Mohon tunggu...
Sofyan Hadi
Sofyan Hadi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya suka berpikir, menulis, berdiskusi dan membaur.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agar Cerdas di Media Sosial, Hindari 3 Perangkap Ini

27 Oktober 2022   10:05 Diperbarui: 27 Oktober 2022   10:09 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Awalnya, internet diciptakan dan dikembangkan untuk mempermudah akses informasi dan pengetahuan oleh siapa saja. Batasan ruang dan waktu diatasi sehingga kita cukup mengakses teknologi ini dan berkomunikasi secara global. Dengan mudahnya hari ini kita mengetahui berita-berita dari seluruh dunia hanya dalam hitungan detik. Jurnal-jurnal ilmiah, diskusi online, webinar, dan sejenisnya nampak menjadi cara yang ideal untuk mencerdaskan diri dan masyarakat.

 Namun dalam perjalanannya internet dihadang oleh beraneka problem seperti hoaks, manipulasi dan penyalahgunaan data. Problem-problem ini berpengaruh pula pada perilaku digital pengguna warganet - termasuk saya, mungkin juga anda dan bahkan mungkin hampir setiap orang.

Dalam bermedia sosial, hampir setiap orang cenderung mengejar apa yang disebut sebagai self esteem.Artinya kebanyakan orang lebih mencari penghargaan dari orang lain daripada mencari informasi berharga. Tipe netizen seperti ini bila terus bermedia sosial cenderung berlanjut memasuki fase Self Branding. Bahasa sederhananya adalah memamerkan hal-hal pribadinya untuk dikonsumsi publik. Kalau sudah begini, jangan harapkan muncul diskusi-diskusi yang bermakna dan mencerdaskan.

Seperti teknologi yang terus berkembang, netizen juga perlu memutakhirkan diri. Setidaknya bisa dimulai dengan mengatasi tiga kendala psikologis yang kerap menghinggapi sebagian besar dari mereka. Pertama adalah bias konfirmasi. Netizen cenderung hanya mengambil fakta-fakta yang mendukung pandangannya sendiri dan menolak fakta-fakta yang menyinggung pandangannya. Ini harus dihilangkan.

Kedua disebut blind spot. Kebanyakan netizen cenderung tak berdaya menghadapi kelemahannya sendiri. Ini disebabkan mereka menghindari perdebatan-perdebatan berbobot untuk menguji kelemahannya. Mereka cenderung memilih orang-orang yang hanya berkata-kata baik dan antipati terhadap kritik. Ini juga perlu diatasi.

Kendala ketiga disebut bandwagon effect. Sebagian besar netizen cenderung mengambil pandangan dominan tanpa bersikap kritis. Akibatnya mereka kehilangan kemampuan berpikir mandiri dan mudah diarahkan oleh pikiran-pikiran dominan. Dengan bahasa lain, suara mereka mudah dimanfaatkan. Lebih buruk lagi, mereka rentan sekali dikerahkan oleh kepentingan tertentu hanya berdasarkan hoaks. 

Ketika tiga problem tersebut diatasi upaya pengejaran self esteem dan self branding tidak lagi dilakukan secara membabi buta. Media sosial akan menemukan kembali fungsinya sebagai ruang berbagi dan berdiskusi untuk hal-hal yang bermakna dan mencerdaskan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun