Mohon tunggu...
Rully Efendi
Rully Efendi Mohon Tunggu... profesional -

Jurnalis Muda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Petani Punya PG, Skandal Bakal Terkuak

17 Oktober 2014   01:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:43 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14135488461309909602

[caption id="attachment_367131" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi - panen tebu (KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA)"][/caption]

Saya benar-benar waswas, jika petani tebu rakyat ada pada titik frustasi tertingginya. Kekawatiran saya, bukan karena petani akan kompak membakar semua lahan tebunya. Tapi saya akan lebih kawatir, jika petani tebu malah kompak mengumpulkan dana pribadinya, lantas membangun pabrik gula (PG) untuk memproses tebu milik masing-masing petani.

Kenapa saya khawatir? Karena jika ada PG swadaya para petani tebu seperti yang saya maksud, maka sejumlah PG milik BUMN akan kehilangan pemasok bahan baku terbesarnya. Padahal, nyaris semua PG (termasuk PTPN XI) berbahan baku 75 persen lebih dipasok petani tebu rakyat. Jika sudah demikian, maka proses produksi PG milik BUMN, secara otomatis juga akan semakin melemah.

Namun, kekhawatiran saya bukan berhenti cukup di sana. Karena di balik itu semua, saya khawatir jika PG baru milik petani mampu menjamin rendemen tebu terendah hingga 10 persen. Jika itu terjadi, maka akan ada dua keraguan yang terjawab sekaligus. Pertama, Perda Provinsi Jatim No. 17 Tahun 2012 akan terealisasi, dan kedua, PG swadaya milik petani itu akan mampu membuktikan bahwa rendemen tebu rakyat bisa lebih tinggi daripada tebu milik PTPN.

Bayangkan saja, sumber Kementerian Pertanian atas laporan Direksi PTPN XI, menunjukkan bahwa laporan capaian rendemen musim giling 2014 menegaskan bahwa dari 16 unit PG di bawah PTPN XI, tidak ada satu pun rendemen tebu rakyat yang mengalahkan rendemen tebu milik PTPN XI. Bahkan, rata-rata selisih rendemen ada pada angka 0,94 persen.

Secara parsial, boleh saja masing-masing pimpinan di 16 PG PTPN XI mengatakan, bahwa mereka lebih hebat karena tak bisa dikalahkan petani tebu rakyat. Namun, saya juga boleh bicara nakal, jika ternyata para pimpinan PG tersebut, tidak mampu meningkatkan produktivitas tebu rakyat yang setara seperti hasil yang mereka peroleh. Padahal, petani tebu rakyat merupakan mitra mereka.

Saya pun juga mengajak para petani tebu rakyat mitra PTPN XI, untuk bertanya kritis tentang margin rendemen tersebut. Apakah persoalan lemahnya produktivitas tebu petani rakyat karena lahan, perawatan, atau karena ada tips khusus yang dimiliki PG? Namun apa pun itu, demi efektivitas dan efisiensi produksi gula, petani berhak memperoleh jawaban tentang selisih rendemen yang relatif tinggi itu.

Jika kembali saya boleh bicara nakal, PG milik PTPN XI saya nilai egois dalam melakukan perhitungan rendemen tebu. Apalagi, konon kabarnya, mayoritas petani rakyat mengaku tidak memahami cara penghitungan rendemen yang dilakukan PG. Padahal jika bicara fair, petani berhak menghitung rendemen tebunya, yang kemudian dapat dibandingkan dengan hasil penghitungan PG.

Belum lagi, mayoritas petani tebu rakyat, juga tidak mampu memperkirakan berapa banyak tetes yang menjadi hak mereka. Sebab apa pun itu, cairan yang juga hasil dari proses produksi tebu tersebut, juga memiliki nilai ekonomi yang cukup dihargai. Sehingga jika saya diperbolehkan bicara nakal lagi, sangat mudah bagi pemangku kekuasaan di jajaran PG dan direksi PTPN XI, untuk 'mengutil' gula dan tetes petani.

Karenanya, saya berkali-kali berdoa, agar kekompakan petani untuk membangun PG swadaya hanya kekhawatiran saya semata. Jika sampai terwujud, saya hanya waswas jika sejumlah kebodohan yang telah diterima petani tebu rakyat akan segera terbongkar. Namun yang pasti, prioritas doa terucap hanya untuk kesejahteraan para petani tebu. (rully efendi-16/10/2014)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun