Sejak akhir bulan Maret 2022 lalu, grafik kasus Covid-19 cenderung terus menurun. Bahkan, kasus aktif di Indonesia per 31 Maret 2022 hanya mencapai 0,05%. Angka ini jelas jauh dari rata-rata persentase kasus aktif dunia saat ini. Belakangan ini pun situasi pandemi virus korona di Indonesia terus memberikan sinyal positif dan terkendali. Beberapa sektor bahkan mulai menunjukkan geliat aktivitas pemulihan pasca pandemi Covid-19.
Melihat situasi ini, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk melonggarkan kebijakan memakai masker bagi masyarakat pada 17 Mei 2022 lalu. Melansir dari situs web resmi Covid-19 milik pemerintah, berikut rincian kebijakan tersebut.
- Masyarakat diizinkan tidak memakai masker jika berada di area terbuka yang tidak padat orang. Tetap wajib menggunakan masker jika berada di ruangan tertutup dan transportasi publik.
- Masyarakat dengan kategori rentan, lansia, atau memiliki penyakit komorbid diwajibkan tetap memakai masker saat beraktivitas.
- Pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri yang sudah vaksinasi minimal 2 dosis tidak perlu tes swab PCR/Antigen.
Peluncuran kebijakan ini melahirkan berbagai reaksi dari kalangan masyarakat. Sebagian mendukung pemerintah dan sebagian juga menunjukkan reaksi waswas maupun menolak.
Bahkan, ahli epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, turut memberikan komentar mengenai hal ini. Menurutnya, pelonggaran aturan memakai masker akan aman jika persentase masyarakat yang telah melakukan vaksin booster mencapai 50% dari jumlah target sasaran vaksinasi nasional. Sedangkan tingkat capaian vaksinasi dosis tiga di Indonesia per 9 Juni 2022 hanya mencapai sekitar 22% saja. Jika menilik saran Dicky, tentu angka ini belum aman untuk kebijakan pelonggaran masker di Indonesia.
Terlebih, 3 minggu setelah pemutusan kebijakan tersebut, tren kasus Covid-19 di Indonesia perlahan merangkak tinggi walaupun masih terkendali. Tampaknya, selain pemaparan mengenai rincian kebijakan pelonggaran masker, pemerintah perlu menekankan risiko yang juga akan terjadi. Tanpa hal itu, masyarakat akan rentan terjebak dalam euforia palsu bahwa pandemi virus korona telah menghilang. Padahal, walaupun telah kondusif, virus Covid-19 masih berpotensi untuk menular. Jangan sampai kebijakan ini membuat masyarakat abai akan protokol kesehatan di tengah pandemi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H