Saya memahami bahwa pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang memanusiakan manusia dalam segala/sektor aspek kehidupan. Memanusiakan manusia harus dimulai sejak manusia berada di dalam kandungan (pendapat Ahmad Tafsir). Selanjutnya, menelaah filosofi pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro, saya merumuskan pertanyaan, bagaimana caranya agar manusia menjadi manusia di tengah-tengah kehidupan manusia? Menjawab pertanyaan tersebut, saya menguraikannya pada paragraf berikut.
Guru/orang tua berupaya dengan sekuat daya menuntun rohani, membangun mental, menjelaskan arah yang terbaik dalam berpikir, menyediakan/memfasilitasi tumbuhkembangnya raga murid. Murid harus bebas dari segala bentuk tuntutan. Murid diajaran sesuai dengan kodrat bawaannya sejak berada di dalam kandungan dan kodrat zaman di mana mereka akan berperan. Untuk mewujudkannya, murid berada dalam suasana nyaman. Nyaman dalam belajar atau sejalan dengan transformasi pembelajaran sekarang, yaitu Merdeka Belajar.
Merdeka belajar bukan hasil dari pembelajaran, melainkan sebuah proses dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajajran yang memerdekakan. Kebutuhan murid benar-benar diperhatikan baik di dalam kehidupan keluarga maupun dalam konteks pendidikan di sekolah. Peran orang tua dan keluarga di rumah merupakan peran primer dalam mendidik anak-anaknya. Peran guru di sekolah sangat penting dalam memfasilitasi terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran yang memerdekakan siswa.
Saya sangat meyakini penerapan prinsip pembelajaran memerdekakan dapat menghantarkan peserta didik menjadi generasi yang bebas dari tekanan dan tuntutan. Sebagaimana telah ditayangkan di beberapa media, prinsip pendidikan yang memerdekakan adalah:
- Memperhatikan kondisi murid. Murid adalah individu yang memiliki potensi bawaan. Potensi tersebut berbeda antara satu dengan yang lainnya. Guru harus memperhatikan hal tersebut, kemudian menuntunnya dengan cara-cara yang baik.Â
- Menuntun terciptanya kondisi pembelajaran sepanjang hayat. Kesadaran bahwa belajar merupakan kebutuhan harus dibangun dari dalam diri murid.Â
- Holistik. Pembelajaran dilakukan dengan memperhatikan perkembangan ilmu dan karakter siswa secara holistik.
- Relevan. Pendidikan dirancang untuk memenuhi kebutuhan peserta didik sesuai dengan konteks daerah, budaya, dengan melibatkan orang tua dan masyarakat sebagai mitra.
- Berkelanjutan. Pembelajaran dirancang dan diterapkan dengan berorientasi masa depan, masa dimana murid menghadapi suasana kehidupannya.
Untuk mewujudkan pendidikan yang memerdekakan guru harus meninggalkan pemikiran-pemikiran sebagai berikut:
- Menganggap bahwa dirinya  tidak mampu bekerja dan berkarya. Tidak mau menghadapi tantangan baru sehingga tidak melahirkan karya.
- Berpikir bahwa siswa bodoh/tidak tahu. Pikiran seperti tersebut harus dihapus dari mindset guru.
- Murid mengikuti kemauan guru. Gaya ini adalah gaya pembelajaran zaman kolonial. Harus ditinggalkan.
- Orang tua tidak memiliki perhatian terhadap pendidikan anaknya. Ada juga guru yang berpendapat seperti itu. Maka, hindarilah berpikir serupa dengan itu.
- Tidak menguasai cara mengoperasikan teknologi. Cari solusi. Tidak diam. Anda pasti bisa melakukannya. Zaman digital mengharuskan kita banyak belajar.Â
Semoga dengan membangun pikiran positif dan dengan meninggalkan pemikiran negatif sebagaimana telah diuraikan tersebut, saya dan kita semua dapat mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang akan hidup pada zamannya, dimana zaman tersebut berbeda dengan zaman yang kita jalani sekarang.
Aamiin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H