Mohon tunggu...
Sofyan Chalid bin Idham Ruray
Sofyan Chalid bin Idham Ruray Mohon Tunggu... -

أبو عبد الله سفيان خالد بن إدهام روراي السلفي الأندونيسي Mobile: +6285256842111, Jawwal: +966506472620, YM: sofyan_ruray@yahoo.co.id, FB: http://facebook.com/SofyanRuray, Blog: http://nasihatonline.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kafirkah Presiden SBY? (Jawaban Ilmiah Terhadap Ideologi Sesat Teroris)

30 April 2011   01:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:14 1130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

MENGKAFIRKAN PENGUASA MUSLIM ADALAH AKAR KESESATAN TERORIS KHAWARIJ

(Sebuah Catatan Atas Tertangkapnya Abu Bakar Ba’asyir, Bag. 3) Telah kita singgung pada catatan sebelumnya yang berjudul PERANG TERHADAP TERORIS KHAWARIJ BUKAN PERANG TERHADAP ISLAM, bahwa diantara ciri-ciri Khawarij yang ada pada diri Abu Bakar Ba’asyir (ABB) dan kelompoknya adalah mengkafirkan sesama muslim, khususnya penguasa muslim yang tidak berhukum dengan syari’ah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal itu benar-benar dibuktikan oleh ABB dengan mengkafirkan Presiden SBYhafizhahullah-, dengan alasan bahwa Presiden SBY, “Tidak menjalankan syari’at Islam dengan benar”, demikian katanya. Paham pengkafiran (takfir) ala Khawarij ini muncul dari kebodohan mereka dalam memahami makna kekafiran (الكفر) dan kaidah-kaidah dalam pengkafiran (القواعد في التكفير) yang ada dalam manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Oleh karenanya catatan ringkas ini insya Allah Ta’ala akan menjelaskan bagaimana manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, manhaj generasi As-Salafus Shalih dalam masalah kekafiran, khususnya kekafiran pemerintah yang tidak berhukum dengan syari’ah Islam dan bagaimana kaidah-kaidah dalam mengkafirkan seorang muslim yang melakukan kekafiran.

Makna Kekafiran dan Pembagiannya

Kekafiran (الكفر) secara bahasa maknanya adalah (الستر) dan (التغطية), yang berarti menutup. Sedangkan menurut syari’ah, kekafiran adalah lawan dari keimanan (ضد الإيمان). Dan terbagi dalam lima jenis, yaitu:

  1. Mendustakan (كفرالتكذيب)
  2. Menentang (كفر الإباء والاستكبار)
  3. Ragu (كفر الشك)
  4. Berpaling (كفر الإعراض)
  5. Kemunafikan (كفر النفاق).

[Lihat Madarijus Salikin, karya Al-Imam Ibnul Qoyyim, (1/335-338)]. Adapun tingkatan kekafiran terbagi dua:

  1. Kekafiran besar (الكفر الأكبر), yang menyebabkan murtad (keluar dari Islam dan menjadi kafir)
  2. Kekafiran kecil (الكفر الأصغر), yang tidak menyebabkan murtad.

[Lihat Majmu’ At-Tauhid, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, (hal. 6), sebagaimana dalam Aqidatul Muslim, karya Asy-Syaikh DR. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qohthoni, (1-2/621-626)].

Tidak Berhukum dengan Hukum Islam, Apakah Termasuk Kekafiran Besar ataukah Kekafiran Kecil?

Pendapat pertama: Termasuk kekafiran besar yang menyebabkan murtad, ini pendapat ahlul bid’ah dari kalangan Khawarij dan selain mereka yang beragama atas dasar semangat belaka, bukan dengan ilmu. Pendapat kedua: Termasuk kekafiran kecil yang tidak menyebabkan murtad, kecuali jika pelakunya melakukan salah satu dari tiga hal:

  1. Menghalalkan hukum yang bertentangan dengan Islam
  2. Menganggap ada hukum yang sama baiknya dengan hukum Islam
  3. Menganggap ada hukum yang lebih baik dari hukum Islam.

Apabila seorang penguasa yang tidak berhukum dengan hukum Islam, melakukan satu dari tiga hal tersebut barulah dia terjatuh pada kekafiran besar yang menyebabkan dia murtad, kafir, keluar dari Islam. Inilah pendapat Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu pendapat para sahabat, imam madzhab yang empat dan seluruh ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah sampai hari kiamat [lihat Al-Qoulul Mufid, oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, (2/159-160)]. Adapun akar kesalahan kelompok Khawarij dalam memahami permasalahan ini dikarenakan penyimpangan mereka dalam metode memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebagaimana ciri ahlul bid’ah lainnya, yaitu tidak mau mengikuti pemahaman As-Salafus Shalih terhadap nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah, sehingga mereka salah memahami firman Allah Ta’ala:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [Al-Maidah: 44] Kaum Khawarij memahami ayat ini bahwa kekafiran yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah kekafiran besar, sehingga siapa saja pelakunya walaupun dia seorang muslim telah menjadi kafir atau murtad dari Islam. Al-Imam As-Sam’ani rahimahullah berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya Khawarij berdalil dengan ayat ini (dalam pengkafiran). Mereka berkata, “Siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka dia kafir”.” [Lihat Tafsir As-Sam’ani (2/42)] Atas dasar kesesatan ini, kaum Teroris Khawarij tidak segan-segan membunuh kaum muslimin, tidak peduli yang berada di tempat maksiat ataupun yang sedang beribadah di masjid, karena bagi mereka pemerintah dan seluruh aparat telah kafir karena, “Tidak menjalankan syari’at Islam dengan benar”. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah memperingatkan akan kemunculan Khawarij dan sifat-sifat mereka:

يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ ، يَقْتُلُونَ أَهْلَ الإِسْلاَمِ ، وَيَدَعُونَ أَهْلَ الأَوْثَانِ ، لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ

“Mereka keluar dari agama bagaikan anak panah yang meleset dari sasarannya, mereka membunuh ahlul Islam dan membiarkan ahlul autsan (kaum musyrikin). Andaikan aku bertemu mereka, maka akan kubunuh mereka seperti pembunuhan kepada kaum ‘Aad.” [HR. Al-Bukhari (3166, 3344) dan Muslim (2499)] Apa yang disampaikan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits ini benar-benar sesuai kenyataan yang ada pada kelompok Teroris Khawarij. Mereka tidak memperhatikan dakwah tauhid dan pemberantasan kesyirikan, sehingga mereka membiarkan para penyembah kubur yang ada di sekitar mereka. Bagi mereka kesyirikan saat ini hanyalah kesyirikan di parlemen, sedangkan kekafiran hanyalah, “Tidak menjalankan syari’at Islam dengan benar”. Hadits ini juga menunjukkan bagaimana seharusnya menyikapi Teroris Khawarij menurut tuntunan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, sebagaimana telah kami jelaskan dalam catatan sebelumnya yang berjudul PERANG TERHADAP TERORIS KHAWARIJ ADALAH KEWAJIBAN PEMERINTAH MUSLIM. Mungkin benar bahwa ABB tidak terjun langsung melakukan pengeboman, namun dengan “fatwa pengkafirannya”, ditambah dengan pujiannya kepada pelaku pengeboman sebagai “mujahid”, tidak diragukan lagi hal itu merupakan motivasi bagi para pengikutnya untuk bersegera menjadi “pengantin surga”. Dan semua kesesatan ini berasal dari kesalahan mereka dalam memahami ayat yang mulia di atas. Adapun pemahaman generasi As-Salafus Shalih yang menjadi teladan ummat Islam, tidak sebagaimana yang mereka pahami. Berikut kami nukilkan penafsiran ayat tersebut dari atsar-atsar Salaf:

  1. Sahabat yang mulia, Turjumanul Qur’anAbdullah bin Abbas radhiyallahu’anhumaberkata dalam menjelaskan kekafiran orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah Ta’ala pada ayat di atas, “Bukan kekafiran (besar) sebagaimana pendapat mereka, sesungguhnya itu bukan kekafiran yang mengeluarkan dari agama, tapi kekafiran kecil (kufrun duna kufrin).” [Riwayat Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (2/313), beliau menyatakan shahih dan disepakati oleh Adz-Dzahabi, juga dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, pada ta’liq beliau terhadap hadits no. 2552[1]]
  2. Beliau (Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma) juga berkata, “Barangsiapa yang mengingkari hukum Allah maka dia kafir, adapun yang masih mengakuinya namun tidak berhukum dengannya maka dia zalim lagi fasik.” [Riwayat Ath-Thobari dalamJami’ul Bayan (12063), dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, pada ta’liq beliau terhadap hadits no. 2552]
  3. Tabi’in yang mulia ‘Atho bin Abi Rabah rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah kekafiran di bawah kekafiran (yakni kekafiran kecil), kefasikan di bawah kefasikan dan kezaliman di bawah kezaliman.” [Riwayat Ath-Thobari dalam Jami’ul Bayan(12047-12051), dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, padata’liq beliau terhadap hadits no. 2552]
  4. Tabi’in yang mulia, Thawus bin Kaysan rahimahullah berkata, “Bukan kekafiran (besar) yang mengeluarkan dari agama.” [Riwayat Ath-Thobari dalam Jami’ul Bayan (12052), dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, padata’liq beliau terhadap hadits no. 2552]
  5. Tabi’ut Tabi’in yang mulia, Abdullah bin Thawus rahimahumallah berkata, “Tidaklah seperti orang yang kafir kepada Allah Ta’ala, Malaikat-Nya, Kitab-Nya dan Rasul-Nya.” [Riwayat Ath-Thobari dalam Jami’ul Bayan (12055), dishahihkanAsy-Syaikh Al-Albani dalam tahqiq beliau terhadap Kitab Al-Iman karyaSyaikhul Islam Ibnu Taimiyah (hal. 256)]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun