Mohon tunggu...
Rully Efendi
Rully Efendi Mohon Tunggu... profesional -

Jurnalis Muda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lagi, Pemerintah Ploroti Uang Rakyatnya

18 Oktober 2014   18:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:33 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cukai Rokok Naik, Pemerintah Sukses ‘Ploroti” Uang Perokok

Pembahasan rokok di negeri Merah Putih ini, membuat pemerintah galau atau hanya pura-pura galau. Di sejumlah kesempatan, perwakilan pemerintah selalu mengaku waswas, tentang dampak negatif konsumsi rokok pada kesehatan masyarakatnya. Apalagi, pemerintah pernah mendata ada lebih 200 ribu orang meninggal dunia setiap tahunnya, karena penyakit yang berhubungan dengan rokok. (Sumber : Republika Online, 28/2/2011).

Pada kesempatan itu pula, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, dr Azimal, mengatakan bahwa konsumsi rokok di Indonesia meraih peringkat tertinggi ketiga di dunia, setelah China dan India. Bahkan, saat itu pula dia memperkirakan ada 50 juta penduduk Indonesia merokok dengan rata-rata rokok yang dihisap per hari sebanyak 20 batang setiap orang.

Kepura-puraan sikap galau pemerintah, semakin menjadi ketika dorongan sejumlah Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tidak Merokok (KTM) mulai digalakkan. Bahkan dalam Perda tersebut, juga termaktub aturan bahwa ruang publik dan institusi pemerintahan, wajib disediakan ruangan khusus merokok. Namun buktinya, di sejumlah kantor pemerintahan, masih sangat minim yang memiliki ruang khusus merokok.

Belum lagi, sejumlah gambar jorok foto penyakit dampak merokok, juga mulai terpasang pada pertengahan tahun 2014 ini. Bahkan sebenarnya, saya pun tak enak makan ketika melihat gambar di bungkus rokok itu. Sebab, gambarnya begitu menjijikkan.

Namun meski menjijikkan, perokok di Indonesia pun masih belum ada yang melangsir, bahwa perokok mengalami penurunan secara kuantitas. Artinya, efek positif terhadap pemasangan gambar menjijikkan itu pun, belum bisa dibuktikan dengan obyektif.

Tidak berhenti disana, pemerintah kembali berpura-galau, dengan kembali berencana menaikkan harga cukai rokok. Bahkan, rencana kenaikan harga cukai rokok yang mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2015 tersebut, reta-rata sebesar 8,72 persen dari harga cukai rokok sebelumnya.

Padahal, pola menaikkan harga cukai rokok dengan harapan mampu meminimalisir jumlah perokok, belum mampu dibuktikan secara ilmiah dan obyektif, persis seperti cara memasang gambar di bungkus rokok segala merk. Hal itu bisa dibuktikan dengan track record langkah yang pernah dilakukan pemerintah sebelumnya. Sebab menaikkan harga cukai rokok, juga sering dilakukan pemerintah sebelumnya.

Lantas, kenapa saya berani menuding pemerintah berpura-pura galau?. Karena semua itu hanyalah kedok pemerintah, meraup pendapatan negara sebanyak-banyak dari jutaan penghisap rokok nasional. Buktinya seperti yang dirilis Katadata.News (7/10/2014) : Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Andin Hadiyanto mengatakan, kenaikan tarif cukai ini diproyeksikan mendorong pencapaian target penerimaan cukai dalam APBN 2015 sebesar Rp 169 triliun.

Pemerintah sebenarnya paham betul, menghentikan kebiasaan merokok sebenarnya sangat tidak mudah. Apalagi pejabat elit negara kita pun, jika diakui jujur juga menjadi perokok aktif. Namun kenapa, mereka tidak berfikir serius dengan berupaya mencari formulasi medis (semisal terapi), yang mampu membuat perokok bisa menghentikan kebiasaannya. (rully effendi, 18/10/2014).

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun