana korupsi. Meski prilaku buruk korupsi itu tidak diwariskan, bahkan diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku, namun keberadaannya kian lestari dan mewabah dihampir setiap intasi di negeri ini.

Sebenarnya prilaku korupsi di dunia ini sudah terjadi sejak manusia mengenal tata administrasi. Sekarang sudah bukan hal yang tabu lagi, nyaris setiap hari sejumlah media masa menyajikan berita kasus tindak pidana korupsi. Sebab, dalam data yang dikeluarkan Indeks Persepsi Korupsi tahun 2016 saja menyebutkan, bahwa Indonesia menyandang predikat ke-88 sebagai negara terkorup sedunia.

Sedangkan, tahun 2017 Transparency International Indonesia (TII) menyebutkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dipandang masyarakat Indonesia sebagai lembaga negara paling korup. Survei oleh Global Corruption Barometer (GCB) yang disusun TII itu juga memperlihatkan 65% masyarakat Indonesia menganggap level korupsi meningkat dalam 12 bulan terakhir. Hasilnya menunjukkan sebagian besar masyarakat menempatkan DPR di peringkat pertama lembaga negara yang dianggap korup, diikuti birokrasi pemerintah, dan DPRD.

Sebenarnya, penanaman prilaku anti korupsi di negeri ini telah dilakukan dengan berbagai formulasi pendekatan. Bahkan formulasi pendekatan anti korupsi yang paling kerap digunakan dunia internasional diterapkan juga stakeholder di negeri ini. Dari mulai pendekatan hukum (Lawyer Approach), pendekatan bisnis (Business Approach), pendekatan pasar atau ekonomi (Market Or Economist Approach) dan pendekatan budaya CulturalApproach.

Kesemua formulasi pendekatan anti korupsi itu telah diterapkan untuk membendung prilaku korupsi di negara ini. Namun entah mengapa, meski sudah dilakukan upaya tersebut, korupsi tetap bersemi bak jamur dimusim hujan.

Dalam beberapa literasi disebutkan bahwa faktor penyebab terjadinya tindak korupsi secara garis besar terbagi pada dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Dari faktor internal, seseorang melakukan korupsi itu karena dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadaran untuk melakukan.  Lebih jauh disebutkan sebab-sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain sifat tamak manusia, moral yang kurang kuat menghadapi godaan,  gaya hidup konsumtif, tidak mau (malas) bekerja keras.

Sementara yang mengarah pada faktor eksternal seseorang melakukan tindakan korupsi itu akibat kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa, rendahnya gaji, lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan, rendahnya integritas dan profesionalisme, mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi belum mapan, kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat, dan lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika.

Kunci persoalan yang sudah terumuskan diatas seharusnya sudah menjadi bahan untuk langkah penanggulangannya. Jangan terkesan setengah hati dalam memutus mata rantai persoalan ini, baik dalam penindakan maupun pencegahannya.

Sudah saatnya pemangku kebijakan membuat formulasi yang lebih efektif dalam upaya pencegahannya, tak hanya terfokus pada penindakan yang sifatnya hanya represif yang berdampak dalam waktu jangka pendek saja. Tetapi yang bersifat jangka panjang dan berkelanjutan, agar prilaku korupsi yang saat ini seakan sudah menjadi kebiasaan yang terwariskan dari generasi ke generasi terhenti sampai disini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun