Mohon tunggu...
Bahasa

Bahasa Pendidikan Usia Dini

2 Mei 2015   07:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:28 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bahasa Pendidikan Usia Dini
oleh: Hasyim Asy'ari, M.Pd.i

Persoalan anak-anak dan pengasuhnya merupakan salah satu persoalan yang mendapat prioritas perhatian dari islam. Mengingat anak merupakan batu pertama untuk membangun keluarga yang merupakan sel pertama untuk membangun masyarakat dan yang menjadi fondasi bangunan masa depan.
Masa kanak-kanak merupakan salah satu masa terpenting dalam rentang kehidupan manusia. Sebab ia menjadi pijakan fase selanjutnya dalam proses pendidikan dan pembinaan pribadi. Pada fase ini ditanamkan prinsip-prinsip dasar, nilai, dan kecenderungan yang bakal membentuk perilaku manusia yang matang dalam menatap kehidupan masa yang akan datang.
Masa usia dini atau masa anak-anak merupakan masa yang sangat baik bagi para pengasuh dalam memberikan pendidikan. Pada masa ini, anak menyerap banyak hal dari lingkungan sekitarnya, kebiasaan yang bermanfaat atau yang merugikan, akhlak yang mulia atau yang tercela, dan jalan yang lurus atau yang menyimpang. Kesiapan mental dan pikiran anak pada fase ini sudah terkondisikan sedimikian rupa untuk menerima segala hal yang disukai dan digemarinya, dan menolak segala hal yang dibenci dan diengganinya.
Para psikolog dan pakar pendidikan menegaskan bahwa masa kanak-kanak ditandai dengan pertumbuhan fisik, intelektual dan social. Mempersiapkan dan mendidik anak-anak pada masa ini adalah persiapan untuk menghadapi berbagai tantangan masa depan. Tentang urgennya masa ini, sebagian pakar berargumen karena system saraf anak-anak dalam kondisi fleksibel yang membuatnya sangat reaktif dengan orang sekitar, meniru banyak hal dari perilaku mereka dan mengidentifikasikan dirinya dengan karakter mereka.
Sebenarnya, segala sesuatu yang diterima pada masa anak-anak dari orang tua dan sekitarnya mempunyai pengaruh dalam pembentukan kepribadian anak-anak. Namun, semua itu membutuhkan pendidikan dan arahan untuk meluruskan segala yang ia terima. Pendidikan dan arahan yang baik yang bisa memberikan bekas yang melekat dalam jiwa anak-anak.
Berbicara pendidikan dan arahan tidak lepas dari bahasa, karena fungsi bahasa merupakan alat untuk menyampaikan maksud atau sesuatu. Kaitannya dengan pendidikan dan arahan pada masa anak-anak, bahasa memiliki peran penting dalam pendidikan dan pembentukan karakter anak-anak. Karena tanpa bahasa, pedidikan dan arahan yang ingin kita berikan kepada anak-anak tidak akan bisa diterima dan dicerna.
Adapun bahasa yang baik, bahasa yang sopan dan bahasa yang lembut adalah bahasa yang sangat efektif dalam pendidikan dan pembentukan kararter pada usia dini, mengingat akan keinginan setiap orang tua untuk menjadikan anak-anaknya menjadi anak yang soleh dan anak yang berbakti kepada kedua orang tua sesuai ajaran islam yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Dalam hal ini, ternyata bahasa mempunyai kedudukan yang penting dalam mendidik anak-anak pada usia dini dan membentuk karakter seorang anak, oleh karenanya penulis mengajak untuk mengkaji “bahasa pendidikan usia dini yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an”.
1. Bahasa
Dalam surat Al-Baqarah ayat 31 Allah berfirman:
وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (31)
“dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannnya kepada para malaikat lalu berfirman: “sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jka kamu memang benar orang-orang yang benar”

Dari percakapan dalam ayat ini, dapat kita fahami bahwa awal mula bahasa itu ada sejak diciptakannya Nabi Adam, As dan bahasa tersebut khusus diberikan hanya kepada manusia saja dan bukan untuk makhluk selain manusia seperti hewan dan yang lainnya.
Secara kegunaan atau fungsinya, bahasa merupakan alat untuk menyampaikan sesuatu atau alat untuk berkomunikasi, dan atau memberitahukan, menanyakan atau memperingatkan tentang suatu fakta. Secara definitive bahasa memiliki arti yang cukup banyak dan beragam. Jika kita tinjau bahasa dari segi filsafat, bahasa merupakan salah satu sarana berpikir ilmiah, sekaligus juga sarana untuk menyampaikan hasil pemikiran ilmiah. Soejono Dardjowidjojo mendefinisikan bahasa adalah suatu system symbol lisan yang arbriter yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama. Sedangkan Kinayati Djojosuroto mendefinisikan bahasa adalah
a) Bunyi-bunyi vocal yang digunakan dalam ujaran atau lambing-lambang tertulis dari bunyi-bunyi vocal itu.
b) Alat komunikasi yang digunakan dalam lingkungan kelompok manusia tertentu.
c) Sopan santun, tingkah laku yang baik.
Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam berkomunikasi itu.
Bahasa merupakan gambaran realitas
Bahasa merupakan system symbol yang memiliki makna
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia, penuaian emosi, pengejewantahan pikiran mausia dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam mencari hakekat kebenaran dalam hidup.
Bahasa merupakan suatu system symbol yang tidak hanya merupakan urutan bunyi-bunyi secara empiris, melainkan memiliki makna yang sifatnya non empiris.
2. Pendidikan
Pendidikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat hendaknya dilaksanakan seumur hidup dan secara terpadu, baik di dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Agar tujuannya tercapai, ketiga-tiganya harus seiring dan sejalan, tidak bisa hanya ditumpulkan pada salah satunya.
Seyogyanya pendidikan diterapkan sejak usia dini terlebih-lebih sejak calon peserta didik masih berada di dalam rahim ibunya, dan dalam hal ini adalah tugas orang tua dan terutama seorang ibu karena ibu adalah orang terdekat pertama bagi seorang anak. Sejak awal kehidupannya, yaitu semenjak terbentuknya konsepsi, lalu berkembang menjadi embrio, dan kemudia terlahir ke dunia, seorang anak banyak berhubungan baik secara fisik maupun psikis dengan ibu yang mengandungnya.
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.
3. Usia Dini
Usia dini biasa kita kenal dengan masa kanak-kanak. Dalam bahasa arab kata kanak-kanak ini sama dengan kata ath-thifl dan al-walad. Dalam kamus Al-Munawir dua kata tersebut berarti bayi atau anak kecil. Dalam kitab lisan Al-Arab kata Thifl atau Thiflah berarti anak kecil. Bentuk pluralnya adalah Athfal. Seseorang disebut Thifl (anak-anak) ketika ia lahir dari perut ibunya hingga ia mengalami mimpi basah (sebagai pertanda baligh).
Secara terminology, kanak-kanak berarti fase pertumbuhan yang dimulai dari lahir atau anak-anak yang masih belum mengerti tentang aurat wanita dan berakhir ketika menginjak baligh. Adapun usia baligh ini para ulama’ berpendapat bahwa usia kanak-kanak berakhir atau menjadi baligh ketika berumur dua belas tahun, sehingga yang disebut anak adalah orang yang belum mengalami mimpi basah.
Setelah dikemukakan pengertian baik secara etimologi dan terminology dari ketiga kata “Bahasa Pendidikan Usia dini”, kami mencoba mengemukakan maksud dari bahasa pendidikan usia dini tersebut. Bahasa pendidikan usia dini adalah bahasa yang digunakan untuk mendidik anak yang masih berusia dini atau yang masih belum baligh.
Pada masa anak-anak ini pendidikan sangat berperan penting dalam perkembangan anak-anak tersebut baik dari mental, intelektual, dan spiritual. Hanya dengan pendidikan yang baiklah anak-anak dapat menjadi manusia dewasa yang siap dalam menyongsong masa depan. Pendidikan yang baik belum bisa dicerna dan diterapkan dengan baik jika cara mendidik dan penyampaian pendidikannya kurang baik.
Berbicara tentang penyampaian dan cara mendidik pada anak usia dini, maka tidak luput dari peran bahasa yang mana bahasa tersebut sebagaimana fungsinya adalah alat untuk berkomunikasi atau menyampaikan suatu maksud yang kita inginkan. Tetapi pertanyaan yang timbul setelahnya adalah bagaimanakah bahasa pendidikan usia dini yang baik?. Dan kemudian kami akan menjawab pertanyaan ini dengan mengacu kepada bahasa-bahasa pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an.

Bahasa Pendidikan Dalam Al-Qur’an
Pembahasan ini akan mengemukakan bagaimana bahasa pendidikan khususnya untuk anak usia dini yang terdapat dalam Al-Qur’an, tetapi tidak semua ayat-ayat tentang pendidikan yang kami bahas, melainkan hanya beberapa ayat yang menurut kami tercakup didalamnya bahasa dalam mendidik anak usia dini.
Sebelum kami mengemukakan ayat-ayat yang berkaitan dengan bahasa pendidikan usia dini, kami akan mengajak untuk merenungkan kata-kata dibawah ini:
Jika anak dibesarkan dengan celaan,
ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
ia belajar menyeasali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi,
ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian,
ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan,
ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman,
ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

Dari kata-kata diatas sangatlah jelas bahwa seorang anak akan berkembang sesuai dengan didikan yang ia dapatkan dan terus akan membekas saat ia dewasa, oleh karenanya pendidikan membutuhkan bahasa untuk menyampaikannya. Meski sebaik apapun teori pendidikan yang ingin diberikan tetapi jika menggunakan bahasa penyampaiannya kurang baik, niscaya pendidikan tersebut kurang bisa mengena jiwa anak dan bisa dibilang pendidikan tersebut gagal.
Untuk pertamakali kami mengemukakan surat Luqman ayat 13:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13)
“Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Dalam ayat ini Luqman memberikan ajaran kepada anaknya untuk tidak berbuat syirik atau tidak mempersekutukan Allah, tetapi yang kami tekankan dalam ayat ini adalah bagaiman bahasa Luqman dalam mendidik anaknya tersebut. Dalam ayat ini Luqman menggunakan kata “ya bunayya”, dalam bahasa arab kata “ya bunayya” adalah berasal dari kata “ibnu” yang berarti anak laki-laki, sedangkan “ya bunayya” dalam kaedah bahasa arab adalah merupakan bentuk tashghir. Dalam arti bahasa “ya bunayya” berarti anak yang paling kecil, sedangkan dalam hal ini kata “ya bunayya” diartikan sebagai wahai anakku, tetapi kata “ya bunayya” digunakan untuk memperhalus bahasa ketika memanggil anaknya. Maksudnya adalah kata “ya bunayya” bentuk nada panggilan yang paling halus dan paling sopan.
Dalam Al-Qur’an kata “ya bunayya” terletak pada enam ayat dan terdapat pada empat surat yang mana keenam ayat tersebut merupakan suatu ayat yang menunjukkan perintah orang tua untuk anaknya dengan menggunakan kesantunan berbahasa, karena dengan kesantunan bahasa yang digunakan dalam pendidikan anak, niscaya anak tersebut akan terbiasa untuk menghargai segala yang hadapi. Dan sebaliknya jika sejak kecil anak diajarkan dengan bahasa atau kata-kata yang kasar, cemoohan dan sebagainya niscaya anak akan menjadi orang yang sombong, acuh tak acuh dan bermusuhan.
Dalam ayat lain yang patut dicontoh adalah ketika Nabi Ibrahim dapat perintah dari Allah lewat mimpinya untuk menyembelih putra tercintanya Nabi Ismail. Sebagaimana terkandung dalam surat As-shaffat ayat 102.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102)
“ketika tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusahal bersama-bersam Ibrahim, Ibrahim berkata: hai anakku sesunguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu? Ia menjawab: hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu: Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yan sabar”.

Dalam ayat ini lagi-lagi kata “ya bunayya” diungkapkan, disamping itu bahasa yang sangat santun diucapkan oleh Nabi Ibrahim ketika ia disuruh untuk menyembelih Ismail putra kesayangannya terebut. Nabi Ibrahim masih meminta anaknya Ismail untuk memikirkan hal tersebut. Dengan tidak kita sadari sebenarnya kata “pikirkanlah” dalam ayat tersebut merupakan sebuah permintaan izin Ibrahim kepada putranya untuk menunaikan perintah dari Allah. Dengan kata lain Ibrahim sangatlah orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai berbahasa dan kesantunan berbahasa meskipun itu kepada orang yang lebih muda.
Dalam kisah Ibrahim dan Ismail merupakan suatu sunnatullah yang pasti berlaku kepada setiap manusia. Sangat tepat sekali kata-kata bijak “jika anak diajarkan toleransi maka ia akan belajar menghargai dan sebaliknya jika anak dijarkan celaan maka ia akan belajar memaki ”. dan hal ini Allah telah menyatakan dalam firmannya dalam surat Ali Imran ayat 159:
...وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ...
“sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”
Pada dasarnya setiap manusia pasti menginginkan kebaikan, kebijaksanaan dan kesantunan dalam kehidupannya. Hal ini sangat tepat sekali dengan filosofi definisi filsafat yang berarti kecintaan, keinginan, dan kemauan akan kebijaksanaan. Sama halnya dalam berbahasa, semua orang pasti ingin keluwesan, dan kesantunan dalam berbahasa karena sebagaimana kita ketahui bersama bahwa bahasa merupakan alat berkomunikasi yang digunakan untuk menyampaikan suatu maksud, tetapi jika dalam penyampaiannya kurang baik atau kurang santun niscaya maksud tersebut kurang bisa diterima meskipun maksud dan tujuannya itu baik.
Banyak pertikaian yang terjadi disebabkan kekurang tepatan dalam berbahasa atau disebabkan kekurang santunan berbahasa dalam kehidupan kita. Kekerasan berbahasa dan kurang santunnya berbahasa dapat menjadikan penghadang tercapainya maksud yang ingin disampaikan sehingga terdapat kesalah fahaman dalam menangkap maksud tersebut.
Ada satu pelajaran dalam kesantunan berbahasa yang telah Allah ajarkan kepada kita lewat firmanNya dalam surat pembuka Al-Qur’an.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (3) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7)
1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. 4.Yang menguasai di hari Pembalasan.
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus.
7. (yaitu) jalan orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Kalau kirta fahami surat Al-fatihah ini, dapatlah kita menarik suatu ajaran kesantuna dalam berbahasa. Coba kita lihat dari ayat pertama sampai ayat kelima disana merupakan kata-kata pujian, pengagungan dan pemasrahan diri yang ditujukan kepada Allah. Kemdian berlanjut ke ayat setelahnya yaitu ayat keenam sampai akhir ayat (ayat ketujuh), kedua ayat ini berisikan sebuah permohonan atau dalam bahasa kasarnya adalah permintaan kita kepada Allah SWT.
Berdasarkan pemahaman tersebut sangatlah jelas bahwa Allah SWT telah memerintahkan kesantunan dalam berbahasa, hal ini dapat dibuktikan pada ajaran yang terdapat dalam surat al-fatihah tersebut. Allah SWT mengajarkan kita untuk terlebih dahulu menggunakan kata-kata sanjungan atau pujian sebelum kita menyampaikan maksud atau tujuan yang kita inginkan.
Dalam dunia pendidikan khususnya usia dini sangatlah diperlukan kata-kata pujian, kata-kata sanjungan, dan tutur kesantunan berbahasa dalam mendidik anak usia dini, sebagaimana yang telah kami paparkan sebelumnya bahwasannya seorang anak khususnya masa usia dini itu lebih cepat merekam, mencerna, mengingat dan menirukan hal-hal yang telah mereka peroleh. Apabila mereka lebih sering diajarkan keburukan maka suatu hari kelak mereka akan berbuat buruk juga dan sebaliknya apabila mereka diajarkan kebaikan atau kesopanan dan kesantunan khususnya dalam berbahasa maka kelak mereka akan berbuat baik pula.
Sebagaimana yang telah kita fahami bersama bahwasannya bahasa itu adalah sebagai cermin cara pandang seseorang dan cermin cara berpikir seseorang. Cara pandang seseorang sangatlah berpengaruh terhadap pembentukan realitas social dengan kata lain bahasa merupakan suatu power utama dan terutama yang bisa membentuk realitas social. Kalau dalam pendidikan, pendidikanlah yang bisa membentuk sebuah karakter anak didik, tetapi lebih dari itu sesungguhnya bahasalah yang lebih berperan dalam pembentukan karakter seorang anak didik, karena pendidikan bisa terlaksana dan bisa dikatakan sukses disebabkan peran bahasa sebagaimana fungsinya.
Masa usia dini merupakan masa keemasan bagi seorang anak, karena dimasa ini seorang anak akan lebih cepat merekam dan menangkap ajaran atau hal-hal yang ia peroleh dari lingkungan sekitar, oleh karenanya dalam mendidikan pada masa dini sangatlah diperlukan kesantunan dalam berbahasa sebagaimana yang telah di ajarakan Allah SWT dalam Al-Qur’an. Kesantunan yang telah diajarkan Al-Qur’an sebagaimana kisah Nabi Ibrahim ketika diperintahkan untuk menyembelih putra tercintanya, kemudian kisah Luqman yang memerintahkan putranya untuk tidak berbuat syirik kepada Allah, dan ajaran yang terkandung dalam surat Al-Fatihah yang dimulai dengan pujian dan sanjungan sebelum mengutarakan maksud dan tujuan yang kita inginkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun