Mohon tunggu...
Sofya Putri Ariningrum
Sofya Putri Ariningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kimia Universitas Sebelas Maret

Salam hangat untuk pembaca kompasiana yang berbahagia. Perkenalkan, saya Sofya Putri Ariningrum.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ujian Nasional: Mimpi Buruk atau Jalan Menuju Sukses?

12 November 2024   15:01 Diperbarui: 12 November 2024   15:03 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Setelah sempat dihapus, Ujian Nasional (UN) kini kembali menjadi topik hangat di dunia pendidikan Indonesia. Rencana untuk mengadakan kembali ujian ini menimbulkan banyak respon yang beragam di kalangan masyarakat, mulai dari dukungan yang melihatnya sebagai tolok ukur kualitas pendidikan, hingga kritik yang menilai bahwa ujian nasional kurang relevan dalam mengukur kemampuan siswa secara menyeluruh. Apakah kembalinya Ujian Nasional (UN) adalah langkah maju atau justru mundur dalam sistem pendidikan kita? Apakah Ujian Nasional (UN) benar-benar mampu mengukur kualitas pendidikan di Indonesia? Ataukan Ujian Nasional (UN) hanya menjadi ajang adu cepat dan hafalan yang tidak mencerminkan kemampuan sebenarnya dari seorang siswa?

Ujian Nasional (UN) selalu menjadi sorotan dalam dunia pendidikan Indonesia. Tujuan dari UN adalah untuk menjaga standar kualitas pendidikan. Namun, di balik tujuan yang baik, Ujian Nasional (UN) juga membawa sejumlah permasalahan yang rumit, mulai dari pengaruh psikologis pada siswa hingga efektivitasnya sebagai alat evaluasi yang menyeluruh.

Salah satu kritik terbesar terhadap Ujian Nasional (UN) adalah tekanan psikologis yang dialami siswa. Bayangkan, seorang murid yang harus menghadapi ujian penting dan harus belajar dengan mengahafal materi sebanyak itu. Tekanan yang tinggi bisa menyebabkan rasa cemas, stres, bahkan depresi. Kondisi ini dapat mengganggu belajar siswa dan berdampak buruk pada kesehatan mental mereka. Format Ujian Nasional (UN) yang lebih fokus pada hafalan sering dianggap tidak relevan dengan tuntutan dunia kerja yang kompleks. Kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan memecahkan masalah tidak cukup terukur melalui Ujian Nasional (UN).

Meskipun begitu, selain dampak negatif yang diberikan, Ujian Nasional (UN) juga memiliki beberapa manfaat. Salah satu fungsinya yaitu untuk menilai seberapa baik kinerja sekolah dan guru. Dengan melihat hasil Ujian Nasional (UN), kita dapat mengetahui sekolah mana yang perlu perhatian ekstra dan di mana terdapat kekurangan dalam proses belajar-mengajar. Selain itu, Ujian Nasional juga bisa mendorong siswa untuk belajar lebih rajin.

Namun, apakah Ujian Nasional (UN) adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan tersebut? Banyak pakar pendidikan berpendapat bahwa Ujian Nasional (UN) bukanlah cara evaluasi yang paling efektif. Mereka menyarankan agar kita menggunakan sistem penilaian yang lebih menyeluruh dan berfokus pada kemampuan, seperti Asesmen Nasional (AN). Asesmen Nasional (AN) dianggap lebih relevan dengan tuntutan zaman karena lebih mempertimbangkan kemampuan membaca, menulis, dan menghitung serta pembentukan karakter siswa. Selain itu, Asesmen Nasional (AN) juga melakukan survei lingkungan belajar untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar siswa.

 Selain Asesmen Nasional (AN), ada beberapa pilihan lain yang dapat digunakan untuk menggantikan Ujian Nasional (UN), di antaranya : Siswa dapat diberi tugas, proyek, dan hasil eksperimen sebagai bukti pemahaman mereka terhadap pelajaran. Penilaian dilakukan dengan cara yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Contohnya, siswa diminta untuk membuat presentasi, berdiskusi dalam kelompok, atau menyelesaikan masalah masyarakat. Siswa bekerja bersama dalam kelompok untuk menyelesaikan proyek yang sulit. Evaluasi proyek bukan hanya berdasarkan hasil akhirnya, namun juga dari prosesnya pembuatan proyeknya.

Ujian Nasional (UN) menjadi tantangan  yang sulit dan menjadi dilema di dunia pendidikan. Di satu sisi, penting untuk memiliki standar nasional agar kualitas pendidikan bisa ditingkatkan secara merata. Namun, kita juga harus lihat bagaimana siswa merasa dan sejauh mana penilaian sesuai dengan kebutuhan saat ini. Untuk menyelesaikan masalah ini, kita perlu melakukan perubahan dasar dalam sistem pendidikan kita. Diperlukan perubahan dari model pembelajaran yang guru sebagai pusat ke model pembelajaran yang siswa sebagai pusat. Evaluasi juga harus dilakukan secara menyeluruh dan terus-menerus. Dengan begitu, kita bisa membuat sistem pendidikan yang menghasilkan lulusan yang pintar serta berkepribadian kuat dan siap menghadapi tantangan di masa mendatang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun