Â
 Dapat kita temukan adanya perkembangan dalam pengaturan pelaksanaan pemilihan umum yang menunjukkan perubahan yang cukup signifikan pada poin-poin perubahannya. Sejak tanggal 21 November 2023, terdapat pembaharuan kebijakan hukum yang berkaitan dengan pengaturan cuti bagi anggota DPR, kepala daerah maupun menteri. Perubahan tersebut melibatkan peraturan pelaksana yang mengatur cuti bagi menteri, anggota DPR dan DPD, serta kepala daerah selama masa kampanye pemilihan umum 2024, menandakan upaya terus- menerus untuk memperbaharui dan menyesuaikan regulasi guna meningkatkan transparansi dan keterlibatan aktif para pemangku kepentingan dalam proses demokratisasi nasional.
Peraturan pelaksana yang awalnya diturunkan dari ketentuan pasal 170 dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum, kini mengalami perkembangan. Dengan perubahan tersebut, regulasi pelaksana menjadi lebih rinci dan terperinci serta mencerminkan dorongan untuk menyelaraskan ketentuan hukum terkait pemilihan umum. Proses ini menunjukkan upaya untuk memperkuat landasan hukum, memberikan panduan yang lebih jelas, dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan pemilihan umum demi mendukung integritas dan partisipasi yang lebih baik dalam sistem demokrasi.
Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 170 yaitu sebagai berikut:
- Pejabat negara yang diusung oleh partai politik peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus melakukan pengunduran diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, pimpinan dan anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota.
- Pengunduran diri sebagai pejabat negara, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilakukan paling lambat pada saat didaftarkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik di KPU sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden dan dinyatakan melalui surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.
- Surat pengunduran diri sebagai pejabat negara, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus disampaikan oleh partai politik atau Gabungan Partai Politik kepada KPU sebagai dokumen persyaratan calon Presiden atau calon Wakil Presiden
- Surat persetujuan yang diterbitkan oleh Presiden untuk Menteri dan pejabat setingkat menteri sebagaimana diatur pada ayat (2) harus disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai dokumen persyaratan bagi calon Presiden atau calon Wakil Presiden.
Selanjutnya dalam Pasal 18 ayat 1a PP ini, terdapat tambahan ketentuan yang secara spesifik mengatur cuti menteri dan kepala daerah selama pelaksanaan pemilihan umum 2024. Pasal ini memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai cuti menteri yang menjadi peserta pemilu diwajibkan untuk memperoleh persetujuan dan izin cuti dari Presiden. Menariknya, hal ini dilakukan tanpa mengalami perubahan apapun pada ayat sebelumnya sehingga menunjukkan ketelitian dalam penyusunan regulasi untuk menjaga konsistensi serta memberikan pedoman yang jelas terkait kewajiban cuti menteri yang terlibat dalam proses demokrasi nasional.
Tahapan yang lebih rinci diatur dalam ketentuan pasal 28A yatu:
- Menteri dan pejabat setingkat menteri yang hendak mencalonkan diri sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum wajib mengajukan permintaan persetujuan kepada Presiden.
- Presiden memberikan persetujuan atas permintaan Menteri dan pejabat setingkat menteri tersebut dalam batas waktu maksimal 15 (lima belas) hari setelah menerima surat permintaan persetujuan sebagaimana diatur pada ayat (1).
- Apabila Presiden tidak memberikan persetujuan dalam waktu sebagaimana diatur pada ayat (2), maka persetujuan dianggap tidak diberikan.
Dalam artiannya pada ayat 1, menteri dan pejabat setingkat menteri yang ingin mencalonkan diri perlu mengajukan permintaan persetujuan kepada Presiden. Adanya tahap ini utuk menandakan tanggung jawab dan kewajiban moral para pejabat tersebut, memastikan adanya koordinasi dan persetujuan dari pucuk pimpinan negara sebelum mereka memutuskan untuk mencalonkan diri. Selanjutnya pada ayat 2, Presiden diharuskan memberikan persetujuan atau tidak dalam waktu paling lama 15 hari setelah menerima surat permintaan persetujuan dari Menteri atau pejabat setingkat menteri. Waktu yang ditetapkan ini menunjukkan keinginan untuk menjalankan proses dengan efisien tanpa menunda keputusan. Terdapat pengecualian dalam ayat (3) yang memberikan aturan bahwa jika Presiden tidak memberikan persetujuan dalam batas waktu yang telah ditentukan, maka persetujuan dianggap tidak diberikan. Hal ini memberikan kejelasan dan kepastian hukum, memastikan bahwa proses pengajuan persetujuan berlangsung dengan transparan dan sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan. Setelah mendapatkan persetujuan, di ayat (4) terdapat pengaturan bahwa surat persetujuan yang telah diberikan oleh Presiden kepada Menteri atau pejabat setingkat menteri harus disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan mereka sebagai calon Presiden atau Wakil Presiden. Hal ini menandakan koordinasi antara pemerintah dan lembaga penyelenggara pemilu untuk memastikan bahwa semua dokumen persyaratan diterima dan diproses dengan baik. Dengan adanya tahapan ini, memberikan ketentuan yang jelas baik dari segi moral maupun juridis mengenai pengajuan cuti oleh Menteri dan kepalaa daementeri dan kepala daerah selama pelaksanaan pemilihan umum 2024.Â
- Sebelum adanya PP ini, Partai Garuda mengajukan permohonmemberikan penjelasan lebih lanjut mengenai cuti menteri yang menjadi peserta pemilu diwajibkan untuk memperoleh persetujuan dan izin cuti dari Presiden. Menariknya, hal ini dilakukan tanpa mengalami perubahan apapun pada ayat sebelumnya sehingga menunjukkan ketelitian dalam penyusunan regulasi untuk menjaga konsistensi serta memberikan pedoman yang jelas terkait kewajiban cuti menteri yang terlibat dalam proses demokrasi nasional
- Surat persetujuan yang diterbitkan oleh Presiden untuk Menteri dan pejabat setingkat menteri sebagaimana diatur pada ayat (2) harus disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai dokumen persyaratan bagi calon Presiden atau calon Wakil Presiden.
Sebelum adanya PP ini, Partai Garuda mengajukan permohon uji materi dengan nomor perkara 68/PUU-XX/2022 terkait kewajiban menteri untuk mengundurkan diri saat mencalonkan diri dalam pemilihan umum. Pada sidang uji materi tersebut, Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Pembangunan, La Ode Ahmad Pidana Bolombo, turut hadir dan memberikan pendapatnya dalam sidang keempat Perkara Nomor 68/PUU-XX/2022 yang menguji konstitusionalitas Pasal 170 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). La Ode menjelaskan bahwa Pasal 7 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyatakan bahwa kementerian memiliki tugas khusus dalam mengelola urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu Presiden melaksanakan tugas pemerintahan negara. Jika seorang menteri mengundurkan diri sebelum masa jabatannya berakhir karena berpartisipasi dalam kontestasi sebagai calon presiden atau wakil presiden, hal tersebut berpotensi mengganggu stabilitas penyelenggaraan pemerintahan dan menghambat pelayanan kepada rakyat. Penekanan diberikan pada fakta bahwa tugas seorang menteri adalah memberikan bantuan kepada Presiden dalam menjalankan pemerintahan untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan negara, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Dengan adanya Peraturan Pelaksana ini, pemerintah berupaya untuk mengisi kekosogan hukum yang berkaitan dengan proedur cuti yang disediakan untuk Menteri dan pejabat setingkatnya maupun kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H