Mohon tunggu...
Sofiatrith
Sofiatrith Mohon Tunggu... Psikolog - -----

-----

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelah Alzheimer

8 Desember 2014   23:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:45 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lela seorang wanita sukses dengan segala rutinitas pekerjaannya dan gaya hidupnya yang mewah. Selalu saja melakukan liburan ke luar negeri setiap bulannya bersama orang tua dan ketiga adiknya. Keluarga yang cukup harmonis sebenarnya, dengan komunikasi yang rutin melalui gadget yang diberikan oleh Lela pada semua anggota keluarganya. Walaupun waktu bertemu mereka hanya pada setiap bulan ketika liburan itu. Tapi, tetap saja.. entah karena terbiasa atau perasaan sungkan satu sama lain, liburan tetap terjadi walaupun pada setiap liburan Lela selalu asik dengan gadgetnya yang terhubungan dengan pekerjaannya dan juga teman-temannya. Sedangkan keluarganya benar-benar menikmati liburan, keluarga Lela merasa bingung dengan keadaan ini, mereka ingin mengajak Lela untuk berfoto bersama, bercanda, bermain, bahkan hanya ingin mengajak ngobrol bersama saja mereka merasa sungkan dan takut mengganggu kesibukan Lela. Sampai pada akhirnya, ayah Lela mencoba memulai percakapan dengan Lela ketika berlibur ke Swiss, tepatnya di kamar Lela.

Dengan sungkan ayah Lela mengetuk pintu kamarnya. “Tok.. Tok.. Tok..” Lela menyahut dari dalam, “iya, siapa? Masuk aja.” Lalu ayah Lela membuka pintu dan duduk di sebelah Lela yang sedang menyandar di tempat tidur dengan laptop di depannya, berkas-berkas di sebelah kirinya dan gadget di sebelah kanan.

“Sayang, kamu lagi sibuk ya? Sibuk apa sih? Hmm?” sambil mengelus rambut hitam panjang Lela dengan penuh kasih sayang.

Begitu ayah Lela mengelus rambutnya, Lela langsung menghentikan semua aktifitasnya dan kembali menatap Ayahnya. “hmm? Nggak sibuk apa-apa Yah, Cuma kerjaan kantor seperti biasanya, kenapa Yah?”

Nggak papa nak, hanya saja Ayah sedikit merasa kamu kurang menikmati liburan yang kamu rencanakan sendiri. Kamu selalu saja membawa pekerjaan kantor saat liburan. Sayang, apa liburan yang kamu rencanakan nggak waktu hari libur kantor?” Ayah memulai perbincangan yang serius.

“Hmmm..?” Lela hanya terdiam terpaku.

“Sayang, kamu boleh cerita apa saja sama seperti waktu kamu kecil dulu. Masih ingat nak?” menatap Lela hangat sambil tersenyum. “Dulu Lela kecil selalu ceria, manja dan nggak bisa diam, Ayah sampai kualahan. Lela dulu selalu cerita apapun yang dilihat, yang didengar dan nggak pernah ada yang disembunyikan.”

“Hehehehee.. Iya Yah Lela ingat, dulu juga Lela sukanya makan permen terus giginya sakit, terus nangis-nangis sendiri. Terus Mama suka bingung kalau Lela nangis. Inget banget Yah..” sahut Lela sambil memeluk Ayahnya. “Lela jadi kangen kecil lagi Yah, nggak sibuk terus kayak sekarang. Yaah walaupun Lela selalu meluangkan waktu untuk kita bisa liburan bareng, tapi kayaknya tetep aja, Lela nggak menikmati kayak yang Ayah bilang.”

Sambil tertawa kecil, mata Ayah sedikit berkaca-kaca. “Lela sayang, memang bekerja adalah salah satu kebutuhan, tapi ingat! Mana yang menjadi kebutuhan primer, sekunder dan tersiermu. Jangan kamu campur adukan seperti sekarang.. liburan sambil kerja atau malah ternyata, kamu lagi kerja sambil liburan? Hmmm?” Ayah mencolek Lela.

“Hahahaha agh Ayah ini. Bilang aja kalau Ayah itu kangen sama Lela. Susah banget.” Sahut Lela dalam suasana yang sudah mencair.

“Iyalah sayang, emang Lela nggak kangen sama Ayah, Mama, sama Adik-adik?” sambar Ayah.

“Kangen Ayah.. Kangen banget malah!” sambil memeluk erat Ayahnya.

“Kreeeeekk..” pintu kamar Lela dibuka oleh Mama dan Adik-adik Lela langsung berlarian kea rah tempat tidur.

“Kak, Kak, Kakak!!” teriak Lili dan Lulu sambil menggoyang-goyang tubuh Lela.

“Ih apa si Dik? Berisik banget kalian tuh!! Keliatan banget kalau kangen sama Kakak. Iya kan?! Hmm?!” Lela menggoda adiknya yang sudah remaja.

“Idih geli banget. Kakak aja tuh yang sibuk terus sampai lupa waktu. Iya sih?! Hmmm?!” Lili membalas menggoda.

“PD banget tau Kakak ini, makin narsis, dih!. Kakak deh yang kangen sama kita, iya kan Li? Lebih keliatan lagi. Hmm?!” Lulu nggak mau kalah.

“Aduuuuuh udah deh! Sini Kakak peluk, jangan jual mahal deh. Buruaan, ini tawaran jarang banget yaa.” Sahut Lela.

Nggaaaakkk..!!” teriak Lili dan Lulu.

“Dih sumpah ya, punya adik pada jual mahal. Hmh! Dapetkaan. Hahahaha..” Lela memaksa Lili dan Lulu untuk berpelukan.

“Mama boleh ikutan nggak??” kata Mama terharu.

“Boleh Ma, buruan Ma.. Ayah juga..” sahut Lili dan Lulu.

Malam semakin larut, akhirnya Lela harus membereskan semua berkas-berkas, laptop dan gadgetnya karena kedua adik kembarnya tertidur di kamarnya setelah mendengar dongeng pertemuan Ayah dan Mama mereka. Keluarga Lela adalah keluarga yang harmonis, itu terbukti ketika hal semalam terjadi. Memang komunikasi yang terkadang membuat sebuah keluarga atau bahkan hubungan itu menjadi kurang harmonis. Seperti pagi ini, bukti bahwa keluarga Pak Broto memang keluarga yang harmonis terus terjadi mulai pagi yang mendung ini.

“Sayang, Anak-Anak Mama yang cantik. Ayo bangun sayang. Ini sudah siang lhoo.. Rencana jalan-jalan kita tadi malam gimana? Yaudah deh tidur lagi aja.” Mama membangunkan.

“Iya ma, ini bangun kok.” Kata Lili.

“Mama, jadilah.. Aku sudah buka selimut kok.” Celoteh Lulu.

“Aduh kalian ini. Kakak lho sudah mandi, sudah wangi, sudah cantik! Ma, yang belum siap kita tinggal aja ya.” Lela yang memang baru keluar dari kamar mandi.

“AAAGHH.. JANGAAAN!!” teriak Lili dan Lulu.

Ayah masuk ke kamar. “Sudah, sudah.. ayo cepetan mandi terus siap-siap.”

Lili dan Lulu tidak menjawab perkataan Ayahnya, mereka langsung berlari menuju kamar mandi. Sementara Mama sedang mempersiapkan perlengkapan dan kebutuhan untuk piknik dan jalan-jalan, Ayah membaca Koran di depan TV sambil meminum kopi hangat. Lalu Ayah melihat Lela kebingungan. “Lagi cari apa Nak?” Tanya Ayah.

“Ini Yah, lagi cari kacamata.” Jawab Lela kebingungan.

Ayah mendatangi Lela. “Sayang, itu di kepala bukannya kacamata ya?” Tanya Ayah memastikan.

Lela meraba kepalanya. “Eh iya Yah, hehehe Lela lupa Yah. Seinget Lela tadi ada di atas tempat tidur. Hehehe..” Lela mengambil kacamatanya sambil tersenyum malu. Menutupi rasa malunya, Lela langsung beralih ke dapur untuk membantu Mamanya. “Ma ada yang bisa dibantu nggak? Ini air panasnya sudah mendidih Ma.”

“Oh iya, tolong dituangkan ke botol biru ya sayang.” Sahut Mama sambil memasukkan bekal makanan ke dalam tas.

“Siap Ma!” jawab Lela mantap.

“Sayang tolong buatkan susu buat kamu sama adik-adik ya.” Sahut Mama kemudian.

“He’eh Ma.” Jawab Lela. Setelah meletakkan susu ke dalam gelas dan menuangkan air panas, Lela membawa gelas berisi susu ini ke depan TV. “Susunya sudah siap, ayo sarapan” teriak Lela.

Lili dan Lulu kemudian duduk di sebelah Ayah dan Lulu langsung menyambar susu yang dibuat Lela. “Kak ini emang rasa susunya begini ya?” celoteh Lulu.

“Kenapa emang?” Lela mencoba susu buatannya. “nggak manis ya? Oh iya, gulanya lupa. Hehehe..” sambil malu, Lela ke dapur mengambil gula dan sendok.

“Kamu kenapa Nak? Hmm?! Ada masalah apa?” Tanya Ayah khawatir.

Ngak pha pha.” Sahut Lela yang mulai memperlihatkan gejala-gejala aneh.

“Apa?” sahut Ayah bingung. “Kamu barusan ngomong apa?” Tanya Ayah ingin memastikan.

“Nggak papa Ayah.” Jawab Lela.

Ayah, Mama dan kedua Adik Lela mulai curiga dengan beberapa kejadian aneh yang dilakukan oleh Lela. Dan kecurigaan itu berubah menjadi rasa cemas pada kedua orang tua Lela yang kemudian mulai mencari tau apa yang terjadi kepada Lela. Setelah piknik dan jalan-jalan, keesokan harinya, Ayah Lela mulai mencari tau dan mulai bertanya kepada Lela.

Keesokan harinya setelah piknik, ketika matahari sudah mulai meninggi, Lili masuk ke kamar Lela. Lili mencium bau pesing di tempat tidur kakaknya itu. Lili yang tidak melihat kakaknya di kamar, akhirnya bertanya kepada Ayahnya tentang bau pesing di tempat tidur Lela. Mama, Lulu dan Ayah pun kebingungan dengan bau pesing di tempat tidur Lela. Akhirnya Ayah memutuskan untuk mendatangi Lela. “Tok.. Tok.. Tok…” tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi di kamar Lela. “Nak, ini Ayah. Kamu lagi ngapain di dalam? Hmm?!” kata Ayah memastikan Lela berada di dalam kamar mandi, lalu terdengar suara tangisan Lela. “Sayang boleh Ayah masuk? Ayah sama Mama khawatir sayang.” Kata Ayah panik.

“I.. Iya Yah bentar.” Jawab Lela terengah-engah sambil lalu membuka pintu dan memeluk Mamanya.

“Lela kenapa Nak? Hmmm?! Bilang sama Mama, cerita sayang.” Tanya Mama penuh kasih sayang.

“Mm.. Maaf sebelumnya Yah, Ma. Sebenarnya Lela sakit Alzheimer. Lela juga kaget, Lela juga bingung harus gimana. Lela Tanya ke dokter Alzheimer itu apa, kenapa, kayak gimana? Sampai akhirnya Lela memutuskan untuk membuat rencana liburan keluarga setiap bulannya. Sebenarnya ini alasan Lela, kenapa selalu ngajak liburan tiap bulan.” Cerita Lela satelah sedikit agak tenang.

“Alzheimer? Itu penyakit apa Nak?” sahut Mama bingung.

“Penyakit mengerutnya atau mengecilnya otak Ma, yang akhirnya terjadi perubahan yang bersifat penurunan. Contohnya kayak gangguan memori yang sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari, kayak kemaren Lela yang lupa dengan kacamatanya terus lupa masukkan gula ke susu. Terus juga biasanya penderita Alzheimer kesulitan melakukan tugas yang biasa dilakukan seperti mengurus diri. Nak, apa Lela ngompol?” Tanya Ayah kemudian.

Lela mengangguk lalu mulai menangis lagi. Mama semakin memeluk Lela dengan erat. “Ss.. Sebenarnya sudah banyak tanda-tandanya Yah, Lela suka lupa untuk menyimpan file pekerjaan, Lela tiba-tiba suka lupa gimana caranya menyetir mobil, itu kenapa Lela sekarang ada Pak Topo. Baru baru ini juga, Lela susah untuk buat keputusan sendiri Ma, mangkanya aku pasrahkan liburan ini ke Mama, Mama yang atur semuanya. Terus juga Lela kadang suka salah naruh barang,” Lela menangis semakin keras. “Ini baru awal Ma, Ayah pasti lebih tau. Nanti Lela nggak bisa ngurus diri sendiri ma, Lela jadi kayak adik bayi lagi Ma. Lela nggak mau Yah.” Lela terus menangis.

Sebelum melanjutkan percakapan, Ayah melambaikan tangannya agar Lili dan Lulu tidak menguping di pintu. “Iya sayang, Ayah tau. Ayah, Mama sama Adik-Adik pasti ngerawat kamu Nak. Nggak akan kamu dibiarkan, ditinggalkan Nak.” Kata Ayah menenangkan.

“Iya Sayang, kita jadi punya banyak waktu untuk bareng-bareng ya.. Sebelum tanda-tanda yang lain datang, mending kita jalan-jalan. Lela mau ke mana? Mau apa Nak? Hmm?!” sahut Mama menambahi.

Nggak Ma. Lela takut kalau Lela sudah mulai lupa ingatan Ma. Ingatan Lela menurun. Memori Lela tentang Mama, Ayah, Adik-Adik hilang-muncul seenaknya. Dokter sudah ngasih tau dengan jelas Ma.” Kata Lela takut.

“Kita pasti ngingetin kok Kak, selalu ingetin. Nggak akan capek.” Sahut Lili. Lulu hanya mengangguk keras untuk menyakinkan.

Lela menangis semakin keras.

Keesokan harinya, yaitu hari senin tanggal 17 April 2006. Lela diantar keluarga ke dokter keluarga untuk memeriksakan keadaan Lela dan untuk mendapatkan gambaran tentang penyakit yang diderita Lela. Di ruang Dokter Rizal, Ayah memulai perbincangan. “gimana Dok keadaan anak saya?” Tanya Ayah serius.

“Jadi begini Pak Broto, Alzheimer memang bukan penyakit yang menular. Alzheimer ini sejenis sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang hamper bersamaan, sehingga otak tampak mengerut dan mengecil. Risiko mengidap Alzheimer akan meningkat seiring dengan pertambahan usia Pak. Dan biasanya Alzheimer terjadi pada usia 65 tahun, tapi faktor pemicunya adalah karena pada usia 40 tahun ke atas masih mengidap hipertensi, kurang olah raga, terus juga pengidap kencing manis, punya tingkat kolesterol yang tinggi dan juga factor keturunan. Seperti itu Pak.” Jawab Dokter menjelaskan.

Ayah dan Mama mengangguk.

“Untuk pasien penderita Alzheimer ini, lambat laun akan mengalami perubahan yang bersifat degeneratif atau bersifat penurunan pada sejumlah system neutransmiter, termasuk juga perubahan fungsi pada system neural monoaminergik yang melepaskan asam glutamate, noradrenalin, serotin dan serangkaian sistem yang dikendalikan oleh neurotransmiter. Perubahan degenerative juga terjadi pada beberapa area otak seperti lobus temporal dan lobus parietal dan juga beberapa bagian di dalam korteks frontal dan girus singulat yang disusul dengan hilangnya sel saraf dan sinapsis. Iya penjelasan secara kedokterannya Pak Broto.” Lanjut Dokter Rizal.

“Dok Lela sempat cerita sama saya kalau dia akan kehilangan ingatan?” Tanya Ayah penasaran.

“Oh iya Pak Broto. Jadi, lambat laun Lela akan mulai kehilangan memorinya. Jadi Alzheimer ini juga dikatakan penyakit yang sinonim dengan orang tua. Jadi penurunan yang terjadi pada Lela akan sama dengan lansia, lansia yang sudah mulai pikun, yang mulai susah mengurus diri, susah membedakan sedang kebelet, maaf, pipis atau  buang air besar. Jadi akan buang air kecil dan buang air besar sembarangan.” Jawab Dokter menjelaskan. “Serangan penyakit Alzheimer biasanya ditandai dengan kehilangan daya pikir secara bertahap, dan akhirnya dapat menjadi cacat mental total. Gejala awal Alzheimer adalah mudah lupa pada hal-hal yang sering dilakukan dan hal-hal baru. Penderita juga mengalami disorientasi waktu dan mengalami kesulitan fungsi kognitif yang kompleks seperti matematika atau aktivitas organisasi. Penderita Alzheimer yang berat ditandai dengan kehilangan daya ingat yang progresif sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, disorientasi tempat, orang dan waktu, serta mengalami masalah dalam perawatan diri, seperti lupa mengganti pakaian. Penderita penyakit itu biasanya juga mengalami perubahan tingkah laku seperti depresi, paranoid, atau agresif.” Jawab Dokter melanjutkan.

“Untuk tindakan medis atau obat untuk pasien Alzheimer ada kan Dok?” Tanya Ayah dengan khawatir.

Saat ini hanya ada sedikit obat untuk mengobati Alzheimer Pak, tetapi efeknya hanya sementara. Jadi obatnya diminum secara oral Pak atau melalui mulut dan ketiga obat ini memiliki efek samping pada pengonsumsinya.” Jawab Dokter mantap.

“Baik Dok, nanti saya bicarakan lagi di rumah dengan Istri dan Lela. Terimakasih banyak Dokter Rizal.” Sahut Ayah sambil menjabat tangan Dokter Rizal yang disusuk oleh Mama.

Setelah keluar ruangan Dokter Rizal, Lili dan Lulu antusias bertanya untuk tau perkembangan kakaknya.

“Kak gimana? Ayah gimana Yah?” Tanya Lili antusias.

“Ma gimana Ma? Nggak parah kan?” Tanya Lulu manja.

Nggak apa-apa sayang, dibantu doa ya Kak Lela sayang.” Jawab Mama tenang.

Setibanya di rumah, Lili dan Lulu langsung melihat acara TV kesukaan mereka. Sedangkan Ayah, Mama dan Lela masuk ke kamar Lela untuk melanjutkan perbincangan.

“Yah, Ma, Lela nggak mau minum obat atau sering control ke dokter Rizal. Lela mau di rumah aja. Obatnya itu juga belum tentu bisa nyembuhkan Lela Yah.” Kata Lela mengawali perbincangan.

“Iya sayang, terserah Lela aja. Mama ikut maunya Lela. Tapi Lela harus tetap semangat ya Nak.” Sahut Mama dengan senyuman hangat.

“Iya Nak, Ayah sama Mama ikut mau Lela aja.” Jawab Ayah sambil mengelus rambut Lela.

“Makasi banyak ya Yah, Ma. Lela juga minta maaf atas semua kesalahan Lela selama ini, juga Lela yang akan menyusahkan semua keluarga nantinya kalau penyakit Lela sudah semakin parah.” Sahut Lela menyesal.

Akhirnya, pada senin siang itu, telah disepakati bahwa Lela tidak ingin meminum obat yang belum jelas akan menyembuhkan penyakitnya. Lela juga sudah mulai melakukan salam perpisahan pada senin siang itu. Lela sudah berterima kasih dan meminta maaf pada seluruh keluarganya sebagai salam perpisahannya. Lela menutup usia pada usia 28 tahun, 12 hari setelah hari ulang tahunnya. 27 Oktober 2010 adalah tanggal kematian Lela. Ada banyak teman-teman, sanak keluarga yang datang untuk berbela sungkawa. Keluarga Lela tetap akan mengenang Lela, semua usahanya, semua jerih payahnya untuk membahagiakan keluarganya.

Tidak ada yang abadi di dunia ini, semua akan kembali kepada Sang Pencipta. Aku sudah ikhlas Tuhan, terimakasih atas penyakit ini, ada banyak hikmah yang aku dapatkan.

–Lela-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun