Bencana berupa virus corona atau dianggap pula COVID-19 sudah sebagai pandemi dunia yang penyebarannya sangat cepat, lebih berdasarkan 190 negara sudah terserang virus ini. Untuk indonesia sendiri per lepas 20 Maret 2020, sebesar 369 orang positif terdampak virus corona, bahkan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) diprediksi Indonesia berpotensi mencapai 600-700 ribu orang yang akan terserang. Berbagai upaya untuk mencegah penyebaran virus ini merupakan kampanye sociala distancing berupa penjarakan sosial dan work from home sudah dilakukan meskipun hal ini belum efektif lantaran faktanya poly perusahaan masih mempekerjakan karyawannya pada kantor, mall juga restoran, pemerintah pun belum berani menerapkan protokol lockdown dan upaya untuk melakukan tes COVID 19 secara masif.
Di tengah musibah selalu terdapat hikmah, begitu istilah orang bijak. Wabah corona ini pun berdampak positif dimana seluruh orang mau tidak mau wajib bisa memanfaatkan teknologi kabar menjadi media komunikasi dan penyelesaian tugas juga pekerjaannya. Saat ini pemerintah pusat, ketua daerah, pimpinan sekolah, kampus, juga lokasi kerja sudah menyerukan buat seluruh pembelajaran, tugas dan pekerjaan dilakukan melalui media daring atau online. Sejumlah media berbasis teknologi kabar pun ramai diakses sang para dosen, mahasiswa juga para pegawai pada banyak sekali instansi buat pembelajaran jeda jauh, mengerjakan tugas juga pekerjaan pemanfaatan teknologi kabar ini mulai dirasakan setiap orang dan bahkan kebutuhan pada ketika hubungan fisik sulit dilakukan.
Apabila syarat ini dikaitkan menggunakan pentingnya upaya percepatan bagi perkembangan ekonomi & keuangan syariah pada Indonesia tentu pemanfaatan teknologi infomasi ini sangat signifikan. Melalui teknologi fakta misalnya sosial media, internet, & handphone akan mempermudah warga pada mengakses produk & jasa layanan keuangan syariah. Data menerangkan berdasarkan populasi Indonesia sebanyak 261,12 juta diketahui bahwa penabung pada bank sebanyak 48,9%, pengguna aktif sosial media sebesar 130 juta, pengguna aktif internet sebesar 143,30 juta, ad interim jumlah peminjam pada forum keuangan sebesar 17,2%. Tingkat pertumbuhan pengguna handphone berdasarkan 2015 hingga 2020 diperkirakan sebesar 10-15%. Tetapi demikian inklusi keuangan & literasi keuangan pada Indonesia secara holistik masih rendah (OJK, 2016). Demikian jua dalam forum keuangan Syariah meskipun data menerangkan pertumbuhan industri keuangan syariah pada Indonesia sudah berkembang pesat menggunakan taraf pertumbuhan yg terus naik tetapi belum diikuti menggunakan taraf market share, indeks literasi & indeks inklusi keuangan syariah yg siginifkan. Per Agustus 2018, total asset keuangan syariah Indonesia (nir termasuk Saham Syariah) mencapai Rp 1.265,97 triliun atau US$ 84,80 miliar (OJK, 2018). Data per 30 September 2018 market share perbankan syariah sebanyak 5,92% per Maret 2019 market share perbankan syariah naik sebanyak 5,94%. Sementara aset IKNB (Industri Keuangan Non-Bank) secara total merupakan sebanyak Rp 99,94 triliun terdiri berdasarkan 63 Asuransi Syariah, 47 Pembiayaan Syariah, 6 Penjaminan Syariah, 51 Lembaga Keuangan Mikro, 11 Industri Non-Bank Syariah lainnya menggunakan total market share IKNB sebanyak 4,32% (OJK, 2019). Berdasarkan data OJK tadi menerangkan bahwa minat warga terhadap keuangan syariah masih sangat mini dibandingkan menggunakan konvensional, ini menerangkan masih rendahnya taraf agama & pencerahan warga terhadap industri & keuangan syariah.
Rendahnya agama & pencerahan rakyat terhadap keuangan syariah juga ditimbulkan lantaran rendahnya indeks literasi keuangan syariah. Berdasarkan data OJK tahun 2016 ditunjukkan indeks literasi keuangan (financial literacy) syariah Indonesia adalah 8,11%. Demikian juga data OJK tahun 2016 memberitahuakn indeks inklusi keuangan (financial inclusion) syariah juga masih rendah sebesar 11,06%. Artinya masih grup rakyat pada aneka macam daerah pada Indonesia yg belum bisa mengakses forum keuangan syariah. Indeks literasi & indeks inklusi keuangan syariah menaruh frekuensi kepada stakeholders bahwaindustri jasa keuangan syariah masih jauh pada mewujudkan rakyat Indonesia yg well literate. Masyarakat well literate bisa memanfaatkan produk & layanan jasa keuangan yg sinkron buat mencapai kesejahteraan keuangan yg berkelanjutan (financial well being) (Haddad, 2017).
Literasi keuangan merupakan suatu rangkaian proses atau aktivitas buat menaikkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan keyakinan (confidendence) konsumen juga rakyat supaya mereka bisa mengelola keuangan langsung menggunakan lebih baik. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menaruh fokus tentang pentingnya inklusi finansial menjadi bagian yg terpisahkan berdasarkan literasi finansial. Pengertian inklusi finansial sendiri merupakan sebuah proses yg mengklaim kemudahan akses, ketersediaan, dan penggunaan sistem keuangan formal buat seluruh individu. Dengan definisi misalnya ini, rakyat perlu diberikan bekal edukasi yg memadai dan mencukupi buat merogoh keputusan keuangan menggunakan lebih baik sinkron menggunakan apa yg mereka butuhkan dan menaruh manfaat yg lebih besar.
Dalam konteks keuangan syariah, sangat krusial menaruh pemahaman secara memadai dalam warga terkait menggunakan perkara keuangan misalnya sosialisasi forum jasa keuangan syariah bank dan non bank, produk dan jasa keuangan syariah, fitur-fitur yg inheren dalam produk dan jasa keuangan syariah, manfaat dan risiko menurut produk dan jasa keuangan, hak dan kewajiban menjadi konsumen pengguna jasa keuangan. Selain itu, warga jua perlu diberikan pemahaman terkait akad transaksi keuangan Syariah, kemampuan dan keterampilan minimum penghitungan investasi berbasis margin dalam akad murabahah, bagi output dalam akad berbasis syirkah, penentuan ujrah (fee) dalam banyak sekali produk dan jasa keuangan Syariah baik termasuk mengetahui porto -porto dan risiko yg akan ditanggung sang konsumen. Masyarakat juga perlu diberi keyakinan dan pencerahan mengenai pentingnya aspek kepatuhan syariah bagi industri keuangan syariah dan kiprah supervisi syariah dalam seluruh aktivitas operasional dan produknya. Di sini pentingnya SDM pada industri keuangan syariah yg sahih-sahih tahu secara mandalam aspek keuangan, akad transaksi syariah dan operasional dalam setiap produk dan jasa keuangan syariah lantaran mereka wajib memberi pemahaman yg sahih dan meyakinkan warga buat mau bertransaksi secara syariah. Tugas ini pun bisa dibantu sang banyak sekali asosiasi dan organisasi penggerak ekonomi syariah pada Indonesia misalnya MES dan IAEI.
Literasi keuangan ini sangat krusial lantaran sebelum konsumen siap buat mengadopsi produk dan layanan, mereka akan melalui aneka macam proses mencakup pengetahuan, persuasi, keputusan dan konfirmasi (Rogers dkk, 2012). Selain itu juga dinyatakan sang para peneliti bahwa menggunakan literasi keuangan yang baik akan mensugesti kemampuan konduite seorang pada pengambilan keputusan konsumsi termasuk investasi (Glaser & Weber, 2007). Tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah yang kurang baik menciptakan penetrasi industri sebagai kurang optimal. Semakin transaksi keuangan Syariah yang dilakukan warga maka akan semakin bisnis dan produksi warga yang bisa dibiayai sang keuangan Syariah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H