Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memberikan penghormatan kepada nilai-nilai keagamaan. Nilai-nilai Ketuhanan termuat dalam Pancasila sila pertama, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Rasa nasionalisme yang ada sejalan dengan pikiran dasar keimanan kita, tidak berlebihan sehingga tidak menimbulkan radikalisme. Warga negara wajib memiliki jiwa nasionalisme yang melihat segala perbedaan melalui sisi ketuhanan dan sisi kemanusiaan.
      Agama merupakan sebuah keyakinan yang secara hakiki bersifat pribadi. Dalam hal ini tiap-tiap individu menerapkan tindakan yang bersifat universal, yang artinya umum. Mereka bersentuhan dengan alam, lingkungan dan sesama. Maka dalam menerapkan perilaku hidup beragama diperlukan sikap moderat. Sikap moderat yaitu: memiliki sikap terbuka, bersifat rasional, diaplikasikan dan diterapkan dengan kerendahan hati; dan kemanusiaan yaitu, keagamaan dalam konteks kemanusiaan--keindonesiaan.
Pemahaman tentang Moderasi Beragama
      Moderasi beragama disebut-sebut sebagai jalan tengah di tengah keragaman agama di Indonesia. Darlis, 2017 menyebutkan sikap moderat dalam beragama berasal dari konsep "tawasuf", karena dalam segala aspek ajarannya islam itu berkarakter moderat. Kita dianjurkan untuk tidak berlebih-lebihan dalam beragama atau bersikap esktrim. Dalam beragama yang perlu dihindari adalah sikap yang terlalu berlebih-lebihan. Sikap tidak berlebih-lebihan tersebut diambil dari konsep al wasathiyah yang dalam islam memiliki makna seimbang.
      Moderasi beragama menjadi paham keagamaan keislaman yang mengejewantahkan ajaran islam yang sangat esensial. Ajaran yang tidak hanya mementingkan hubunagn baik kepada Allah, tapi juga yang tak kalah penting adalah hubungan baik kepada seluruh manusia. Bukan hanya pada saudara seiman tapi juga kepada saudara yang berbeda agama. (Kementrian Agama RI, 2015).
      Moderasi ini sangat terbuka terhadap perbedaan yang ada diyakini sebagai sunatullah dan rahmat bagi manusia. Selain itu moderasi beragama menghargai dan menghormati perbedaan pendapat, sehingga tidak mudah untuk menyalahkan apalagi sampai mengkafir-kafirkan orang lain. Â
      Moderasi islam lebih mengedepankan persaudaraan yang berlandaskan pada asas kemanusiaan, bukan hanya pada asas keimanan atau kebangsaan. Pemahaman seperti itu menemukan momentumnya dalam dunia islam secara umum yang sedang dilanda krisis kemanusiaan dan Indonesia secara khusus yang juga masih mengisahkan sejumlah persoalan kemanusiaan akibat dari sikap yang kurang moderat dalam beragama. Konsekuensinya, perkembangan hukum islam menjadi dinamis dan sesuai zaman (Fahrudin, 2019).
Prof. M. Quraish Shihab mengemukakan tiga kunci seseorang bisa menerapkan moderasi beragama. Tiga kunci itu ialah pengetahuan, mengganti emosi keagamaan dengan cinta agama, dan selalu berhati-hati. Dengan tiga kunci inilah seseorang dapat menerapkan wasathiyah atau moderasi beragama (Husni, 2019).
Moderasi Beragama Membangun Kesadaran NasionalismeÂ
      Moderasi beragama tidak berarti bahwa mencampurkan kebenaran dan menghilangkan jati diri masing-masing. Sikap moderasi tidak menistakan kebenaran, kita tetap memiliki sikap yang jelas dalam suatu persoalan., tentang kebenaran, tentang hukum suatu masalah, namun dalam moderasi beragama, kita lebih pada sikap keterbukaan menerima bahwa diluar diri kita ada saudara sebangsa yang juga memiliki hak yang sama dengan kita sebagai masyarakat yang berdaulat dalam bingkai kebangsaan. Orang memiliki keyakinannya sendiri-sendiri, ada agama yang mesti dihormati dan diakui keberadaannya, untuk itu perlu terus bertindak dan beragama secara moderat.
      Kehidupan berbangsa dan bernegara akan lebih tertata apabila tiap-tiap orang menanamkan nilai-nilai moderasi beragama. Tidak akan ada konflik yang terjadi karena perbedaan ras. Sikap fanatik dan ektremisme tidak akan ditemukan. Tindakan radikal dan terorisme tidak akan terjadi. Karena tiap-tiap orang saling menghargai, mengedepankan toleransi, hidup dengan seimbang, tidak ada ujaran kebencian ataupun deskriminasi terkait apapun perbedaan yang terlihat